Proposal Penelitian

September 16, 2017 | Autor: Tira Septiana Sejati | Categoría: Pendidikan Matematika, Proposal, Proposal Skripsi, PENELITIAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
Share Embed


Descripción







34

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN SAVI
(SOMATIS, AUDITORI, VISUAL, DAN INTELEKTUAL)
DAN PENDEKATAN KONVENSIONAL
DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA

PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat penilaian pada mata kuliah
Statistika Matematika

Di susun oleh:
Tira Septiana Sejati NPM: 1241172105108
Kelas D Semester 5 (lima)

Dosen Pengampu:
Ir. Budi Hari Priyanto, S.Si., M.Si.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SINGAPERBANGSA KARAWANG
2014
KATA PENGANTAR


Alhamdulillahirobil'alamin, puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul "Perbandingan Efektifitas Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan SAVI (Somatis, Auditori, Visual, dan Intelektual) dan Pendekatan Konvensional Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa."
Saya menyadari bahwa dalam penulisan proposal penelitian ini tidak lepas dari bimbingan, arahan dan bantuan serta motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada:
Ir. Hari Budi Priyanto, S.Si., M.Si. selaku dosen pengampu mata kuliah Statistika Matematika, yang telah membimbing kami dalam penyusunan proposal penelitian ini.
Teman-teman kelas 5D, yang telah memberikan dukungan dan bantuan terhadap kami dalam proses penyusunan proposal penelitian ini.
Semua pihak yang telah memberikan motivasi, membantu pelaksanaan penelitian serta penyempurnaan proposal penelitian baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Saya menyadari bahwa karya ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki karya-karya berikutnya. Semoga karya ini bermanfaat bagi semua pihak.


Karawang, Desember 2014



Penyusun
DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah 4
Identifikasi Masalah 8
Batasan Masalah 8
Rumusan Masalah 8
Tujuan Penelitian 9
Manfaat Penelitian 9
KAJIAN PUSTAKA
Hakikat Belajar Matematika 11
Hakikat Motivasi Belajar 13
Pendekatan SAVI (Somatis, Auditori, Visual, dan Intelektual) 16
Pendekatan Konvensional 23
Materi Bangun Ruang Kubus dan Balok 24
Hipotesis Penelitian 24
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian 24
Populasi dan Sampel Penelitian 25
Teknik Pengumpulan Data 26
Variabel Penelitian 27
Uji Coba Instrumen 27
Teknik Analisis Data 30
DAFTAR PUSTAKA 35

