PKM AI Kel 6 ritual labuhan comment AS 1

Share Embed


Descripción

Pengaruh Ritual Labuhan Merapi Terhadap Pengelolaan Menajemen Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) Di Yogyakarta

ABSTRAK

Ritual labuhan Gunung Merapi merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar kawasan lereng merapi khususnya masyarakat cangkringan yang dilakukan secara rutin tiap tahunnya. Gunung merapi bagi masyarakat Yogyakarta dianggap sebagai sebuah simbol yang sakral bagi kehidupan masyarakat, sehingga masyarakat sangat menghormati keberadaan Gunung Merapi. Meskipun Gunung Merapi menyimpan bahaya yang dasyat dan sewaktu-waktu dapat mengancam kehidupan di sekitarnya namun sebagai bagian dari keseimbangan alam, Gunung Merapi juga memegang peranan penting bagi keberlangsungan hidup masyarakat di sekitarnya dan hal inilah yang sulit untuk dipisahkan. Kawasan Gunung Merapi merupakan kawasan yang unik dan menarik. Kawasan Gunung Merapi memberi banyak manfaat bagi masyarakat disekitarnya. Peran ekosistem Gunung Merapi bagi masyarakat yang berada di sekitarnya sangat besar, baik positif maupun negatif. Taman Nasional Gunung Merapi merupakan pengelola kawasan yang melindungi flora maupun fauna serta ekosistem yang berada dalam kawasan Gunung Merapi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji pengaruh "Ritual Labuhan Merapi" terhadap pengelolaan Taman Nasional Gunung Merapi.Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah studi pustaka, metode wawancara, metode observasi lapang. Ritual labuhan dipercaya masyarakat sebagai simbol rasa syukur dan untuk menjaga keberadaan gunung merapi, sehingga hal ini memberikan pengaruh positif dan keuntungan bagi keberadaan kawasan hutan di gunung merapai. Masyarakat mempercayai barang siapa yang mengambil atau merusak merapi akan datang bencana yang besar.

Keyword : Ritual, Gunung merapi, Taman Nasional Gunung Merapi, Pengelolaan.


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Labuhan Gunung Merapi merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan tiap tahun oleh warga masyarakat Yogyakarta di lereng Gunung Merapi. Bagi masyarakat Yogyakarta, Gunung Merapi bukanlah sekadar gunung tetapi keberadaanya merupakan symbol sakral dan mistis kota ini dan bagi kehidupan masyarakatnya. Gunung merapi tidak bisa lepas dari filosofi Kota Yogyakarta dengan karaton sebagai pancernya. Meskipun Gunung Merapi menyimpan bahaya yang dasyat dan sewaktu-waktu dapat mengancam kehidupan di sekitarnya namun sebagai bagian dari keseimbangan alam, Gunung Merapi juga memegang peranan penting bagi keberlangsungan hidup masyarakat di sekitarnya dan hal inilah yang sulit untuk dipisahkan. Keberadaan Gunung Merapi juga tidak terlepas dari keberadaan Islam Mataram di Jawa, khususnya hubungan antara 'penunggu' Merapi yaitu Kyai Sapu Jagad dengan lingkungan Keraton Yogyakarta. Menurut cerita, raja pertama Kesultanan Mataram Islam, Sutawijaya mengadakan perjanjian dengan Kyai Sapu Jagad. Perjanjian tersebut berisi tentang


kesediaan Sutawijaya dan keturunannya bertanggung jawab memberi sesaji dan sebagai imbalannya rakyat Mataram akan dilindungi dari bencana. Penyerahan sesaji ini diwujudkan dalam bentuk Upacara Labuhan Merapi yang diselenggarakan setahun sekali tanggal 25 bulan Bakdamulud (Maulid Akhir).
Taman Nasional merupakan bentuk dari menajemen kawasan yang dilakukan pada kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budaya, pariwisata dan rekreasi alam. Berbagai nilai potensi yang terdapat dalam kawasan Taman Nasional dapat ditingkatkan, meliputi aspek ekonomi, ekologi, estetika, pendidikan, penelitian, dan jaminan sumber daya masa depan.
Kawasan Gunung Merapi merupakan kawasan yang unik dan menarik. Gunung Merapi merupakan gunung berapi yang paling aktif di dunia yang dikelilingi oleh hutan pada bagian lereng maupun kaki gunung. Kawasan Gunung Merapi memberi banyak manfaat bagi masyarakat disekitarnya. Peran ekosistem Gunung Merapi bagi masyarakat yang berada di sekitarnya sangat besar, baik positif maupun negatif. Beberapa peran positif yang berkaitan dengan kehidupan manusia adalah sebagai daerah vital bagi hidrologi kawasan DIY dan sebagian Jawa Tengah, habitat beberapa flora fauna yang dilindungi, kantong berbagai plasma nutfah yang potensial dan fungsi sosial, dan fungsi religius. Peran negatif ditunjukkan dari erupsinya yang berpotensi merusak dan menimbulkan korban. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan atau berkaitan dengan Taman Nasional Gunung Merapi seperti "Ritual Labuhan Merapi" memiliki dampak yang perlu diperhatikan, baik ataupun buruk. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pengaruh ritual labuhan merapi terhadap pengelolaan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM).

