Skenario 1 respi

June 15, 2017 | Autor: Ibramu Al Furqan | Categoría: Medicine
Share Embed


Descripción

Skenario 1 “Rhinitis Allergi”

Disusun oleh : Arina rizki mujahid Elsya aprilia Etika septira Fitria rizka utami Karina dian permatasari Kiki lestari surya.n Laras wiyardhani

FKUY’10 Bersama Pasti Bisa !!! 03/03/12

Anatomi Saluran Pernafasan Atas HIDUNG

Organ pertama yang berfungsi dalam saluran napas. Terdapat vestibulum nasi yang terdapat cilia kasar yang berfungsi sebagai saringan udara. Bagian dalam rongga hidung ada terbentuk terowongan yang disebut cavum nasi mulai dari nares anterior sampai ke nares posterior lalu ke nasofaring. Sekat antara kedua rongga hidung dibatasi dinding yang berasal dari tulang dan mucusa yaitu septum nasi yang dibentuk oleh : a. Cartilago septi naso b. Os vomer c. Lamina perpendicularis os ethmoidalis Dinding superior rongga hidung sempit, dibentuk lamina cribroformis ethmoidalis yang memisahkan rongga tengkorak dengan rongga hidung. Dinding inferior dibentuk os maxilla dan os palatinum. Ada 2 cara pemeriksaan hidung yaitu rhinoscopy anterior dan posterior. Pada anterior, di cavum nasi di sisi lateral terdapat concha nasalis yang terbentuk dari tulang tipis dan ditutupi mukosa yang mengeluarkan lendir dan di medial terlihat dinding septum nasi. Pada posterior, dapat terlihat nasofaring, choanae, bagian ujung belakang conchae nasalis

media dan inferior, juga terlihat OPTA yang berhubungan dengan telinga. Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal :  Dihangatkan  Disaring  Dilembabkan Ketiga hal di atas merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi, yang terdiri atas Psedostrafied Ciliated Columnar Epitelium yang berfungsi menggerakkan partikel-partikel halus ke arah faring sedangkan partikel yang besar akan disaring oleh bulu hidung, sel golbet dan kelenjar serous yang berfungsi melembabkan udara yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi menghangatkan udara. Ketiga hal tersebut dibantu dengan concha. Terdapat 3 buah concha nasalis, yaitu : a. Concha nasalis superior b. Concha nasalis inferior c. Concha nasalis media Di antara concha nasalis superior dan media terdapat meatus nasalis superior. Antara concha media dan inferior terdapat meatus nasalis media. Antara concha nasalis inferior dan dinding atas maxilla terdapat meatus nasalis inferior. Sinus-sinus yang berhubungan dengan cavum nasi disebut sinus paranasalis : a. b. c. d.

Sinus sphenoidalis mengeluarkan sekresinya melalui meatus superior Sinus frontalis ke meatus media Sinus maxillaris ke meatus media Sinus ethmoidalis ke meatus superior dan media.

Respi | 2

Di sudut mata terdapat hubungan antara hidung dan mata melalui ductus nasolacrimalis tempat keluarnya air mata ke hidung melalui meatus inferior. Di nasofaring terdapat hubungan antara hidung dan rongga telinga melalui OPTA (Osteum Pharyngeum Tuba Auditiva) eustachii. Alurnya bernama torus tobarius. Persarafan hidung

Persarafan sensorik dan sekremotorik hidung : 1. Depan dan atas cavum nasi mendapat persarafan sensoris dari cabang nervus opthalmicus 2. Bagian lainnya termasuk mucusa hidung cavum nasi dipersarafi ganglion sfenopalatinum. Nasofaring dan concha nasalis mendapat persarafan sensorik dari cabang ganglion pterygopalatinum. Nervus olfactorius memberikan sel-sel reseptor untuk penciuman. Proses penciuman : pusat penciuman pada gyrus frontalis, menembus lamina cribrosa ethmoidalis ke traktus olfactorius, bulbus olfactorius, serabut n. olfactorius pada mucusa atas depan cavum nasi.

Vaskularisasi hidung Berasal dari cabang a. Opthalmica dan a. Maxillaris interna 1. Arteri ethmoidalis dengan cabang-cabang : arteri nasalis externa dan lateralis, arteri septalis anterior 2. Arteri ethmoidalis posterior dengan cabang-cabang : arteri nasalis posterior, lateralis dan septal, arteri palatinus majus 3. Arteri sphenopalatinum cabang arteri maxillaris interna. Ketiga pembuluh tersebut membentuk anyaman kapiler pembuluh darah yang dinamakan Plexus Kisselbach. Plexus ini mudah pecah oleh trauma/infeksi sehingga sering menjadi sumber epistaxis pada anak. Bila Plexus Kisselbach pecah, maka akan terjadi epistaxis. Epistaksis ada 2 macam, yaitu : d. Epistaksis anterior Dapat berasal dari flexus Kisselbach, yang merupakan sumber perdarahan paling sering dijumpai anak-anak. Dapat juga berasal dari arteri ethmoidalis anterior. Perdarahan dapat berhenti sendiri atau spontan dan dapat dikendalikan dengan tindakan sederhana. e. Epistaksis posterior Berasal dari arteri sphenopalatina, dan a.ethmoidalis posterior. Perdarahan cenderung lebih berat dan jarang berhenti sendiri, sehingga dapat menyebabkan anemia, hipovolemia, dan syok. Sering ditemukan pada pasien dengan penyakit kardiovaskular. FARING  pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan Krikoid. Maka letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal). Faring terbagi menjadi 3, yaitu a. Nasofaring terdapat Pharyngeal Tonsil dan Tuba Eustachius, b. Orofaring merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring, terdapat pangkal lidah, gabungan sistem respirasi dan pencernaan c. Laringofaring terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan.

Respi | 3

LARING

Daerah yang dimulai dari aditus laryngis sampai batas bawah cartilago cricoid. Rangka laring terbentuk dari tulang rawan dan tulang. Laring adalah bagian terbawah dari saluran napas atas. 1. Berbentuk tulang adalah os hyoid 2. Berbentuk tulang rawan adalah : tyroid 1 buah, arytenoid 2 buah, epiglotis 1 buah. Pada arytenoid bagian ujung ada tulang rawan kecil cartilago cornuculata dan cuneiforme. 3. Tulang rawan dan ototnya berasal dari mesenkim lengkung faring ke – 4 dan ke – 6. Mesenkin berproliferasi dengan cepat, aditus laringis berubah bentuk dari celah sagital menjadi lubang bentuk T. mesenkin kedua lengkung faring menjadi kartilago tiroidea, krikoidea serta antenoidea. Epitel laring berproliferasi dengan cepat. Vakuolisasi dan rekanalisasi terbentuk sepasang resesus lateral, berdiferensiasi menjadi pita suara palsu dan sejati.