BAB I
PENDAHULUAN


Latar Belakang Masalah
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia tahun 1945 telah disebutkan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan oleh sebab itu setiap Warga Negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama dan gender. Pemerataan dan mutu pendidikan akan memberikan seseorang keterampilan hidup (life skill) sehingga seseorang mampu mengatasi masalah diri dan lingkungannya, mendorong tegaknya masyarakat madani, dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila, sebagaimana diamanatkan dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa tujuan dari Pendidikan Nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan tujuan dari Pendidikan Nasional sebagaimana yang telah disebutkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah dengan meningkatkan kualitas dari pendidikan nasional. Pendidikan merupakan upaya untuk membentuk sumber daya manusia yang dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Selain itu melalui pendidikan akan dibentuk manusia yang berakal dan berilmu yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari–hari.
Matematika merupakan subyek yang sangat penting dalam sistem pendidikan di seluruh dunia. Negara yang mengabaikan pendidikan matematika sebagai prioritas utama akan tertinggal dari kemajuan segala bidang (terutama sains dan teknologi), dibanding dengan negara lainnya yang memberikan tempat bagi matematika sebagai subyek yang sangat penting (Moch. Mashkur, Ag, 2008: 41).
Meskipun pada kenyataannya di Indonesia pendidikan matematika juga merupakan prioritas utama karena termasuk mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Akhir Nasional, tetapi pada sebuah pemeringkatan yang dilakukan tiga tahun sekali Programme for Internasional Student Assesment (PISA) terakhir, membuktikan dan menjelaskan bahwa Indeks Matematika siswa Republik Indonesia Terendah di Dunia. Tepatnya kemampuan literasi matematika siswa Indonesia menempati peringkat ke-61 dari 65 Negara peserta pemeringkatan (http://kampus.okezone.com/ diakses pada tanggal 7 januari 2015). Guru besar University of Hong Kong menyebutkan lemahnya kurikulum di Indonesia, kurang terlatihnya guru-guru di Indonesia dan sekolah adalah penyebab utama peringkat literasi Matematika siswa Indonesia berada di urutan bawah.
Menanggapi hal tersebut, jika meninjau kurikulum pendidikan matematika di Tanah Air, memang belum menekankan pada pemecahan masalah, melainkan hanya pada hal-hal prosedural. Siswa dilatih menghafal rumus, tetapi kurang menguasai penerapannya dalam pemecahan masalah. Saat ini banyak guru yang telah disertifikasi dan mengikuti beberapa pelatihan akan tetapi aplikasi hasil pelatihan tersebut dikelas masih kurang. Hal ini dapat dilihat dari banyak fakta yang muncul dari kegiatan pendidikan di sekolah, seperti saat proses belajar mengajar berlangsung kebanyakan guru lebih bersifat pasif dan dalam mengajarkan matematika kepada siswa, guru masih menggunakan paradigma pembelajaran lama, komunikasi dalam pembelajaran matematika cenderung berlangsung satu arah yang umumnya dari guru ke siswa. Guru lebih mendominasi pembelajaran yang menyebabkan pembelajaran cenderung monoton sehingga siswa tidak bisa memahami materi yang diajarkan. Hal ini membuat tidak adanya dorongan dari dalam diri siswa sendiri maupun dorongan dari luar dirisiswa tersebut dalam belajar matematika. Padahal dalam mempelajari matematika diperlukan dorongan yang kuat. Dorongan ini lazim disebut dengan motivasi.
Menurut Echole (dalam Usman, 2002) motivasi berasal dari kata "motif" yang artinya sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Seseorang yang mempunyai motivasi tinggi akan melakukan sesuatu dengan penuh semangat, terarah dan penuh rasa percaya diri. Hal ini berlaku juga pada kegiatan belajar matematika. Siswa yang mempunyai motivasi belajar yang tinggi akan lebih bersemangat dalam kegiatan belajarnya dan bersungguh-sungguh dalam belajar.
Selanjutnya menurut Hudojo (2003) salah satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar matematika adalah meliputi: kemampuan, kesiapan, minat, motivasi, serta kondisi siswa pada saat mengikuti kegiatan belajar matematika. Dari pendapat tersebut salah satu faktor yang memengaruhi upaya peningkatan prestasi belajar siswa adalah motivasi siswa dalam belajar matematika. Siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi dapat dilihat dari hasil belajarnya. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Suprijono (2009) yaitu beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain latar belakang keluarga, kondisi atau konteks sekolah dan motivasi belajar. Faktor motivasi belajar merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya. Motivasi sebagai keseluruhan daya penggerak yang ada dalam diri siswa mampu menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki siswa dapat tercapai.
Untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dapat dilakukan dengan menekankan pada proses pembelajarannya. Dalam belajar matematika diperlukan sebuah model pembelajaran yang tepat. Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat menjadikan siswa mencapai prestasi belajar yang tinggi dan dapat mengembangkan potensi yang tersimpan dalam dirinya, sehingga mereka akan lebih termotivasi untuk belajar matematika dan tidak menganggap matematika sebagai pelajaran yangsulit bahkan menganggap bahwa pelajaran matematika merupakan pelajaran yang menyenangkan.
Pembelajaran secara konvensional sekarang ini sudah tidak cocok lagi karena didalam metode ini, guru hanya mentransfer ilmu kepada anak didik dan sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dan siswa dalam interaksi edukatif. Metode ini lebih banyak menuntut keaktifan guru dari pada siswa. Penggunaan metode pembelajaran yang monoton (konvensional), dimungkinkan siswa akan mengantuk dan perhatiannya kurang karena membosankan. Model pembelajaran harus bisa mengubah gaya belajar siswa dari siswa yang belajar pasif menjadi aktif dalam mengkonstruksikan konsep. Model pembelajaran yang tepat membuat matematika lebih berarti, masuk akal, menantang, menyenangkan dan cocok untuk siswa.
Oleh karena itu guru mampu menawarkan metode dalam mengajar yang lebih efektif yang dapat membangkitkan perhatian siswa sehingga siswa menjadi aktif dan termotivasi untuk belajar, serta harus diimbangi dengan kemampuan guru dalam menguasai metode tersebut. Salah satu model pembelajaran yang diduga mampu membuat suasana pembelajaran yang menarik dan memotivasi siswa ketika siswa mempelajari materi adalah melalui pendekatan "SAVI" (Somatis, Auditori, Visual, Intelektual). Unsur-unsur pendekatan SAVI adalah (Meier, 2002:91-92):
Somatis (S) : Belajar dengan bergerak dan berbuat.
Auditori (A) : Belajar dengan berbicara dan mendengar.
Visual (V) : Belajar dengan mengamati dan menggambarkan.
Intelektual (I) : Belajar dengan memecahkan masalah dan merenung.
Pembelajaran matematika dengan pendekatan SAVI bisa optimal jika keempat unsur SAVI ada dalam satu peristiwa pembelajaran matematika. Misalnya, siswa akan belajar sedikit tentang matematika dengan menyaksikan presentasi (V), tetapi mereka dapat belajar lebih banyak jika mereka dapat melakukan sesuatu (S), membicarakan atau mendiskusikan apa yang mereka pelajari (A), serta memikirkan dan mengambil kesimpulan atau informasi yang mereka peroleh untuk diterapkan dalam menyelesaikan soal-soal (I). Atau, siswa dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam mengemukakan ide (I), jika mereka secara simultan menggerakan sesuatu (S) untuk menghasilkan pictogram, diagram, grafik dan lain sebagainya (V) sambil mendiskusikan atau membicarakan apa yang sedang mereka kerjakan (A). (Meier, 2002:100)
Dari uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut guna mengetahui seberapa besar efektivitas pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan SAVI dan pendekatan konvensional terhadap capaian motivasi belajar siswa, adakah perbedaan efektivitas antara pembelajaran dengan menggunakan pendekatan SAVI dengan pendekatan konvensional berdasarkan aspek motivasi belajar siswa, serta manakah yang lebih efektif, pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan SAVI ataukah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional yang lebih efektif jika dilihat dari motivasi belajar siswa. Untuk itulah perlu dilaksanakan laporan penelitian dengan judul "Perbandingan Efektifitas Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan SAVI (Somatis, Auditori, Visual, dan Intelektual) dan Pendekatan Konvensional Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa."

Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
Motivasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika masih relatif rendah.
Pembelajaran matematika masih menerapkan pendekatan konvensional.
Kurangnya keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran matematika.
Interaksi dalam proses pembelajaran masih bersifat satu arah.
Adanya kecenderungan guru dalam mendorong siswa menguasai materi pelajaran dengan metode hafalan.
Guru belum menerapkan pendekatan pembelajaran SAVI pada pembelajaran
matematika.

Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka pendekatan pembelajaran yang digunakan dibatasi pada konvensional dan SAVI. Penelitian dilakukan di Kelas VIII SMP Negeri 5 Karawang Barat. Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui apakah dengan menggunakan pendekatan SAVI dan pendekatan konvensional merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingakat motivasi belajar siswa. Data yang diteliti adalah data prestasi belajar matematika siswa yang diperoleh dari hasil pretes dan postes. Fokus bahasan yang akan dibahas peneliti dibatasi pada materi kubus dan balok.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah, maka penulis kemukakan rumusan masalah sebagai berikut:
Apakah pendekatan SAVI efektif digunakan dalam pembelajaran matematika materi kubus dan balok apabila ditinjau dari motivasi belajar siswa?
Apakah pendekatan konvensional efektif digunakan dalam pembelajaran matematika materi kubus dan balok apabila ditinjau dari motivasi belajar siswa?
Manakah yang lebih efektif, pembelajaran matematika dengan pendekatan SAVI atau pembelajaran dengan pendekatan konvensional bila ditinjau dari motivasi belajar siswa?

Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui apakah pendekatan SAVI efektif digunakan dalam pembelajaran matematika materi kubus dan balok apabila ditinjau dari motivasi belajar siswa.
Untuk mengetahui apakah pendekatan konvensional efektif digunakan dalam pembelajaran matematika materi kubus dan balok apabila ditinjau dari motivasi belajar siswa.
Untuk mengetahui manakah yang lebih efektif, pembelajaran matematika dengan pendekatan SAVI atau pembelajaran dengan pendekatan konvensional bila ditinjau dari motivasi belajar siswa.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat untuk:
Guru
Membantu guru matematika dalam usaha mencari bentuk pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
Menjadi referensi ilmiah bagi guru dan untuk memotivasi guru untuk meneliti pada pokok bahasan yang lain.
Siswa
Siswa agar dapat belajar dengan pendekatan SAVI sehingga mereka lebih mampu menguasai materi matematika dengan lebih baik.
Meningkatkan kreatifitas belajar siswa, kerjasama dan tanggung jawab, sehingga pembelajaran menjadi lebih berkualitas.
Mengoptimalkan kemampuan berfikir pada siswa.
Meningkatkan motivasi belajar siswa.
Peneliti
Untuk mengetahui efektivitas pembelajaran matematika dengan penggunaan pendekatan SAVI dan pendekatan Konvensional.
Untuk mendapatkan gambaran hasil motivasi belajar siswa dengan penggunaan pendekatan SAVI dan pendekatan Konvensional.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA


Hakikat Belajar Matematika
Pengertian Belajar
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, kegemaran, dan sikap seseorang terbentuk, dimodifikasi, dan berkembang disebabkan oleh belajar. Karena itu seseorang dikatakan belajar bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan perubahan tingkah laku (Herman Hudojo, 1988: 1). Tanpa adanya suatu usaha, walaupun terjadi perubahan tingkah laku, bukanlah belajar. Kegiatan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu merupakan proses belajar, sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri merupakan hasil belajar. Dengan demikian belajar akan menyangkut proses belajar dan hasil belajar.
Menurut Slameto (2010: 2), belajar adalah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Selain itu Cronbach (Abd. Rachman Abror, 1993: 66) menyatakan: "Learning is shown by a change in behavior as a result of experience". Jadi, belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami. Dalam mengalami itu si pelajar menggunakan panca indranya.
Gagne (Abd. Rachman Abror, 1993: 67) menambahkan: "Learning is a change in human disposition or capacity which persists over a period of time and which is not simply ascribable to processes of growth". Belajar merupakan perubahan tingkah laku yang berkelanjutan, yang keadaanya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa.
Kaffa dan Kohler menyatakan bahwa belajar akan lebih berhasil bila didukung dengan minat, keinginan, dan tujuan siswa. Hal itu terjadi bila belajar berhubungan dengan apa yang diperlukan siswa dalam kehidupan sehari-hari (Slameto, 2010: 10).
Dari beberapa pengertian belajar di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah usaha sadar atau disengaja yang dilakukan seseorang untuk mencapai perubahan tingkah laku. Proses belajar tersebut akan lebih berhasil jika disertai dengan minat, keinginan, dan tujuan yang hendak dicapai.

Pengertian Matematika
Pengertian matematika dalam Kamus Bahasa Indonesia (2008: 927) oleh tim penyusun Kamus Pusat Bahasa adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah bilangan.
Menurut James & James (Erman Suherman, 2001: 18), matematika adalah ilmu logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Sedangkan menurut Herman Hudojo (1988: 3), matematika berkenaan dengan ide-ide (gagasangagasan), struktur-struktur dan hubungan-hubungannya yang diatur secara logik sehingga matematika itu berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Suatu kebenaran matematika dikembangkan berdasarkan alasan logik dengan menggunakan pembuktian deduktif.

Proses Belajar Matematika
Proses pembelajaran pada dasarnya adalah interaksi atau hubungan antara siswa dengan guru dan antarsiswa dalam proses pembelajaran (Roestiyah, 1994: 43). Interaksi dalam proses pembelajaran mempunyai arti luas, tidak sekedar hubungan antara guru dengan siswa tetapi juga interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya menyampaikan pesan berupa mata pelajaran, melainkan juga nilai dan sikap pada diri siswa yang sedang belajar. Proses pembelajaran matematika merupakan kegiatan yang mengandung serangkaian persiapan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses belajar mengajar terdapat satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara guru yang mengajar dengan siswa yang belajar.
Menurut Herman Hudojo (1988: 4), seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang itu. Karena itu untuk mempelajari suatu materi matematika yang baru, pengalaman yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar materi matematika tersebut.
Dalam hal pembelajaran matematika, perlu diketahui karakteristik matematika. Dengan mengetahui karakteristik matematika, maka seharusnya dapat pula diketahui bagaimana belajar dan mengajar matematika. Karakteristik matematika yang dimaksud adalah objek matematika bersifat abstrak, materi matematika disusun secara hirarkis, dan cara penalaran matematika adalah deduktif.
Objek matematika bersifat abstrak, sehingga belajar matematika memerlukan daya nalar yang tinggi. Demikian pula dalam mengajar matematika guru harus mampu mengabstraksikan objek-objek matematika dengan baik sehingga siswa dapat memahami objek matematika yang diajarkan. Herman Hudojo (1988: 3) menyatakan bahwa belajar matematika merupakan kegiatan mental yang tinggi, sehingga dalam mengajar matematika guru harus mampu memberikan penjelasan dengan baik sehingga konsep-konsep matematika yang abstrak dapat dipahami siswa.

Hakikat Motivasi Belajar
Motivasi
Motivasi adalah "pendorongan" yaitu suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai suatu hasil atau tujuan tertentu (Purwanto, 2006: 71). Menurut Hamalik (2001) motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Menurut Echole (dalam Usman, 2002: 24) Motivasi berasal dari kata "motif" yang artinya sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Menurut McDonald (dalam Hamalik, 2001), "Motivation is a energy change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal reactions." Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mengantisipasi tercapainya tujuan.