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji pengaruh "Ritual Labuhan Merapi" terhadap pengelolaan Taman Nasional Gunung Merapi.



METODOLOGI
Metode penelitian ini dijabarkan sebagai berikut :
Obyek Penelitian
Obyek penelitian ini adalah Ritual Labuhan Merapi dan Taman Nasional Gunung Merapi.

Sumber Data
Sumber data dalam penelitia ini dibagi menjadi dua kelompok :
Data Primer: Data primer pada penelitian ini diperoleh melalui wawancara dengan pihak pengelola TNGM dan warga sekitar lereng Gunung Merapi di Cangkringan dan Pakem.
Data Sekiunder: berupa buku literarur e/jurnal, artikel, makalah, dan buku-buku yang terkait dengan penelitian.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tiga cara, yaitu :
Wawancara
Wawancara dilakukan secara mendalam dengan menggunakan pedoman wawancara yang memuat aspek-aspek riset secara rinci. Dengan teknik ini akan digali selangkap-lengkapnya mengenai apa yang diketahui, apa yang dialami dan apa yang ada dibalik pandangan, pendapat dan atas perilaku yang akan diobservasi.
Observasi
Selain wawancara, digunakan pula observasi yaitu melakukan pengamatan langsung ke lapang
Studi Pustaka
Studi Pustaka adalah suatu pembahasan yang berdasarkan pada buku-buku referensi yang bertujuan untuk memperkuat materi pembahasan dengan mengambil data-data dari museum, perpustakaan atau sasana buda