Os hyoid

Mempunyai 2 buah cornu, cornu majus dan minus. Berfungsi untuk perlekatan otot mulut dan cartilago thyroid

Cartilago thyroid

Terletak di bagian depan dan dapat diraba tonjolan yang disebut promines’s laryngis atau lebih disebut jakun pada laki-laki. Jaringan ikatnya adalah membrana thyrohyoid. Mempunyai cornu superior dan inferior. Pendarahan dari a. Thyroidea superior dan inferior.

Cartilago arytenoid

Mempunyai bentuk seperti burung penguin. Ada cartilago corniculata dan cuneiforme. Kedua arytenoid dihubungkan m.arytenoideus transversus.

Epiglotis

Tulang rawan berbentuk sendok. Melekat di antara cartilago arytenoid. Berfungsi untuk membuka dan menutup aditus laryngis. Saat menelan epiglotis menutup aditus laryngis supaya makanan tidak masuk ke laring.

Cartilago cricoid

Batas bawah adalah cincin pertama trakea. Berhubungan dengan thyroid dengan ligamentum cricothyroid dan m.cricothyroid medial lateral. Otot-otot laring : a.

Otot extrinsik laring 1. M.cricothyroid 2. M. thyroepigloticus b. Otot intrinsik laring 1. M.cricoarytenoid posterior yang membuka plica vocalis. Jika terdapat gangguan pada otot ini maka bisa menyebabkan orang tercekik dan meninggal karena rima glottidis tertutup. Otot ini disebut juga safety muscle of larynx. 2. M. cricoarytenoid lateralis yang menutup plica vocalis dan menutup rima glottdis 3. M. arytenoid transversus dan obliq 4. M.vocalis 5. M. aryepiglotica 6. M. thyroarytenoid Dalam cavum laryngis terdapat : Plica vocalis, yaitu pita suara asli sedangkan plica vestibularis adalah pita suara palsu. Antara plica vocalis kiri dan kanan terdapat rima glottidis sedangkan antara plica vestibularis terdapat rima vestibuli. Persyarafan daerah laring adalah serabut nervus vagus dengan cabang ke laring sebagai n.laryngis superior dan n. recurrent.

Respi | 4

Respi | 5

Mikroskopik saluran pernafasan atas Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama: 1. Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan bronkiolus terminalis 2. Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus. Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul kecil. HIDUNG

Bagian dalam hidung dilapisi 4 epitel. Pada bagian luar hidung akan ditutupi oleh kulit dengan epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk banyak terdapat kelenjar sebasea yang akan meluas hingga bagian depan dari vestibulum nasi. Rambut kaku dan besar menonjol ke luar berfungsi sebagai penyaring. Beberapa mililiter ke dalam vestibulum, epitel berlapis gepeng menjadi epitel kuboid tanpa cilia lalu menjadi epitel bertingkat kolumna (torak) bercilia. Epitel hidung terdiri dari sel-sel kolumnar bercilia, sel goblet dan sel-sel basofilik kecil pada dasar epitel yang dianggap sebagai sel-sel induk bagi penggantian jenis sel yang lebih berkembang. Selain mukus, epitel juga mensekresi cairan yang membentuk lapisan di antara bantalan mukus dan permukaan epitel. Di bawah epitel terdapat lamina propria tebal mengandung kelenjar submukosa terdiri dari sel-sel mukosa dan serosa. Di lamina propria juga terdapat sel plasma, sel mast, dan kelompok jaringan limfoid.

Di atas konka nasalis superior serta di bagian sekat hidung di dekatnya terdapat daerah berwarna coklat kekuningan berbeda dengan daerah respirasi lain yang berwarna merah jambu mengandung reseptor penghidu yaitu daerah olfaktoria atau mukosa olfaktoria. Di bawah epitel chonca inferior terdapat swell bodies, merupakan fleksus vonosus untuk menghangatkan udara inspirasi Fungsi chonca :  Meningkatkan luas permukaan epitel respirasi  Turbulensi udara dimana udara lebih banyak kontak dengan permukaan mukosa Epitel olfaktoria bertingkat silindris tanpa sel goblet, lamina basal tidak jelas. Epitel disusun tiga jenis sel : a. Sel penyokong, atau disebut juga sel sustenakular. Berbentuk silindris, tinggi ramping dan realtif lebar di bagian puncaknya dan menyempit di bagian dasarnya. Inti sel lonjong di tengah dan terletak lebih superficial dibandingkan inti sel sensorik. Di apical terlihat terminal web yang tersusun dari bahan berbentuk filament yang berhubungan dengan junctional complex di antara sel penyokong dan sel sensoris yang berdekatan. b. Sel basal, berbentuk kerucut, kecil, inti lonjong, : gelap dan tonjolan sitoplasma bercabang. c. Sel olfaktorius, atau sel olfaktoria. Tersebar di antara sel-sel penyokong dan modifikasi sel bipolar dengan sebuah badan sel, sebuah dendrit yang menonjol ke permukaan dan akson yang masuk lebih dalam ke lamina propria. Inti sel bulat, lebih ke basal dari inti sel penyokong. Dendrit-dendrit di bagian apical langsing dan berjalan ke permukaan di antara sel-sel penyokong dan akan berakhir sebagai bangunan mirip bola kecil disebut vesikula olfaktoria. Masing-masing vesikula keluar enam sampai sepuluh helai rambut atau silia yang disebut silia olfaktoria. Silia-silia ini berfungsi sebagai unsur penerima rangsang yang sebenarnya. Di lamina propria, serabut saraf olfaktoria yang berjalan ke atas melalui saluran halus dari lamina kribrosa tulang etmoid masuk ke bulbus olfaktorius di otak. Dalam lamina propria juga terdapat kelenjar serosa tubuloasinosa bercabang (kelenjar bowman) yang mengeluarkan sekret berupa cairan yang dikeluarkan ke permukaan melalui saluran sempit. Secret kelenjar bowman membasahi permukaan epitel olfaktoris dan berperan melarutkan bahan-bahan berbau. Kelenjar ini berfungsi memperbarui lapisan cairan di permukaan yang mencegah pengulangan rangsangan rambut-rambut olfaktoria oleh satu bau tunggal. Sel goblet dan kelenjar campur di lamina propria mnghasilkan sekret, untuk menjaga kelembaban hidung dan menangkap partikel debu halus. Sinus Paranasalis  Ruangan dalam tulang : os frontal, os maxilla, os ethmoid, os sphenoid  Dilapisi epitel bertingkat torak dengan sedikit sel goblet  Lamina propria tipis, melekat erat pada periostium  Lendir yang dihasilkan dialirkan ke cavum nasi oleh silia FARING Faring terbagi menjadi tiga, yaitu : a. b.

Nasofaring yang terletak di bawah dasar tengkorak (epitel bertingkat torak bersilia, dengan sel goblet). Orofaring, belakang rongga mulut dan permukaan belakang lidah (epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk)

Respi | 6

c.