Motivasi Belajar
Motivasi belajar menurut Sardiman (2007) adalah keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan-kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Jadi dapat disimpulkan motivasi belajar adalah daya penggerak di dalam dirisiswa yang menimbulkan kegiatan belajar.
Ada beberapa ciri orang yang memiliki motivasi belajar, seperti yang dikemukakan oleh Sardiman (2006: 83) yaitu:
Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).
Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putusasa). Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya).
Senang mencari dan memecahkan bermacam-macam masalah (Cepat bosan pada hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif).
Lebih senang bekerja mandiri.
Dapat mempertahankan pendapatnya (Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu kalau sudah yakin akan sesuatu).
Menurut Uno (2006:23) indikator motivasi belajar tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Adanya hasrat dan keinginan berhasil.
Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar.
Adanya harapan dan cita-cita masa depan.
Adanya penghargaan dalam belajar.
Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar.
Adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan memancing siswa dapat belajar dengan baik.
Selain itu, Sadirman (2007: 80) mengatakan bahwa siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut:
Tertarik pada guru, artinya tidak bersikap acuh tak acuh.
Tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan.
Memiliki antusiasme yang tinggi serta mengendalikan perhatian dan energinya kepada kegiatan belajar.
Ingin selalu tergabung dengan kelompok kelas.
Ingin identitas diri diakui oleh orang lain.
Selalu mengingat dan mempelajari materi pelajaran di rumah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi jika:
Berminat dan memiliki rasa keingintahuan terhadap pelajaran (dilihat dari angket motivasi belajar siswa). Adapun rincian dari indikator ini adalah:
Siswa memperhatikan ketika guru menjelaskan materi.
Siswa senang mencari sumber referensi lain tentang mata pelajaran yang diajarkan.
Memberikan perhatian penuh terhadap pelajaran (dilihat dari angket motivasi belajar siswa). Adapun rincian dari indikator ini adalah:
Siswa tidak bergurau sendiri dengan teman-teman ketika pelajaran berlangsung.
Siswa mencatat apa yang dituliskan guru di papan tulis.
Terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran (dilihat dari lembar observasi motivasi belajar siswa). Adapun rincian dari indikator ini adalah:
Siswa memperhatikan ketika guru menjelaskan materi.
Siswa bertanya kepada guru apabila mengalami kesulitan dalam memahami materi yang diajarkan.
Siswa menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh guru.
Tergabung dengan kelompok kelas (dilihat dari lembar observasi motivasi belajar siswa). Adapun rincian dari indikator ini adalah:
Siswa berdiskusi dengan teman saat bekerja dalam kelompok belajar.
Siswa menyampaikan pendapat saat berdiskusi kelompok.
Siswa membantu teman yang belum memahami materi ketika diskusi kelompok.
Terdorong untuk menyelesaikan tugas (dilihat dari angket motivasi belajar siswa). Adapun rincian dari indikator ini adalah:
Siswa tidak terlambat dalam mengerjakan dan mengumpulkan tugas.
Siswa menyelesaikan tugas-tugas pada mata pelajaran matematika dengan sebaik-baiknya.
Siswa mengerjakan semua tugas yangdiberikan oleh guru.
Senang memecahkan masalah (dilihat dari angket motivasi belajar siswa). Adapun rincian dari indikator ini adalah:
Siswa suka mencari permasalahan untuk dipecahkan.
Siswa senang mengaitkan materi yang diajarkan dengan masalah kehidupan sehari-hari.
Siswa senang jika mendapat tugas dari guru.
Siswa lebih suka dengan tugas-tugas yang menantangg.
Berusaha untuk mendalami bidang studi yang dipelajarinya (dilihat dari angket motivasi belajar siswa). Adapun rincian dari indikator ini adalah:
Siswa sering mengerjakan soal-soal latihan untuk memahami materi pelajaran matematika.
Siswa akan tetap semangat dalam belajar matematika walaupun mendapat nilai jelek.
Siswa selalu belajar di rumah setiap malam sebelum mendapat pelajaran disekolah.