PEMBAHASAN
Banyak hal dari ritul labuhan gunung merapi yang mempengaruhi pengelolaan di Tn. Gunung Merapi. Diantaranya sebagi berikut. Pada saat ritual berlangsung pengelola TN. Gunugn Merapi melakukan pengaman terhadap sumberdaya hutan baik flora dan fauna dengan menerjunkan langsung polisi hutan yang mengawal berlangsungnya ritual tersebut.
Pihak pengelola TN. Gunung Merapi juga memberi izin dan membantu pelaksanaan ritual. Terlebih lagi sudah ditetapkan zona religi yang diperuntukkan khusus untuk ritual ini yang dibentuk sekitar tahun 2007. Pengelola TN. Gunung juga memperbolehkan adanya bangunan semi permanen sebagai sarana pelaksaan ritual. Di dalam pelaksaan ritual semua orang boleh mengikuti, termasuk para turis, karena yang paling penting adalah menjaga kesopanan, dan harus beretika pada sesama maupun pada alam. Dengan adanya turis maka membuka peluang wisata religi yang akan menguntungkan bagi pihak pengelola maupun bagi masayarakat. Kurang lebih terdapat 2500 orang setiap tahunnya yang mengikuti ritual ini yaitu berasal dari daerah setempat maupun dari dalam dan luar jawa.
Dengan adanya ritula ini bukan tidak ada dampak yang ditimbulkan, meskipun telah ditetapkan zona religi di dalamnya. Dampak yang ditimbulkan tidak terlalu besar, hanya menimbulkan pemadatan tanah dan sedikit erosi pada jalur yang dilewati. Jalur ini memang sengaja dibuat, karena jika tidak ada jalur kusus yang dibuat maka masyarakat akan menggunakan banyak jalur yang malah mengakibatkan kerusakan yang lebih besar.
Warga setempat juga bertanggung jawab membersihkan sisa-sisa dari ritual dan sekaligus menjaga lingkungan merapi tetap baik. Pihak pengelola juga memberi pengawasan penuh pada pengunjung yang membawa rokok atau menyalakan api unggun, tentunya disampaikan dengan bahasa yang halus dan tidak menyinggung.
Dilihat dari bahan-bahn yang digunakan, tidak ada satupun flora dan fauna yang diambil dari dalam kawasan merapi. Adanya ritual labuhan gunung merapi ini sangat menguntungkan dari sisi ekonomi, sosial maupun dari sisi pengelolaan Taman Nasional Bunung Merapi. Dari sisi ekonomi mendatangkan potensi wisata religi, sehingga masyarakat dapat mengambil keuntungan dari berjualan makanan dan minuman, pernak-pernik dan asesoris, hingga menyediakan moda transportasi dan akomodasi. Pihak pengelola juga mendapat pemasukan dengan adanya simaksi yang harus dibayar pada setiap pengunjung. Dari sisi sosial sudah jelas budaya dan tradisi masyarakat sekitar gunung merapi tetap terjaga dan dari hal ini pengelolaan TN. Gunung Merapi menjadi lebih mudah. Hal ni disebabkan karena dengan adanya ritual ini terdapat juru kunci yang menyampaikan petuah-petuah leluhur yang selalu mengingatkan masarakat untuk selalu menjaga dan melestarikan hutan, dan hal ini mempermudah sosialisasi pihak pengelola kepada masyarakat untuk selalu menjaga hutan merapi. Masyarakat sekitar gunung merapi juga percaya bahwa jika mereka merusak hutan, maka "eyang merapi" akan marah dan akan mendatangkan bencana bagi mereka.
Berdasarkan hal tersebut secara tidak langsung telah membantu pengamana terhadap sumberdaya hutan di gunung merapi dari para penjarah luar. Karena disebagian kasus penduduk lokal yang mencegah para pembalak liar dan para pemburu dan melaporkannya pada pengelola. Disebut sebagai masyarakat mitra polhut. Pihak pengelola juga masih memperbolehkan warga sekitar lereng merapi untuk merumput, namun hanya pada zona pemanfaatan. Jika hal ini tidak diperbolehkan, maka yang terjadi hanyalah konflik.
Ada bebapa hal yang dilakukan oleh pihak pengelola untuk melestarikan ritual ini. Diantaranya dengan mendorong wisata religi dengan mebuat leaflet di pusat informasi dan membuat buku kusus sebagai panduan wisata religi dan kebudayaan masyarakat yang ada disekitar gunung merapi sebagai bentuk dari promosi wisata religi. Pengelolaan TN.
Gunung Merapi juga membuat beberapa kebijakan terkait dengan danya ritual labuhan ini, yaitu selain menetapkan zona religi, pengelola juga terus mendorong dan mendukung juru kunci sebagi tonggak diadakannya ritual ini, serta menerjunkan secara khusus para polisi hutan dan rescue sar untuk melakukan pengamanan terhadap pelaksanaan ritual. Masyarakat pun telah mengetahui adanya kebijakan ini. Pengelola juga membentuk jaringan dengan para kepala dusun dan terutama pada juru kunci. Saat para kepala dusun dan juru kunci lebih modern dari sebelum erupsi merapi tahun 2012, mereka memiliki alat komunikasi berupa HT. Sehingga mempermudah komunikasi kepada juru kunci dan para kepala dusun jika ada aktivitas vulkanik dan menyebarkannya kepada seluruh warga. Pada saat erupsi merapi pihak pengelola juga membantu dalam evakuasi korban bencana.
Sejatinya ritual labuhan merapi bertujuan sebagai wujud rasa syukur serta penyelarasan kehidupan masyarakat dengan alam merapi. Prosesi ritual labuhan merapi menghubungkan antara Raja keraton dan juru kunci merapi. Makna dari labuhan sendiri adalah menghanyutkan barang-barang yang ditetapkan keraton (BTNGM 2012). Salah satu abdi dalem menyampaikan bahwa melalui ritual ini ia merasakan getaran-getaran alam. Terdapat nilai-nilai konservasi yang terkandung dalam ritual ini, dimana ritual ini memahamkan pengunjung bahwa manusia bagian dari alam yang seharusnya hidup harmonis dan menyesuaikan diri dengan alam, tumbuh dan berproses sesuai kodratnya (BTNGM 2012).