Laringofaring, belakang laring (epitel bervariasi)

Epitel yang membatasi nasofaring bisa merupakan epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet atau epitel berlapis gepeng. Di dalam lamina propria terdapat kelenjar, terutama kelenjar mukosa. Tapi dapat juga terdapat kelenjar serosa dan kelenjar campur. LARING

Respi | 7 Laring adalah saluran napas yang menghubungkan faring dengan trakea. Laring berfungsi untuk bagian system konduksi pernapasan juga pita suara. Pita suara sejati dan pita suara palsu masing-masing merupakan tepi bebas atas selaput krikovokal (krikotiroid) dan tepi bebas bawah selaput kuadratus (aryepiglotica). Di antara pita suara palsu dan pita suara sejati terdapat sinus dan kantung laring. Lipatan aryepiglotica dan pita suara mempunyai epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Laring juga mempunyai epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet. Pada pita suara, lamina propria di bawah epitel berlapis gepeng padat dan terikat erat dengan jaringan ikat ligamentum vokalis di bawahnya. Dalam laring tidak ada submukosa tapi lamina propria dari membrane mukosanya tebal dan mengandung banyak serat elastin.

Epiglottis  Menjulur keluar dari tepian larynx lalu meluas ke dalam faryng  Memiliki permukaan lingual dan laryngeal  Seluruh permukaan laringeal ditutupi oleh epitel berlapis gepeng, mendekati basis epiglottis pada sisi laringeal, epitel ini mengalami peralihan menjadi epitel bertingkat silindris bersilia

Mekanisme Pertahanan Mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga komponen nonadaptif atau innate , atau imunitas alamiah, sudah ada sejak bayi lahir. Jadi bukan merupakan pertahanan khusus untuk antigen tertentu. Mekanisme pertahanan tubuh spesifik atau disebut juga komponen adaptif atau imunitas didapat adalah mekanisme pertahanan yang ditujukan khusus terhadap satu jenis antigen, karena itu tidak dapat berperan terhadap antigen jenis lain.

MEKANISME BATUK Seluruh saluran nafas dari hidung sampai bronkiolus terminalis, dipertahankan agar tetap lembab oleh selapis mukosa yang melapisi seluruh permukaan. Mukus ini disekresikan sebagian oleh sel goblet dalam epitel saluran nafas, dan sebagian lagi oleh kelenjar submukosa yang kecil. Batuk yang tidak efektif dapat menimbulkan penumpukan sekret yang berlebihan, atelektasis, gangguan pertukaran gas dan lain-lain. Respi | 8

Mekanisme batuk dibagi menjadi 3 fase: Fase 1 (Inspirasi), paru2 memasukan kurang lebih 2,5 liter udara , oesofagus dan pita suara menutup, sehingga udara terjerat dalam paru2 Fase 2 (Kompresi), otot perut berkontraksi, diafragma naik dan menekan paru2, diikuti pula dengan kontraksi intercosta internus. Pada akhirnya akan menyebabkan tekanan pada paru2 meningkat hingga 100mm/hg. Fase 3 (Ekspirasi), Spontan oesofagus dan pita suara terbuka dan udara meledak keluar dari paru MEKANISME BERSIN Reflek bersin mirip dengan reflek batuk kecuali bahwa refleks ini berlangsung pada saluran hidung, bukan pada saluran pernapasan bagian bawah. Rangsangan awal menimbulkan refleks bersin adalah iritasi dalam saluran hidung, impuls saraf aferen berjalan dalam nervus ke lima menuju medulla tempat refleks ini dicetuskan. Terjadi serangkaian reaksi yang mirip dengan refleks batuk tetapi uvula ditekan, sehingga sejumlah besar udara dengan cepat melalui hidung, dengan demikian membantu membersihkan saluran hidung dari benda asing.

Mekanisme Respirasi pada Manusia Pernapasan atau respirasi adalah menghirup udara dari luar yang mengandung O2 kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 sebagai sisa dari oksidasi yang keluar dari tubuh. Proses penghirupan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi Secara fungsional (faal) saluran pernafasan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Zona Konduksi

Zona konduksi berperan sebagai saluran tempat lewatnya udara pernapasan, serta membersihkan, melembabkan dan menyamakan suhu udara pernapasan dengan suhu tubuh. Disamping itu zona konduksi juga berperan pada proses pembentukan suara. Zona konduksi terdiri dari hidung, faring, trakea, bronkus, serta bronkioli terminalis. Trakea dapat juga dijuluki sebagai eskalator-muko-siliaris karena silia pada trakea dapat mendorong benda asing yang terikat zat mucus ke arah faring yang kemudian dapat ditelan atau dikeluarkan. Silia dapat dirusak oleh bahan-bahan beracun yang terkandung dalam asap rokok. Struktur bronki primer masih serupa dengan struktur trakea. Pada bagian akhir dari bronki, cincin tulang rawan yang utuh berubah menjadi lempengan-lempengan. Pada bronkioli terminalis struktur tulang rawan menghilang dan saluran udara pada daerah ini hanya dilingkari oleh otot polos. Struktur semacam ini menyebabkan bronkioli lebih rentan terhadap penyimpatan yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Bronkioli mempunyai silia dan zat mucus.

Bahan-bahan debris di alveoli ditangkap oleh sel makrofag yang terdapat pada alveoli, kemudian dibawa oleh lapisan mukosa dan selanjutnya dibuang.

2. Zona Respiratorik

Zona respiratorik terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan. Pertukaran gas antara udara dan darah terjadi di dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat pula struktur yang lain, seperti bulu-bulu pada pintu masuk yang penting untuk menyaring partikel-partikel yang masuk. Proses terjadinya pernapasan terbagi 2 bagian, yaitu : 1. Menarik napas (inspirasi) Inspirasi merupakan proses aktif, disini kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan tekanan di dalam ruang antara paru-paru dan dinding dada (tekanan intraktorakal). Inspirasi terjadi bila muskulus diafragma telah dapat rangsangan dari nervus prenikus lalu mengkerut datar. Muskulus interkostalis kontraksi. Dengan demikian jarak antara sternum dan vertebrata semakin luas dan lebar. Rongga dada membesar maka pleura akan tertarik, dengan demikian menarik paru-paru maka tekanan udara di dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar. 2. Menghembus napas (ekspirasi) Ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan konstraksi otot untuk menurunkan intratorakal. Ekspirasi terjadi apabila pada suatu saat otot-otot akan kendur lagi (diafragma akan menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar. Tetapi setelah ekspirasi normal, kitapun masih bisa menghembuskan nafas dalam-dalam karena adanya kerja dari otot-otot ekspirasi yaitu muskulus interkostalis internus dan muskulus abdominis. FUNGSI RESPIRASI BAGI MANUSIA 1. Mengambil oksigen yang kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya) untuk mengadakan pembakaran 2. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran, kemudian dibawa oleh darah ke paruparu untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh tubuh) 3. Melembabkan udara Sistem respirasi bekerja melalui 3 tahapan yaitu : 1. Ventilasi Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal, pada saat inspirasi tekanan intra pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara dari atmosfer akan terhisap ke dalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi tekanan intrapulmonal menjadi lebih tinggi dari atmosfer sehingga udara akan tertiup keluar dari paruparu. Perubahan tekanan intrapulmonal tersebut disebabkan karena perubahan volume thorax akibat kerja dari otototot pernafasan dan diafragma. Ventilasi dipengaruhi oleh : 1. Kadar oksigen pada atmosfer 2. Kebersihan jalan nafas 3. Daya recoil & complience (kembang kempis) dari paru-paru 4. Pusat pernafasan Fleksibilitas paru sangat penting dalam proses ventilasi. Fleksibilitas paru dijaga oleh surfaktan. Surfaktan merupakan campuran lipoprotein yang dikeluarkan sel sekretori alveoli pada bagian epitel alveolus dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan alveolus yang disebabkan karena daya tarik menarik molekul air & mencegah kolaps alveoli dengan cara membentuk lapisan monomolekuler antara lapisan cairan dan udara.