Pendekatan SAVI (Somatis, Auditori, Visual, dan Intelektual)
Pendekatan SAVI (Somatis, Auditori, Visual, dan Intelektual) atau belajar dengan memanfaatkan alat indra merupakan teori yang dikemukakan oleh Dave Meier-Direktur Center for Accelerated Learning di Lake Geneva, Wisconsin (Rahmani Astuti, 2002: 90). Pendekatan SAVI merupakan inti dari Accelerated learning (AL) atau pembelajaran yang dipercepat. AL menjadikan belajar terasa manusiawi karena menempatkan siswa sebagai pusat sasaran. Pembelajaran SAVI sejalan dengan gerakan Accelerated Learning (AL), maka prinsipnya juga sejalan dengan AL. Menurut Dave Meier, beberapa prinsip pembelajaran SAVI adalah sebagai berikut (Rahmani Astuti, 2002: 54-55).
Belajar melibatkan seluruh pikiran dan tubuh. Belajar tidak hanya melibatkan otak tetapi juga melibatkan seluruh tubuh atau pikiran dengan segala emosi, indra, dan sarafnya.
Belajar adalah berkreasi, bukan mengkonsumsi. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang diserap oleh pembelajar, melainkan sesuatu yang diciptakan pembelajar.
Kerjasama membantu proses belajar. Semua usaha belajar yang baik mempunyai landasan sosial. Siswa biasanya belajar lebih banyak dengan berinteraksi dengan teman-teman daripada yang mereka pelajari dengan cara lain manapun.
Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan. Belajar bukan hanya menyerap satu hal kecil pada satu waktu linear melainkan menyerap hal banyak sekaligus.
Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri (dengan umpan balik). Belajar paling baik adalah belajar dengan konteks.
Emosi positif sangat membantu pelajaran. Perasaan menentukan kualitas dan kuantitas seseorang.
Otak citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis. Sistem saraf manusia lebih merupakan prosesor citra daripada prosesor kata.
Pendekatan SAVI menekankan belajar berdasarkan aktivitas, yaitu bergerak aktif secara fisik ketika sedang belajar dengan memanfaatkan indra sebanyak mungkin dan membuat seluruh tubuh/pikiran terlibat dalam proses belajar (Rahmani Astuti, 2002: 90-91). Dengan kata lain pendekatan SAVI melibatkan kelima indra dan emosi dalam proses belajar.
Istilah SAVI kependekan dari Somatik (S) yang bermakna gerakan tubuh (hands-on, aktivitas fisik), yaitu belajar dengan mengalami dan melakukan. Auditori (A) bermakna bahwa belajar dengan mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat, dan menanggapi. Visual (V) bermakna belajar menggunakan indra mata melalui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunakan media dan alat peraga. Intelektual (I) bermakna bahwa belajar menggunakan kemampuan berpikir (minds-on) belajar dengan konsentrasi pikiran dan berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan.
Menurut Meier (Rahmani Astuti, 2002: 100) belajar bisa optimal jika keempat unsur SAVI ada dalam satu peristiwa pembelajaran. Seorang siswa dapat belajar sedikit dengan menyaksikan presentasi, tetapi ia dapat belajar jauh lebih banyak jika dapat melakukan sesuatu ketika presentasi sedang berlangsung, membicarakan apa yang mereka pelajari, dan memikirkan cara menerapkan informasi dalam presentasi tersebut untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada.
De Porter (Ary Nilandari, 2002: 84-85) mengemukakan tiga modalitas belajar yang dimiliki seseorang. Ketiga modalitas tersebut adalah modalitas visual, modalitas auditori, dan modalitas kinestetik (somatis). Pelajar visual belajar melalui apa yang mereka lihat, pelajar auditori belajar melalui apa yang mereka dengar, dan pelajar kinestetik belajar lewat gerak dan sentuhan. Beberapa ciri-ciri yang mencerminkan gaya belajar tersebut menurut Rose (Dedy Ahimsa, 2002: 130-131) adalah sebagai berikut.
Pelajar visual senang menggambar diagram, gambar, dan grafik, serta menonton film. Mereka juga suka membaca kata tertulis, buku, poster berslogan, dan bahan belajar berupa teks tertulis yang jelas.
Pelajar auditori dengan mendengar informasi baru melalui penjelasan lisan, komentar, dan kaset audio. Mereka senang mendengar radio, musik, anakanak auditori menyukai cerita yang dibacakan dengan berbagai ekspresi.
Pelajar fisik (kinestetik) senang pembelajaran praktik supaya bisa langsung mencoba sendiri. Mereka suka berbuat saat belajar, misalnya: menggaris bawahi, mencorat-coret, dan menggambar.
Meier (Rahmani Astuti, 2002: 99) menambahkan satu lagi gaya belajar intelektual. Gaya belajar intelektual bercirikan sebagai pemikir. Pembelajar menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. "Intelektual" adalah bagian diri yang merenung, mencipta, memecahkan masalah, dan membangun makna. Itulah sarana yang digunakan pikiran untuk mengubah pengalaman menjadi pengetahuan, pengetahuan menjadi pemahaman, dan pemahaman menjadi kearifan.
Belajar Somatis
"Somatis" berasal dari bahasa Yunani yang berarti tubuh-soma. Menurut Meier (Rahmani Astuti, 2002: 92), belajar somatis berarti belajar dengan indra peraba, kinestetik, praktis-melibatkan fisik dan menggunakan serta menggerakkan tubuh sewaktu belajar. Namun, dalam pembelajaran di sekolah pada umumnya terdapat pemisahan antara tubuh dan pikiran, sehingga yang berlaku adalah "duduk manis, jangan bergerak, dan tutup mulut", karena beberapa guru di sekolah masih menggunakan paradigma lama yaitu belajar hanya melibatkan otak saja. Kini, pemisahan tubuh dan pikiran dalam belajar mengalami tantangan serius, karena penelitian neurologi menemukan bahwa "Pikiran tersebar di seluruh tubuh" atau pada intinya, tubuh adalah pikiran, dan pikiran adalah tubuh (Rahmani Astuti, 2002: 93). Jadi, dengan menghalangi pembelajar somatis menggunakan tubuh mereka sepenuhnya dalam belajar, berarti menghalangi fungsi pikiran mereka sepenuhnya.
Belajar Auditori
Menurut Meier (Rahmani Astuti, 2002: 93), pikiran auditori lebih kuat daripada yang kita sadari. Telinga terus menerus menangkap dan menyimpan informasi auditori, bahkan tanpa disadari. Ketika membuat suara sendiri dengan berbicara, beberapa area penting di otak menjadi aktif. Perancangan pembelajaran yang menarik bagi saluran auditori yang kuat dalam pikiran pembelajar dapat dilakukan dengan cara mengajak mereka membicarakan apa yang sedang mereka pelajari. Guru dapat menyuruh siswa menterjemahkan pengalaman mereka dengan suara, membaca dengan keras atau secara dramatis, ajak mereka berbicara saat mereka memecahkan masalah, membuat model, mengumpulkan informasi, membuat rencana kerja, menguasai ketrampilan, membuat tinjauan pengalaman belajar, atau menciptakan makna-makna pribadi bagi diri mereka sendiri.
Belajar Visual
Ketajaman visual, meskipun lebih menonjol pada sebagian orang, sangat kuat dalam diri setiap orang. Alasannya adalah bahwa di dalam otak terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indra yang lain (Meier, 2002: 97). Setiap orang (terutama pembelajar visual) lebih mudah belajar jika dapat melihat apa yang sedang dibicarakan. Pembelajar visual belajar paling baik jika mereka dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon, gambar, dan gambaran dari segala macam hal ketika sedang belajar. Kadang-kadang mereka dapat belajar lebih baik lagi jika mereka menciptakan peta gagasan, diagram, ikon, dan citra mereka sendiri dari hal yang sedang dipelajari. Teknik lain yang bisa dilakukan semua orang, terutama orang-orang dengan keterampilan visual yang kuat, adalah meminta mereka mengamati situasi dunia nyata lalu memikirkan serta membicarakan situasi itu, menggambarkan proses, prinsip, atau makna yang dicontohkan.
Belajar Intelektual
Intelektual menunjukkan apa yang dilakukan pembelajar dalam pikiran mereka secara internal ketika mereka menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Intelektual adalah bagian dari yang merenung, mencipta, memecahkan masalah, dan membangun makna. Intelektual adalah pencipta makna dalam pikiran; sarana yang digunakan manusia untuk berfikir, menyatukan pengalaman, menciptakan jaringan saraf baru, dan belajar (Rahmani Astuti, 2002: 99).
Di bawah ini adalah beberapa contoh menurut Meier (Rahmani Astuti, 2002: 94-100) mengenai bagaimana membuat aktivitas sesuai dengan cara belajar/gaya belajar siswa.
Gaya Belajar
Aktivitas Belajar