Manfaat adanya ritual ini bagi pengelolaan Taman Nasional yang lestari yakni memunculkan pengendalian ekosistem hutan. Hal ini disebabkan ritual ini mengajarkan masyarakat dan pengunjung untuk terbiasa di lapang, serta pengendalian diri sehingga dapat hidup harmonis dengan alam. Harapannya apabila dapat hidup harmonis dengan alam maka dapat mengenali tanda-tanda dari satwa maupun tumbuhan saat akan terjadi erupsi. Pengetahuan ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengelolaan zonasi di TNGM serta pelestarian budaya dan kearifan lokal bagi pelestarian kawasan (BTNGM 2012).
Terdapat beberapa etika lingkungan masyarakat gunung merapi. Bagi masyarakat sekitar merapi bukanlah ancaman. Masyarakat memahami bahwa apabila alam merapi rusak maka mereka akan terkena bencana. Masyarakat memahami penafsiran terus menerus mengenai hubungan antara manusia, dunia dan kosmos salahsatunya dengan adanya upacara Labuhan Merapi sebagai cara mengekpresikan rasa syukur mereka (Fathkan 2006). Masyarakat merapi masih percaya akan kekuatan gaib yang dianggap lebih tinggi, sehingga berbagai upacara yang dilakukan merupakan wujud menjaga keselarasan antara penduduk, gunung merapi dan alam kodrati. Dengan adanya keselarasan ini antara masyarakat dan alam akan terjadi keseimbangan (Fathkan 2006).
Terdapat berbagai interaksi antara masyarakat dengan kawasan TNGM, khususnya masyarakat yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan. Hal ini memberikan kontribusi besar dalam pengenalan tumbuhan yang berguna untuk obat-obatan, tanaman hias, aromatic, pakan ternak, pestisida nabati, kayu bakar maupun untuk upacara (Anggana 2011) . Interaksi antara masyarakat dengan ala mini sudah ada sejak lama. Adanya Taman Nasional jangan sampai justru membuat konflik dengan masyarakat.
Ritual Labuhan menjadi salah satu ativitas sosial dan interaksi masyarakat dengan Merapi yang bertujuan mensyukuri atas hasil bumi kepada Tuhan serta menanamkan pemahaman untuk menjaga alam (Anggana 2011). Menurut Budhisantoso (1989) bahwa nilai budaya dan norma-norma sosial membuktikan ketangguhannya sebagai pedoman dalam menghadapi tantangan hidup, tidak mudah tersisihkan oleh nilai-nilai ekonomi yang lebih mengutamakan keuntungan materi dari kepuasan spiritual.
Dalam kontribusi pengembangan mengenai ekowisata yang digencarkan dunia ritual labuhan menjadi salah satu asset merapi dalam kontribusi pengembangan ekowisata. contohnya pengembangan ekowisata Merapi Eco Adventure dimana merupakan konsep pariwisata berbasis keindahan alam dan kenyamanan udara merapi dipadukan dengan interaksi masyarakat desa di lereng Merapi serta kebudayaan yakni ritual Labuhan (Haryanto 2013) . Hal ini merupakan bentuk keseriusan pemerintah jogja dalam memajukan beberapa potensi pariwisata yang mengarah pada ekowisata (Haryanto 2013).
Saat ini masyarakat Jogjakarta khususnya masyarakat yang berada di bawah lereng gunung merapi masih melaksanakan ritual labuhan ratu secara rutin. Kondisi globalisasi yang terjadi saat ini tidak lantas membuat masyarakat menghilangkan tradisi mereka. Terbukti dari hasil wawancara kepada masyrakat bahwa pada saat pelaksanaan ritual labuhan merapi masyarakat rela untuk meninggalkan pekaerjaan sehari – hari mereka untuk mengikuti prosesi ritual labuhan merapi. Masyarakat sangat menghormati ritual ini, tidak jarang dari masyarakat yang libur dari pekerjaannya pada hari pelaksanaan labuhan merapi, namun tidak jarang pula yang melanjutkan aktifitasnya setelah ritual labuhan merapi ini selesai.
Terdapat norma-norma adat yang harus dipatuhi oleh setiap warga lereng merapi khususnya dan masyarakat Yogyakarta pada umumnya yang mengikuti proses upacara ini. Adapun norma-norma tersebut di antaranya adalah Terdapat larangan untuk memetik, membawa dan merusak tanaman di lereng gunung merapi pada saat dilaksanakannya upacara adat labuhan dan ketika itu dilanggar akan membawa marabahaya bagi pelakunya. Masyarakat percaya ketika tidak di laksanakannya upacara adat labuhan merapi ini akan berdampak negatif bagi masyarakat Yogykarta khususnya lereng Gunung Merapi. Hal ini tentunya menandakan bahwa ritual ini juga memberikan kontribusi terhadap konservasi alam dan kawasan.
Kemudian, peneliti juga sempat mengamati antusiasme warga untuk mengambil berkat (kepelan nasi gurih dan tetelan ingkung) sangat tinggi, mereka masih menganggap jika mendapatkan benda-benda tersebut akan mendapatkan berkah berupa kesehatan, rizki dan ketentraman dan ini yang dirasakan oleh mayoritas warga yang menghadiri upacara tersebut, terbukti mereka rela mendaki terjalnya gunung puluhan kilometer untuk mendapatkan benda-benda tersebut, tidak memandang tua, anak-anak, muda, wanita kaya maupun miskin saling tolong menolong dalam mencapai tujuan tersebut.
Dewasa ini ritual labuhan merapi tidak hanya diikuti oleh masyarakat lokal Yogyakarta, tetapi juga para wisatawan baik domestik atau wisatawan asing yang sengaja berkunjung untuk menyaksikan pelaksanaan ritual labuhan merapi. Mereka rela berjalan jauh mengikuti juru kunci sampai ke tempat labuhan. Bahkan ritual labuhan merapi menjadi tujuan khusus yang berkunjung ke Yogyakarta. Kondisi ini membuat pengamanan dari pihak pengelola kawasan Taman Nasional Gunung Merapi dan kesultanan Yogyakarta memerlukan pengamanan yang lebih ketat agar kelestarian kawasan tetap terjaga dan ritual tetap dapat dijalankan dengan khidmat.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dapat disimpulkan bahwa ritual labuhan merupakan sebuah kepercayaan yang menjadi panutan masyarakat yogyakarta yang sudah dilaksanakan sejak zaman dulu. Ritual labuhan memiliki pengaruh yang positif terhadap keberadaan kawasan Taman Nasional Gunung Merapai. Karena ritual labuhan ini memiliki suatu tujuan untuk melindungi kawasan gunung merapi bagi masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