Respi | 9

2. Difusi

Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah pada kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan parsial. Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap perbedaan tekanan sebesar 1 mmHg disebut kapasitas difusi. Kapasitas difusi oksigen dalam keadaan istirahat sekitar 230 ml/menit. Difusi dipengaruhi oleh : 1. Ketebalan membran respirasi 2. Koefisien difusi 3. Luas permukaan membran respirasi 4. Perbedaan tekanan parsial 5. Transportasi 3. Transfortasi Transportasi oksigen ke sel-sel yang membutuhkan melalui darah dan pengangkutan karbondioksida sebagai sisa metabolisme ke kapiler paru. Transportasi gas dipengaruhi oleh : 1. Cardiac Output 2. Jumlah eritrosit 3. Aktivitas 4. Hematokrit darah 4. Regulasi Mekanisme adaptasi sistem respirasi terhadap perubahan kebutuhan oksigen tubuh sangat penting untuk menjaga homeostastis dengan mekanisme sebagai berikut : Sistem respirasi diatur oleh pusat pernafasan pada otak yaitu medula oblongata. Pusat nafas terdiri dari daerah berirama medulla (medulla rithmicity) dan pons. Daerah berirama medula terdiri dari area inspirasi dan ekspirasi. Sedangkan pons terdiri dari pneumotaxic area dan apneustic area. Pneumotaxic area menginhibisi sirkuit inspirasi dan meningkatkan irama respirasi. Sedangkan apneustic area mengeksitasi sirkuit inspirasi. Pengaturan respirasi dipengaruhi oleh : 1. Korteks serebri yang dapat mempengaruhi pola respirasi. 2. Zat-zat kimiawi : dalam tubuh terdapat kemoresptor yang sensitif terhadap perubahan konsentrasi O2, CO2 dan H+ di aorta, arkus aorta dan arteri karotis. 3. Gerakan : perubahan gerakan diterima oleh proprioseptor. 4. Refleks Heuring Breur : menjaga pengembangan dan pengempisan paru agar optimal. 5. Faktor lain : tekanan darah, emosi, suhu, nyeri, aktivitas spinkter ani dan iritasi saluran napas. VOLUME STATIS PARU-PARU  Volume tidal (VT) = jumlah udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali bernafas pada saat istirahat. Volume tidal normal bagi 350-400 ml.  Volume residu (RV) = jumlah gas yang tersisa di paru-paru setelah menghembuskan nafas secara maksimal atau ekspirasi paksa. Nilai normalnya adalah 1200 ml.  Kapasitas vital (VC) = jumlah gas yang dapat diekspirasi setelah inspirasi secara maksimal. VC = VT + IRV + ERV (seharusnya 80% TLC). Besarnya adalah 4800 ml.  Kapasitas total paru-paru (TLC) = yaitu jumlah total udara yang dapat dimasukkan ke dalam paru-paru setelah inspirasi maksimal. TLC= VT + IRV + ERV + RV. Besarnya adalah 6000 ml.  Kapasitas residu fungsional (FRC) = jumlah gas yang tertinggal di paru-paru setelah ekspirasi volume tidak normal. FRC = ERV + RV. Besarnya berkisar 2400 ml.

Respi | 10

 Kapasitas inspirasi (IC) = jumlah udara maksimal yang dapat diinspirasi setelah ekspirasi normal. IC = VT + IRT. Nilai normalnya sekitar 3600 ml.  Volume cadangan inspirasi (IRV) = jumlah udara yang dapat diinspirasi secara paksa sesudah inspirasi volume tidak normal.  Volume cadangan ekspirasi (ERV) = jumlah udara yang dapat diekspirasi secara paksa sesudah ekspirasi volume tidak normal. PENGENDALIAN PERNAPASAN (KONTROL NEUROKIMIA) 1. Pengendalian oleh saraf Pusat otomatik dalam medulla oblongata mengeluarkan impuls eferen ke blok pernapasan,melalui radik saraf servikalis diantarkan kediafragma oleh saraf premikus. 2. Pengendalian secara kimia Pengendalian secara kimia meliputi frekuensi kecepatan dan dalamnya gerakan pernapasan. Pusat pernapasan dalam sumsum sangat peka, metabolisme dan bahan kimia yang asam merangsang pusat pernapasan untuk mengirim keluar impuls saraf yang bekerja atas otot pernapasan.Kecepatan pernapasan pada wanita lebih tinggi dari pada pria.

Rhinitis Rhinitis adalah peradangan pada membran mukosa hidung oleh karena adanya alergen yang kemudian berdifusi di jaringan hidung. KLASIFIKASI A. Rhinitis Allergi  Berdasarkan waktu paparannya: a. Rhinitis seasonal : alergi karena musiman, seperti serbuk sari bunga yang bersifat eksternal/ luar rumah b. Rhinitis parrenial: tanpa tergantung musim. Co: alergi debu, kutu rumah, bulu binatang, jamur, yang biasanya ditemukan di dalam rumah.  Berdasarkan sifat berlangsungnya: a. Intermiten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 14 hari/ minggu atau kurang dari 4 minggu. b. Presisten / menetap : bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan lebih dari 4 minggu.  Berdasarkan tingkat berat ringannya penyakit: a. Ringan : bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian. b. Sedang berat : bila terrdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut. B. Rhinitis Non-Allergi Rhinitis non-alergi dikaraktensasi oleh gejala periodik atau parrenial yang bukan merupakan hasil dari kejadian IgE dependent. Tipe-tipe rhinitis non alergi : a. Rhinitis vasomotor Akibat tergangguanya keseimbangan sistem parasimpatis dan simpatis. Parasimpatis jadi lebih dominan kemudian terjadi pelebaran dan pembengkakan pembuluh darah di hidung. Gejala yang timbul hidung tersumbat, bersin-bersin dan hidung berair. Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berlangsung temporer, seperti emosi, posisi tubuh, kelembabab udara, perubahan suhu luar, latihan jasmani dll.