Somatis (S)
Orang dapat bergerak ketika mereka:
Membuat model dalam suatu proses atau prosedur.
Secara fisik menggerakan berbagai komponen dalam suatu proses atau sistem.
Menciptakan piktogram dan periferalnya.
Memeragakan suatu proses, sistem, atau seperangkat konsep.
Mendapatkan pengalaman lalu menceritakannya dan merefleksikannya.
Melengkapi suatu proyek yang memerlukan kegiatan fisik.
Menjalankan pelatihan belajar aktif (simulasi, permainan belajar dan lain-lain)
Melakukan kajian lapangan. Lalu tulis, gambar, dan bicarakan tentang apa yang dipelajari.
Mewawancarai orang-orang di luar kelas.
Dalam tim, menciptakan pelatihan pembelajaran aktif bagi seluruh kelas

Auditori (A)
Berikut ini gagasan-gagasan awal untuk meningkatkan
sarana auditori dalam belajar.
Ajaklah pembelajar membaca keras-keras materi dari buku panduan dan layar komputer.
Ceritakanlah kisah-kisah yang mengandung materi pembelajaran yang terkandung dalam buku pembelajaran yang dibaca mereka.
Mintalah pembelajar berpasang-pasangan memperbincangkan secara terperinci apa yang mereka baru saja mereka pelajari dan bagaimana mereka akan menerapkanya.
Mintalah pembelajar mempraktikkan suatu ketrampilan atau memperagakan suatu fungsi sambil mengucapkan secara singkat dan terperinci apa yang sedang mereka kerjakan.
Ajaklah pembelajar membuat sajak atau hafalan dari yang mereka pelajari.
Mintalah pembelajar berkelompok dan bicara non stop saat sedang menyusun pemecahan masalah atau membuat rencana jangka panjang.

Visual (V)
Hal-hal yang dapat dilakukan agar pembelajaran lebih visual adalah:
Bahasa yang penuh gambar (metafora, analogi)
Grafik presentasi yang hidup
Benda 3 dimensi
Bahasa tubuh yang dramatis
Cerita yang hidup
Kreasi piktrogram (oleh pembelajar)
Pengamatan lapangan
Dekorasi berwarna-warni
Ikon alat bantu kerja

Intelektual (I)
Aspek intelektual dalam belajar akan terlatih jika kita mengajak pembelajaran tersebut dalam aktivitas seperti:
Memecahkan masalah
Menganalisis pengalaman
Mengerjakan perencanaan strategis
Memilih gagasan kreatif
Mencari dan menyaring informasi
Merumuskan pertanyaan
Menciptakan model mental
Menerapkan gagasan baru pada pekerjaan
Menciptakan makna pribadi
Meramalkan implikasi suatu gagasan


Pendekatan Konvensional
Menurut R.Wallace pendekatan konvensional memandang bahwa proses pembelajaran yang dilakukan sebagaimana guru mengajarkan materi kepada siswanya. Pembelajarannya bersifat transfer ilmu, artinya guru mentransfer ilmu kepada siswanya, sedangkan siswa lebih banyak sebagai penerima.
Menurut R.Wallace (1992: 13) suatu pendekatan pembelajaran dikatakan suatu pendekatan yang konvensional bila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
Otoritas seorang guru lebih diutamakan, dan berperan sebagai contoh bagi murid-muridnya.
Perhatian terhadap masing-masing individu atau minat siswa kurang.
Pembelajaran lebih berorientasi terhadap persiapan akan masa depan bukan berorientasi pada peningkatan kompetensi siswa pada saat ini.
Penekanan pembelajaran adalah pada bagaimana pengetahuan dapat diserap oleh siswa dan penguasaan materilah yang menjadi tolok ukur keberhasilan pembelajaran bukan pengembangan potensi siswa.
Ujang Sukandi (2003) menerangkan bahwa pendekatan konvensional ditandai dengan guru lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah agar siswa tahu mengenai sesuatu, dan pada proses pembelajaran, siswa lebih banyak mendengarkan. Pembelajaran dengan pendekatan konvensional disampaikan dengan menggunakan metode ceramah, sehingga pendekatan ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain:
Dapat menyampaikan materi yang banyak dalam waktu singkat.
Dapat menonjolkan materi yang penting.
Lebih mudah dalam pengkondisian kelas.
Kondisi lebih sederhana.
Mampu membangkitkan minat akan informasi bagi siswa.
Bagi siswa yang memiliki kecenderungan belajar auditori, akan mampu meningkatkan efektivitas hasil belajarnya.
Lebih terfokus pada hasil belajar kognitif saja.
Materi Bangun Ruang Kubus dan Balok
Standar kompetensi bangun ruang dalam pembelajaran matematika kelas VIII SMP adalah memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya. Kompetensi dasarnya meliputi:
Mengidentifikasi sifat-sifat kubus, balok, prisma dan limas serta bagianbagiannya.
Membuat jaring-jaring kubus, balok, prisma, dan limas.
Menghitung luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma, dan limas.
Dalam penelitian ini hanya membahas tentang bangun ruang kubus dan balok.