[BTNGM]. 2012. Buku Informasi Kearifan Lokal Masyarakat Sekitar Kawasan TNGM. Yogyakarta.
Anggana AF. 2011. Kajian etnobotani masyarakat di sekitar taman nasional gunung merapi (studi kasus di desa Umbulharjo, Sidorejo, Wonodoyo dan Ngablak) [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Budhisantoso S. 1989. Serat rukun harjo dan dwi karso [Prosiding]. Jakarta(ID): Proyek P3KN Depdikbud.
Fathkan M. 2006. Kearifan lingkungan masyararat lereng Gunung Merapi. Jurnal aplikasi ilmu-ilmu agama. 7(2): 107-121.
Haryanto JT. 2013. Implementasi nilai-nilai budaya, sosial, dan lingkungan pengembangan desa wisata di provinsi Yogyakarta. Jurnal Kawistara. 3(1): 1-116.





Jadi?? Apa buktinya di lapangan? Bukankah selama ini mereka juga merusak dengan menambang misalnya? Apakah terbuti ritual tersebut?
Supaya lebih jelas, bisa dibuat sub-bab untuk tiap kegiatan ritual, sehingga jelas manfaat tiap kegiatan dalam membantu pengelolaan
Jelaskan tujuannya untuk apa?
Apa keuntungannya? Sebutkan. Dukung dengan pustaka. Misalnya dengan turis mengikuti maka bisa menjadi program pddk konservasi melalui budaya, mungkin turis bisa membayar lebih untuk mau ikut kegiatan tersebut, dan seluruh biaya diserahkan ke masyarakat sehingga mereka juga mendapatkan keuntungan ekonomi..etc.
Apa benar ini tidak masalah besar? Semakin padat tanah, semakin besar kemungkinan erosi. Semakin lama semakin berbahaya. Kalau sempat bisa ditambahkan dengan dampak pemadatan tanah terhadap kehati, bangunan etc..
Kalau begitu, sebutkan juga bahan-bahan yang digunakan karena ini memberikan justifikasi bahwa tidak ada ff yang digunakan.
Tambahkan dampak –dampak wisata religi berdasaran perbaikan pustaka
Apakah simaksi pendapatan? Menurut siapa informasi ini? Karena akan dikembalikan ke negara. Secara peraturan, uang dikembalikan ke negara.
Kaitkan dengan data kerusakan di TN..apakah memang kerusakan tidak dilakukan oleh masyarakat?
???
Tidak boleh di wawal kalimat
Karena ini adalah kesimpulan, harus jelas apa tujuannya?
Sebenarnya banyak bahan pustaka mengenai nilai-nilaikeramat/situs-situs keramat dan konservasi yang dapat digunakan

Lihat lebih banyak...

Comentarios

Copyright © 2017 DATOSPDF Inc.