Respi | 11

b. Rhinitis infeksiosa Terjadi karena infeksi saluran pernapasan bagian atas, baik bakteri maupun virus. Ciri khasnya biasanya hidung bernanah, nyeri, dan tekanan pada wajah, penurunan indera penciuman dan batuk. c. Rhinitis okupational Rhinitis yang berhubungan dengan pekerjaan, biasanya terjadi karena menghirup bahan-bahan iritan (debu kayu, bahan kimia) kemudian sering mengalami asma d. Rhinitis Medikamentosa Suatu kelainan hidung,gangguan respon normal vasomotor akibat pemakaian vasokonstriktor topikal (lama& berlebihan),sumbatan hidung yang menetap. Kerusakan pada mukosa hidung : a) Silia rusak b) Sel goblet berubah ukuran c) Membran bassal menebal d) Pembuluh darah melebar e) Stroma edem f) Hipersekresikelenjar mucus g) Lapisan submukosa menebal h) Lapisan periostium menebal Gejala dan tanda :  Hidung tersumbat terus menerus  Rinorea  Pemeriksaan: edema konka + sekret berlebihan  Edema konka tidak berkurang dengan pemberian adrenalin

Rhinitis Alergi Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet, 1986). Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, rinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE. ETIOLOGI

Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi (Adams, Boies, Higler, 1997). Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anakanak. Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain, seperti urtikaria dan gangguan pencernaan. Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari klasifikasi. Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen. Alergen yang menyebabkan rinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur. Rinitis alergi perenial (sepanjang tahun) diantaranya debu tungau, terdapat dua spesies utama tungau yaitu Dermatophagoides farina dan Dermatophagoides pteronyssinus, jamur, binatang peliharaan seperti kecoa dan binatang pengerat. Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai tempat tidur, suhu yang tinggi, dan faktor kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya jamur. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca (Becker, 1994). Patofisiologi

a. Sensitisasi

Respi | 12

Rhinitis alergi merupakan penyakit inflamasi yang diawali oleh adanya proses sensitisasi terhadap alergen sebelumnya. Melalui inhalasi, partikel alergen akan tertumpuk di mukosa hidung yang kemudian berdifusi pada jaringan hidung. Hal ini menyebabkan Antigen Presenting Cell (APC) akan menangkap alergen yang menempel tersebut. Kemudian antigen tersebut akan bergabung dengan HLA kelas II membentuk suatu kompleks molekul Major Histocompability Complex (MHC) kelas II. Kompleks molekul ini akan dipresentasikan terhadap sel T helper (Th 0). Th 0 ini akan diaktifkan oleh sitokin yang dilepaskan oleh APC menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5, IL9,IL10, IL13 dan lainnya. IL4 dan IL13 dapat diikat reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel B menjadi aktif dan memproduksi IgE. IgE yang bersirkulasi dalam darah ini akan terikat dengan sel mast dan basofil yang mana kedua sel ini merupakan sel mediator. Adanya IgE yang terikat ini menyebabkan teraktifasinya kedua sel tersebut.

b. Reaksi Alergi Fase Cepat

Reaksi cepat terjadi dalam beberapa menit dan dapat berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya. Mediator yang berperan pada fase ini yaitu histamin, tiptase dan mediator lain seperti leukotrien, prostaglandin (PGD2) dan bradikinin. Mediator-mediator tersebut menyebabkan keluarnya plasma dari pembuluh darah dan dilatasi dari anastomosis arteriovenula hidung yang menyebabkan terjadinya edema. Berkumpulnya darah pada kavernosus sinusoid dengan gejala klinis berupa hidung tersumbat dan oklusi dari saluran hidung. Rangsangan terhadap kelenjar mukosa dan sel goblet menyebabkan hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Rangsangan pada ujung saraf sensoris (vidianus) menyebabkan rasa gatal pada hidung dan bersinbersin.

c. Reaksi Alergi Fase Lambat

Reaksi alergi fase cepat terjadi setelah 4 – 8 jam setelah fase cepat. Reaksi ini disebabkan oleh mediator yang dihasilkan oleh fase cepat beraksi terhadap sel endotel postkapiler yang akan menghasilkan suatu Vascular Cell Adhesion Mollecule (VCAM) dimana molekul ini menyebabkan sel leukosit seperti eosinofil menempel pada sel endotel. Faktor kemotaktik seperti IL5 menyebabkan infiltrasi sel-sel eosinofil, sel mast, limfosit, basofil, neutrofil dan makrofag ke dalam mukosa hidung. Sel-sel ini kemudian menjadi teraktivasi dan menghasilkan mediator lain seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosinophilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP), dan EosinophilicPeroxidase (EPO) yang menyebabkan gejala hiperreaktivitas dan hiperresponsif hidung. Gejala klinis yang ditimbulkan pada fase ini lebih didominasi oleh sumbatan hidung. Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas : 1. Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur 2. Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang 3. Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan lebah 4. Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan. a) b)

c)

Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh kita, reaksi alergi dibagi menjadi tiga tahap besar, yaitu : Respon Primer, terjadi eliminasi dan pemakanan antigen, termasuk reaksi non spesifik. Respon Sekunder, reaksi yang terjadi secara spesifik, yang membangkitkan sistem humoral saja, sistem selular saja atau bisa membangkitkan kedua sistem tersebut secara bersamaan. Jika antigen berhasil dihilangkan maka berhenti pada tahap ini, tetapi jika antigen masih ada karena defek dari ketiga mekanisme sistem tersebut maka berlanjut ke respon tersier. Respon Tertier , reaksi immunologik yang tidak meguntungkan.

MANIFESTASI KLINIK  Bersin berulang kali  Hidung berair (rhinorhea)  Tenggorokan, hidung, kerongkongan gatal

Respi | 13

  

Mata merah, gatal berair Allergic salute, perilaku anak yang suka menggosok-gosok hidungnya akibat rasa gatal Allergic crease, tanda garis melintang di dorsum nasi pada 1/3 bagian bawah akibat kebiasaan menggosok hidung

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING Diagnosis rhinitis alergi ditegakkan berdasarkan: a. Anamnesis Perlu ditanyakan gejala-gejala spesifik yang mengganggu pasien (seperti hidung tersumbat, gatal-gatal pada hidung, rinore, bersin), pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya, identifikasi faktor predisposisi, respon terhadap pengobatan, kondisi lingkungan dan pekerjaan. Karena rhinitis alergi seringkali berhubungan dengan konjungtivitis alergi, maka adanya gatal pada mata dan lakrimasi mendukung diagnosis rinitis alergi. Riwayat keluarga merupakan petunjuk yang cukup penting dalam menegakkan diagnosis pada anak. b.