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pendekatan SAVI efektif digunakan dalam pembelajaran matematika materi kubus dan balok apabila ditinjau dari motivasi belajar siswa.
Pendekatan konvensional efektif digunakan dalam pembelajaran matematika materi kubus dan balok apabila ditinjau dari motivasi belajar siswa.
Pembelajaran matematika dengan pendekatan SAVI lebih efektif daripada pembelajaran dengan pendekatan konvensional bila ditinjau dari motivasi belajar siswa.
BAB III
METODE PENELITIAN


Desain Penelitian
Penelitian yang telah dilakukan ini adalah merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen (Experimental Research) merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui/menilai suatu pengaruh dari suatu perlakuan/tindakan/treatment pendidikan terhadap perilaku siswa atau menguji hipotesis tentang ada tidaknya pengaruh tindakan itu bila dibandingkan dengan tindakan yang lain.
Desain penelitian eksperimen yang akan digunakan untuk meneliti masalah efisiensi pembelajaran matematika dengan menggunakan Pendekatan SAVI dan Pendekatan Konvensional pada Materi Kubus dan Balok ditinjau dari motivasi belajar siswa adalah Non Randomized Control Group Pretest-Posttest Design.
Non Randomized Control Group Pretest-Posttest Design merupakan desain penelitian eksperimental yang didasarkan pada hasil pretes dan postes serta pemilihan obyek penelitian yang diambil tidak secara acak. Karena adanya pretest, maka pada desain penelitian tingkat kesetaraan kelompok turut diperhitungkan. Pretest dalam desain penelitian ini juga dapat digunakan untuk pengontrolan secara statistik (statistical control) serta dapat digunakan untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap capaian skor (gain score).
Group
Pretest
Variabel Terikat
(Metode Belajar)
Posttest

Eksperimen
Y1
X
Y2

Kontrol
Y1
-
Y2

Keterangan:
Y1 = tes awal yang sama pada kedua kelas
Y2 = tes akhir yang sama pada kedua kelas
X = perlakuan menggunakan pendekatan SAVI
- = perlakuan menggunakan pendekatan konvensional
Berdasarkan desain penelitian diatas, kedua kelompok diberi tes awal (Pretest) dengan tes yang sama. Setelah diberi perlakuan yang berbeda, kedua kelompok di tes dengan tes yang sama sebagai akhir tes (Posttest). Hasil kedua tes terakhir dibandingkan (diuji perbedaannya), dengan demikian juga antara hasil tes awal dengan tes akhir pada masing-masing kelompok.
Alur penelitian secara singkat dapat dilihat pada bagan berikut:
Kelas EksperimenKelas KontrolPenelitianPretestPretestPembelajaran dengan pendekatan konvensionalPembelajaran dengan pendekatan SAVIPosttestPosttestHasil dan pembahasanLaporanKelas EksperimenKelas KontrolPenelitianPretestPretestPembelajaran dengan pendekatan konvensionalPembelajaran dengan pendekatan SAVIPosttestPosttestHasil dan pembahasanLaporan
Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
Penelitian
Pretest
Pretest
Pembelajaran dengan pendekatan konvensional
Pembelajaran dengan pendekatan SAVI
Posttest
Posttest
Hasil dan pembahasan
Laporan
Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
Penelitian
Pretest
Pretest
Pembelajaran dengan pendekatan konvensional
Pembelajaran dengan pendekatan SAVI
Posttest
Posttest
Hasil dan pembahasan
Laporan
Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elamen yang ada dalam wilayah penelitian, sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil yang diteliti (Suharsimi, 1989: 102-104).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik di Tingkat Sekolah Menengah Pertama SMP Negeri 5 Karawang Barat yang berjumlah 270 peserta didik. Sedangkan sampelnya adalah kelas VIII sebanyak dua (2) kelas. Kelas yang pertama adalah kelas kontrol dan kelas yang kedua adalah kelas eksperimen, masing-masing kelas berjumlah sebanyak 30 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling, yaitu dengan cara mengambil subjek berdasarkan atas adanya tujuan tertentu, tujuan tertentu tersebut ialah dua kelas yang memiliki motivasi belajar siswa terendah yang dilihat dari daftar nilai kelas.

Teknik Pengumpulan Data
Tes Kognitif (Tes Pengetahuan)
Tes kognitif ini berupa tes tertulis yang diberikan kepada peserta didik (responden) yang berbentuk tes objektif berjumlah 20 butir soal. Yang merupakan soal pretest dan posttest, yang bertujuan untuk mengetahui efektifitas motivasi belajar siswa.
Kuesioner (Angket)
Kuesioner adalah suatu teknik atau cara pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti secara tidak langsung bartanya jawab dengan responden). Instrumen atau alat pengumpulan datanya juga disebut angket berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab atau yang harus direspon oleh responden (Nana Sukmadinata, 2006: 219). Tujuan dari data angket dan kuesioner ini adalah sebagai bahan perbandingan antara pembelajaran yang menggunakan pendekatan SAVI dengan pembelajaran secara konvensional, sehingga peserta didik mempunyai pandangan tentang kedua metode tersebut.
Lembar Kegiatan Siswa
Lembar kegiata siswa digunakan untuk proses pembelajaran didalam kelas. Lembar kegiata siswa ini termasuk hal yang sangat penting didalam pendekatan SAVI. Tujuan dari lembar kegiatan siswa ini adalah untuk mengetahui pemahaman siswa setelah diberikan materi oleh guru.
Observasi
Observasi adalah cara menghimpun data yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencacatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan. Observasi sebagai alat evaluasi banyak digunakan untuk menilai tingkah laku individu atau proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati (Anas Susijino, 2009: 76). Lembar observasi ini bertujuan untuk mengetahui semua kegiata siswa dalam proses pembelajaran, apakah unsur-unsur pendekatan SAVI sudah sepenuhnya dijalankan oleh siswa atau belum.

Variabel Penelitian
Kerlinger dalam Sugiyono (2011: 63) menyatakan bahwa variabel adalah konstruk atau sifat yang akan dipelajari. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel terikat dan variabel bebas yang akan dijelaskan sebagai berikut.
Variabel Terikat (Variabel Dependen)
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono 2011: 64). Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu motivasi belajar siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Karawang Barat.
Variabel Bebas (Variabel Independen)
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab atau berubahnya variabel terikat (Sugiyono 2011: 64). Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu pembelajaran matematika materi kubus dan balok dengan menerapkan pendekatan pembelajaran SAVI dan konvensional.