Pemeriksaan Fisik Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner, yaitu bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Selain itu, dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh punggung tangan (allergic salute). Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah, berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak. Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala hidung tersumbat. Selain itu, dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media. c.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan sitologi hidung tidak memastikan diagnosis, tetapi berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak (5 sel/lapang pandang) menunjukkan kemungkinan alergi. Hitung jenis eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Pemeriksaan IgE total seringkali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu penyakit. Lebih bermakna adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan cara RAST (Radioimmuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Test). Uji kulit alergen penyebab dapat dicari secara invivo. Ada dua macam tes kulit yaitu tes kulit epidermal dan tes kulit intradermal. Tes epidermal berupa tes kulit gores (scratch) dengan menggunakan alat penggores dan tes kulit tusuk (skin prick test). Tes intradermal yaitu tes dengan pengenceran tunggal (single dilution) dan pengenceran ganda (Skin Endpoint Titration – SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi. Selain dapat mengetahui alergen penyebab, juga dapat menentukan derajat alergi serta dosis inisial untuk imunoterapi. Selain itu, dapat pula dilakukan tes provokasi hidung dengan memberikan alergen langsung ke mukosa hidung. Untuk alergi makanan, dapat pula dilakukan diet eliminasi dan provokasi atau Intracutaneous Provocative Food Test (IPFT). Diagnosis banding dari rhinitis alergika yang harus diperhatikan, adalah :  Rhinitis vasomotorik  Rhinitis bakterial  Rhinitis virus Terapi 1. Pengobatan yang paling baik adalah menghindari alergen. 2. Minum banyak cairan guna membantu mengencerkan sekret hidung sehingga lebih mudah untuk dikeluarkan atau dibuang. 3. Untuk meringankan nyeri atau demam dapat diberikan asetaminofen atau ibuprofen. 4. Pada penderita dengan riwayat alergi, dapat diberikan antihistamin 5. Menghirup uap atau kabut dari suatu vaporizer bisa membantu mengencerkan sekret dan mengurangi sesak di dada. 6. Mencuci rongga hidung dengan larutan garam isotonik bisa membantu mengeluarkan sekret yang kental

Respi | 14

7. Batuk merupakan satu-satunya cara untuk membuang sekret dan debris dari saluran pernafasan. Oleh karena itu sebaiknya batuk tidak perlu diobati, kecuali jika sangat mengganggu dan menyebabkan penderita susah tidur. Jika batuknya hebat, bisa diberikan obat anti batuk. Farmakologi : a.

Antihistamin Antihistamin yang dipakai adalah antagonis H1 yang bekerja inhibitor kompetitif pada reseptor H1 sel target. Merupakan lini pertama yang sering dipakai pada rhinitos alergi. Antihistamin terbagi menjadi 2 : generasi 1 dan generasi 2. Generasi 1 bersifat lipofilik sehingga bisa menembus sawar darah ota dan plasenta. Contohnya adalah difenhidramin, klorfeniramin, prometasin, siproheptadin, yang bisa diberikan secara topikal adalah azelastin. Antihistamin generasi 2 bersifat lipofobik sulit memembus sawar darah otak. Tidak punya efek kolinergik seperti pada generasi 1, non sedati dan antiadrenergik. Antihistamin secara oral diabsorpsi cepat untuk mengatasi gejala pada respon fase cepat seperti rinore, bersin, gatal tapi tidak efektif untuk mengatasi obstruksi hidung pada fase lambat. Antihistamin non sedatif terbagi menjadi 2 menurut keamanannya. Kelompok pertama adalah astemisol dan terfenadin. Dapat menyebabkan aritmia ventrikel, henti jantung dan kematian mendadak. Kelompok kedua adalah loratadin, setirisin, fexofenadin, desloratadin, levosetirisin Farmakodinamik   

AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-macam otot polos; selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas/keadaan yang disertai penglepasan histamin endogen berlebihan Peninggian permeabilitas kapiler dan edema akibat histamin, dapat di hambat dengan efektif oleh AH1. AH1 dapat menghambat sekresi saliva dan sekresi kelenjar eksokrin lain akibat histamin

Farmakokinetik  Setelah pemberian oral atau parental, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya maksimal timbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam.  Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah.  Tempat utama Biotransformasi AH1 adalah hati, tetapi dapat juga pada paru-paru dan ginjal.  AH1 diekresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya. Indikasi  AH1 berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit alergi dan mencegah atau mengobati mabuk perjalanan.  Penyakit alergi. AH1 berguna untuk mengobati alergi tipe eksudatif akut misalnya pada polinosis dan urtikaria. Efeknya bersifat paliatif, membatasi dan menghambat efek histamin yang dilepaskan sewaktu reaksi alergenantibodi terjadi. AH1 dapat juga menghilangkan bersin,rinore, dan gatal pada mata,hidung dan tenggorokan pada pasien seasonal hay fever.  Mabuk perjalan dan keadaan lain. AH1 efektif untuk dua pertiga kasus vertigo,mual dan muntah. AH1 efektif sebagai antimuntah, pascabedah, mual dan muntah waktu hamil dan setelah radiasi. AH1 juga dapat digunakan untuk mengobati penyakit Meniere dan gangguan Vestibular lain. Efek samping  Efek yang paling sering ialah sedasi, yang justru menguntungkan pasien yang di rawat di RS atau pasien yang perlu banyak tidur.  Efek samping yang berhubungan dengan efek sentral AH1 ialah vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euforia, gelisah, insomia, dan tremor.

Respi | 15

 

Efek samping yang paling sering juga di temukan ialah nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi, atau diare; efek ini akan berkurang bila AH1 diberikan sewaktu makan. Efek samping lain yang mungkin timbul oleh AH1 ialah mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat dan lemah pada tangan

b. Preparat simpatomimetik  golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi antihistamin atau topikal. Pemakaian secara topikal hanya boleh beberapa hari karena bisa menyebabkan rhinistis medikamentosa. c.