Uji Coba Instrumen
Analisis uji coba soal tes objektif
Validitas
Suatu tes disebut valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang hendak dan seharusnya diukur, jadi validitas itu merupakan tingkat ketepatan tes tersebut dalam mengukur materi dan perilaku yang harus diukur (Mudjijo, 1995: 40).
Perhitungan validitas suatu soal dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Anas Sudijono, 2009: 181):
rxy= NXY-XYNX2-X2NY2-Y2
Keterangan:
rxy = koefisien antara variabel X dan variabel Y
N = jumlah siswa
X = skor tiap butir soal
Y = skor total
Kriteria Tingkat Validitas
0,80 – 1,00
Sangat tinggi

0,60 – 0,80
Tinggi

0,40 – 0,60
Cukup

0,20 – 0,40
Rendah

0,00 – 0,20
Sangat rendah


Reliabilitas
Reliabilitas suatu tes menunjukan atau merupakan sederajat ketetapan tes yang bersangkutan dalam mendapatkan data (skor) yang dicapai seseorang, apabila tes tersebut diberikan kepadanya pada suatu kesempatan yang berbeda atau dengan tes yang paralel (ekuivalen) pada waktu yang sama. Suatu tes yang reliabel ditandai oleh tingginya koefisien reliabilitas dan rendahnya standart error of measurement (Mudjijo, 1995: 53-55).
Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur reliabilitas adalah sebagai berikut (Suharsimi Arikunto, 1998: 193):
r11= kk-11-σb2σt2
r11 = reliabilitas instrumen
k = banyak butir pertanyaan atau soal
σb2 = jumlah varian butir
σt2 = varian total
Kriteria Tingkat Reliabilitas
0,80 – 1,00
Sangat tinggi

0,60 – 0,80
Tinggi

0,40 – 0,60
Cukup

0,20 – 0,40
Rendah

0,00 – 0,20
Sangat rendah


Uji Taraf Kesukaran
Indeks kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit.
Rumus untuk mencari indeks kesukaran adalah sebagai berikut (Suharsimi Arikunto, 2001: 100-101):
P=BJS
Keterangan:
P = indeks kesukaran
B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar
JS = jumlah peserta tes
Kelompok Tingkat Kesukaran
0,00 – 0,25
Sukar

0,26 – 0,75
Sedang

0,76 – 1,00
Mudah


Daya Pembeda Soal
Daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk membedakan antara siswa yang pandai atau berkemampuan tinggi dengna siswa yang bodoh atau berkemampuan rendah.
Rumus daya pembeda adalah sebagai berikut (Suharsimi Arikunto, 2001: 211):
D=PA-PB
Keterangan:
D = daya pembeda
PA = indeks kesukaran kelompok atas
PB = indeks kesukaran kelompok bawah
Klasifikasi Daya Pembeda
0,00 – 0,20
Buruk

0,20 – 0,40
Cukup

0,40 – 0,70
Baik

0,70 – 1,00
Baik sekali

< 0,00 (negatif)
Tidak baik (diabaikan)


Teknik Analisis Data
Sebelum menentukan teknik analisis data yang akan digunakan, terlebih dahulu memeriksa keabsahan sampel yaitu dengan menguji normalitas dan uji homogenitas, selanjutnya dilakukan uji hipotesis.
Pengelolaan dan analisis data menggunakan uji statistik dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Uji Prasyarat
Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengolah data adalah sebagai berikut.
Menentukan distribusi frekuensi dari data pretest dan posttest dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Mencari skor tertinggi (H) dan skor terendah (L), dan mengurutkan data dari skor terendah sampai ke skor tertinggi.
Mengurutkan rentang data (Range)
Range yang biasa dibeli lambang R adalah salah satu ukuran statistik yang menunjukan jarak penyebaran antara skor (nilai) terendah sampai ke skor (nilai) tertinggi. Dengan singkat dapat dirumuskan sebagai berikut:
R=H-L+1
Keterangan:
R = total Range
H = nilai tertinggi
L = nilai terendah
1 = bilangan konstan
Membuat tabel distribusi frekuensi
Menentukan Mean atau nilai rata-rata hitung, dengan rumus (Anas Sudijono, 2008: 85):
Mx=XN
Keterangan:
Mx = mean yang kita cari
X = jumlah dari skor (nilai-nilai) yang ada
N = banyaknya skor
Menentukan modus atau data (nilai) terbanyak. Modus dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Sudjana, 1996, 77):
M0=b+pb1b1+b2
Keterangan:
M0 = modus
b = batas bawah kelas modus
p = panjang interval
b1 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas interval dengan tanda kelas yang lebih kecil sebelum tanda kelas modus.
b2 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas interval dengan tanda kelas yang lebih besar sebelum tanda kelas modus.
Membandingkan hasil kedua kelompok dengan membandingkan Mean (kelompok kontrol dan kelompok eksperimen). Pengujian perbedaan mean dihitung dengan rumus t-test.
Membuat tabel distribusi frekuensi (kelompok kontrol dan kelompok eksperimen) dalam bentuk grafik poligon.

Uji Normalitas
Uji normalitas data ini dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak.
Uji kenormalan yang digunakan adalah Uji Liliefors.
Langkah-langkah untuk mengadakan Uji Liliefors adalah sebagai berikut:
Urutkan data sampel dari yang terkecil hingga terbesar.
Tentukan Z1 dari tiap-tiap data berikut dengan rumus:
Zi=Xi-XSD
Keterangan:
Zi = skor baku
Xi = skor data
X = nilai rat-rata
SD = simpangan baku
Nilai Zi dikonsultasikan pada daftar tabel pada daftar F
Jika Zi negatif, maka F(Z1) = 0,5-Zt
Jika Zi positif, maka F(Z1) = 0,5-Zt
Kolom S (Zi)
S (Zi) = nomor respondenjumlah responden
Kolom F (Zi) - S (Zi)
Merupakan harga mutlak dari selisih F (Zi) - S (Zi)
Menetukan harga terbesar dari harga mutlak selisih tersebut untuk mendapatkan Lo hitung.
Memberikan interpretasi Lodengan membandingkan dengan Lt. Lt adalah harga yang diambil dari tabel kritis Uji Liliefors.
Mengambil kesimpulan berdasarkan harga Lo dan Lt yang telah didapat. Apabila Lo
Lihat lebih banyak...

Comentarios

Copyright © 2017 DATOSPDF Inc.