Nasal dekongestan α agonis banyak digunakan sebagai dekongestan nasal pada pasien rinitis alergika atau rinitis vasomotor dan pada pasien ispa dengan rinitis akut. Obat ini menyebabkan venokontriksi dalam mukosa hidung melalui reseptor α1 sehingga mengurangi volume mukosa dan dengan demikian mengurangi penyumbatan hidung. Dalam praktek, dekongestan dapat digunakan secara sistemik (oral), yakni efedrin, fenil propanolamin dan pseudo-efedrin atau secara topikal dalam betuk tetes hidung maupun semprot hidung yakni fenileprin, efedrin dan semua derivat imidazolin. Dekongestan topikal terutama berguna untuk rinitis akut karena tempat kerjanya yang lebih selektif. Penggunaan dekongestan jenis ini hanya sedikit atau sama sekali tidak diabsorbsi secara sistemik. Penggunaan secara topikal lebih cepat dalam mengatasi penyumbatan hidung dibandingkan dengan penggunaan sistemik. Indikasinya per oral atau secara topikal. Eferdin oral sering menimbulkan efek sentral. Selain itu efek samping yang dapat ditimbulkan topical dekongestan antara lain rasa terbakar, bersin, dan kering pada mukosa hidung. Untuk itu penggunaan obat ini memerlukan konseling bagi pasien. Fenilpropanolamin obat ini harus digunakan secara hati2 pada pasien hipertensi dan pria dengan hipertrofi prostat . Pemberian dekongestan oral tidak dianjurkan untuk jangka panjang, terutama karena memepunyai efek samping stimulan SSP sehingga menyebabkan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Obat ini tidak boleh diberikan kepada penderita hipertensi, penyakit jantung, koroner, hipertiroid, dan hipertropi prostat. Dekongestan oral pada umumnya terdapat dalam bentuk kombinasi dengan antihistamin atau dengan obat lain seperti antipiretik dan antitusif yang dijual sebagai obat bebas. d. Kortikosteroid Kortikosteroid adalah obat antiinflamasi yang kuat. Penggunaan secara sistemik dapat dengan cepat mengatasi inflamasi yang akut sehingga dianjurkan hanya untuk penggunaan jangka pendek yakni pada gejala buntu hidung yang berat. Gejala buntu hidung merupakan gejala utama yang paling sering mengganggu penderita RA yang berat. Pada kondisi akut kortikosteroid oral diberikan dalam jangka pendek 7-14 hari dengan tapering off, tergantung dari respon pengobatan. Kortikosteroid meskipun mempunyai khasiat antiinflamasi yang tinggi, namun juga mempunyai efek sistemik yang tidak menguntungkan. Pemakaian intranasal akan memaksimalkan efek topikal pada mukosa hidung dan mengurangi efek sistematik. Beberapa kortikosteroid intranasal yang banyak digunakan adalah beklometason, flutikason, mometason, dan triamisolon. Keempat obat tersebut mempunyai efektifitas dan keamanan yang tidak berbeda. Obat yang biasa digunakan lainnya antara lain sodium kromolin, dan ipatropium bromida. Mekanisme kerja  Bekerja mempengaruhi kecepatan sintesis protein, molekul hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif, mensintesis protein yg sifatnya menghambat atau toksik terhadap sel limfoid, mempengaruhi metabolisme karbohidrat,protein,dan lemak,dan sebagai antiinflamasi kuat.  Pemberian glucocorticoid (eg, prednisone, dexamethasone) menghambat produksi mediator inflamasi, termasuk PAF, leukotrien, prostaglandin, histamin, dan bradikinin  Toksisitas berat dpt tjd pd penggunaan glukokortikoid dosis tinggi, jangka panjang  Kortikosteroid (nasal corticosteroid spray) paling efektif untuk rhinitis alergi.

Respi | 16

e. Antagonis Leukotrien Leukotrien adalah asam lemak tak jenuh yang mengandung karbon yang dilepaskan selama proses inflamasi. Leukotrien, prostaglandin dan tromboksan merupakan bagian dari grup asam lemak yang disebut eikosanoid. Senyawa ini diturunkan melalui aktivasi berbagi tipe sel oleh lipooksigenasi asam arakhidonat yang dibebaskan oleh fosfolipase A2 di membran perinuklear yang memisahkan nukleus dari sitoplasma. Asam arakhidonat sendiri merupakan substrat dari siklooksigenase yang aktivitasnya menghasilkan prostglandin dan tromboksan. Ada dua macam antileukotrien yakni inhibitor sintesis leukotrien dan antagonis reseptor leukotrien. Yang terbaru dapat satu inhibitor sintesis leukotrien dan tiga antagonis reseptor leukotrien, yakni CysLT1 dan CYsLT2. Yang pertama merupakan reseptor yang sensitif terhadap antagonis leukotrien yang dipakai pada pengobatan RA. Pada dasarnya antileukotrien bertujuan untuk menghambat kerja leukotrien sebagai mediator inflamasi yakni dengan cara memblokade reseptor leukotrien atau menghambat sintesis leukotrien. Dengan demikian diharapkan gejala akibat proses inflamasi pada RA maupun asma dapat ditekan. Tiga obat antileukotrien yang pernah dilaporkan penggunaannya yakni dua nataginis reseptor (zafirlukast dan montelukast), serta satu inhibitor lipooksigenase (zileuton). Laporan hasil penggunaan obat tersebut pada RA belum secara luas dipublikasikan sehingga efektifitasnya belum banyak diketahui. Tidakan operatif Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior), konkoplasti, inferior turbinoplasty perlu dipikirkan jika konka inferior hipertrofi berat dan tidak bisa dikecilkan dengan kauterisasi memakai AgNO 3 25% atau triklor asetat. Imunoterapi Tujuan : penurunan IgE dan pembentukan IgG blockin antibody. Yang umum digunakan adalah intradermal dan sublingual. Imunoterapi spesifik Imunoterapi spesifik efektif jika diberikan secara optimal. Imunoterapi subkutan masih menimbulkan pertentangan dalam efektifitas dan keamanan. Oleh karena itu, dianjurkan penggunaan dosis optimal vaksin yang diberi label dalam unit biologis atau dalam ukuran masa dari alergen utama. Dosis optimal untuk sebagian besar alergen utama adalah 5 sampai 20µ g. Imunoterapi subkutan harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan penderita harus dipantau selama 20 menit setelah pemberian subkutan. Indikasi imunoterapi spesifik subkutan:  Penderita yang tidak terkontrol baik dengan farmakoterapi konvensional  Penderita yang gejala-gejalanya tidak dapat dikontrol baik dengan antihistamin H1 dan farmakoterapi  Penderita yang tidak menginginkan farmakoterapi  Penderita dengan farmakoterapi yang menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan  Penderita yang tidak ingin menerima terapi farmakologis jangka panjang. Imunoterapi spesifik nasal dan sublingual dosis tinggi:  Imunoterapi spesifik oral dapat digunakan dengan dosis sekurang-kurangnya 50-100 kali lebih besar daripada yang digunakan untuk imunoterapi subkutan.  Pada penderita yang mempunyai efek samping atau menolak imunoterapi subkutan  Indikasinya mengikuti indikasi dari suntikan subkutan Pada anak-anak, imunoterapi spesifik adalah efektif. Namun tidak direkomendasikan untuk melakukan imunoterapi pada anak dibawah umur 5 tahun. Imunoterapi non-spesifik Imunoterapi non-spesifik menggunakan steroid topikal. Hasil akhir sama seperti pengobatan imunoterapi spesifik-alergen konvensional yaitu sama- sama mampu menekan reaksi inflamasi, namun ditinjau dari aspek biomolekuler terdapat mekanisme yang sangat berbeda.Glukokortikosteroid (GCSs) berikatan dengan reseptor GCS yang berada di dalam sitoplasma sel, kemudian menembus membran inti sel dan mempengaruhi DNA sehingga tidak membentuk mRNA. Akibat selanjutnya menghambat produksi sitokin pro-inflammatory.

Respi | 17

PENCEGAHAN Pada dasarnya penyakit alergi dapat dicegah dan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu: a. Pencegahan primer Untuk mencegah sensitisasi atau proses pengenalan dini terhadap alergen. Tindakan pertama adalah mengidentifikasi bayi yang mempunyai risiko atopi. Pada ibu hamil diberikan diet restriksi (tanpa susu, ikan laut, dan kacang) mulai trimester 3 dan selama menyusui, dan bayi mendapat ASI eksklusif selama 5-6 bulan. Selain itu kontrol lingkungan dilakukan untuk mencegah pajanan terhadap alergen dan polutan. b. Pencegahan sekunder Untuk mencegah manifestasi klinis alergi pada anak berupa asma dan pilek alergi yang sudah tersensitisasi dengan gejala alergi tahap awal berupaalergi makanan dan kulit. Tindakan yang dilakukan dengan penghindaran terhadap pajanan alergen inhalan dan makanan yang dapat diketahui dengan uji kulit. c. Pencegahan tersier Untuk mengurangi gejala klinis dan derajat beratnya penyakitalergi dengan penghindaran alergen dan pengobatan. KOMPLIKASI 1. Polip hidung, asma, sinusitis paranasal, otitis media efusif yang sering residif terutama pada anak-anak. Sinusitis kronis (tersering) 2. Poliposis nasal 3. Sinusitis dengan trias asma (asma, sinusitis dengan poliposis nasal dan sensitive terhadap aspirin) 4. Asma Bronkhial 5. Obstruksi tuba Eustachian dan efusi telingah bagian tengah 6. Hipertyopi tonsil dan adenoid 7. Gangguan kognitif PROGNOSIS Banyak gejala rinitis alergi dapat dengan mudah diobati. Ada kesan klinis bahwa gejala rhinitis alergika dapat berkurang dengan bertambahnya usia. Sementara penderita polip hidung akan tetap mengalami kekambuhan meskipun telah mendapat terapi bedah maupun obat. Pada beberapa kasus (khususnya pada anak-anak), orang mungkin memperoleh alergi seiring dengan sistem imun yang menjadi kurang sensitif pada alergen.

Istinsyaq Pengaruh Wudhu Bagi Kesehatan Wudhu memang memiliki peranan yang besar bagi kehidupan seorang muslim. Karena wudhu akan menjadi selalu sadar dan enegrik dalam hidup kita. Tidak diragukan lagi manfaatnya sangat besar bagi kesehatan secara uum. Berikut keajaibaan wudhu bagi kesehatan antara lain: 1. Berkumur-kumur, penelitian modern menetapkan berkumur-kumur dapat menjaga mulut dan tenggorakan dari peradangan dan menjaganya dari terjadinya peradangan gusi. Hal ini karena berkumurkumur berfungsi memelihara gigi dan membersihkannya dari sisa-sisa makanan yang masih menempel. manfaat lain yang sangat penting adalah ia dapat menguatkan sebagian urat wjaah dan menjaga kebersihannya. Ini merupakan suatu latihan penting yang telah dikenalkan oleh para pakar pendidikan olahraga. 2. Membasuh hidung, sebuah penelitian yang dilakukan kelompok dokter di universitas Alexendria

Respi | 18

yang menetapkan pada umumnya, orang-orang yang berwudhu secara terus menerus hidungnya bersih dari debu, kuman, dan bakteri. 3. Membasuh wajah dan kedua tangan hingga kedua siku memiliki manfaat yang sangat besar dalam menghilangkan keringat dari permukaan kulit, Air wudhu juga berfungsi membersihkan kulit dari kandungan minyak yang tertahan di kelenjar kulit. 4. Membasuh kedua kaki seraya memijat-mijat dengan baik akan menciptakan perasaaan tenang dan nyaman, karena dikakilah terletak semua urat yang berhubungan dengan seluruh anggota badan. Manfaat Wudhu Rasul SAW pernah bersabda, "Sempurnakan wudhu, lakukan istinsyaq (memasukkan air ke hidung), kecuali jika kamu berpuasa." Selain itu, wudhu juga memiliki beberapa manfaat lain 1. Sarana pembentukan karakter dan melatih kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual. 2. Terapi alami yang terbukti secara ilmiah untuk menjaga kesehatan tubuh dan mencegah berbagai macam penyakit. 3. Membasuh wajah akan memberi efek positif pada usus, ginjal, sistem saraf, dan sistem reproduksi. 4. Membasuh kaki akan memberikan efek positif pada kelenjar pituitary otak yang bertugas mengatur fungsifungsi kelenjar endokrin (kelenjar yang bertugas mengatur pengeluaran hormon). 5. Membasuh telinga dan memijat bagian-bagiannya dapat menurunkan tekanan darah dan mengurangi rasa sakit. 6. Dapat mencegah penyakit kanker kulit, yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia yang setiap hari menempel dan terserap oleh kulit. 7. Membasuh wajah dapat meremajakan sel-sel kulit wajah dan membantu mencegah munculnya keriput. 8. Meremajakan selaput lendir yang memiliki peran penting bagi pertahanan tubuh. 9. Menjadikan seorang muslim selalu tersadar, bersemangat dan bersinar. 10. Wudhu dapat melindungi anda dari pengaruh guna2 atau pengaruh setan sehingga anda terhindar dari kejahatan gaib seperti guna-guna,santet,teluh,pelet,hipnotis,dsb Dalam tidur Sebagaimana hadits Rasulullah Muhammad saw yang artinya: “Berbaringlah di atas rusuk sebelah kananmu.” (HR. Al-Bukhari no. 247 dan Muslim no. 2710) Berdasarkan tinjauan anatomis dan fisiologis manfaat tidur miring kesebelah kanan adalah :  Mengistirahatkan otak sebelah kiri Dengan tidur pada posisi sebelah kanan, maka otak bagian kiri yang mempersarafi segala aktiftas organ tubuh bagian kanan akan terhindar dari bahaya yang timbul akibat sirkulasi yang melambat saat tidur/diam. Bahaya tersebut meliputi pengendapan bekuan darah, lemak , asam sisa oksidasi, dan peningkatan kecepatan atherosclerosis atau penyempitan pembuluh darah. Sehingga jika seseorang beresiko terkena stroke, maka yang beresiko adalah otak bagian kanan, dengan akibat kelumpuhan pada sebelah kiri (bagian yang tidak dominan).  Mengurangi beban jantung Posisi tidur kesebelah kanan yang rata memungkinkan cairan tubuh (darah) terdistribusi merata dan terkonsentrasi di sebelah kanan (bawah). Hal ini akan menyebabkan beban aliran darah yang masuk dan keluar jantung lebih rendah. Dampak posisi ini adalah denyut jantung menjadi lebih lambat, tekanan darah juga akan menurun.  Mengistirahatkan lambung Jika seorang tidur kesebelah kiri maka proses pengeluaran chime (makanan yang telah dicerna oleh lambung dan bercampur asam lambung) akan sedikit terganggu, hal ini akan memperlambat proses pengosongan lambung. Sehingga meningkatkan akumulasi asam yang akan menyebabkan erosi dinding lambung. Posisi ini juga akan menyebabkan cairan usus yang bersifat basa bias masuk balik menuju lambung dengan akibat erosi dinding lambung dekat pylorus.  Meningkatkan waktu penyerapan gizi Saat tidur pergerakan usus menigkat. Dengan posisi sebelah kanan, maka perjalanan makanan yang telah tercerna dan siap di serap akan menjadi lebih lama, hal ini disebabkan posisi usus halus hingga usus besar ada dibawah.

Respi | 19

Lihat lebih banyak...

Comentarios

Copyright © 2017 DATOSPDF Inc.