PENERAPAN CLASSICAL CONDITIONING PAVLOV

September 24, 2017 | Autor: Yunita Prahesti | Categoría: Pavlovian conditioning
Share Embed


Descripción






5





BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagian besar lembaran sejarah Psikolog mengungkapkan bahwa kondisioning merupakan bentuk belajar yang paling sederhana dan dapat dipahami secara keseluruhan. Sebab menurut ahli bahwa implementasinya ke arah pembentukan organisasi kelas bersifat lebih rendah menguasainya dibanding proses-proses belajar konsep, berpikir, dan menyelesaikan masalah. Salah satu tokoh dalam menciptakan belajar classical conditioning ialah Ivan Pavlov, ia dikenal sebagai tokoh behaviorisme.
Pada faktanya, pada saat Thorndike mengerjakan riset utamanya dalam menemukan teori belajar koneksionisme yang tidak diragukan lagi kehebatannya , Pavlov jua sedang meneliti proses belajar. Dia juga tidak suka dengan psikologi subjektif dan hampir saja tidak mau mempelajari refleks yang dikondisikan karena bersifat psikis. Meskipun Pavlov tidak terlalu menghargai para psikolog, dia cukup menghormati Thorndike dan mengakuinya sebagai orang pertama yang melakukan riset sistematis terhadap proses belajar pada binatang.
Teori Classical Conditioning yang merupakan bagian dari teori Behaviorisme mengatakan bahwa peniruan sangat penting dalam mempelajari bahasa. Teori ini juga mengatakan bahwa mempelajari bahasa berhubungan dengan pembentukan hubungan antara kegiatan stimulus-respon dengan proses penguatannya. Proses penguatan ini diperkuat oleh suatu situasi yang dikondisikan, yang dilakukan secara berulang-ulang. Sementara itu, karena rangsangan dari dalam dan luar mempengaruhi proses pembelajaran, anak-anak akan merespon dengan mengatakan sesuatu. Ketika responnya benar, maka anak tersebut akan mendapat penguatan dari orang-orang dewasa di sekitarnya. Saat proses ini terjadi berulang-ulang, lama kelamaan anak akan menguasai percakapan.
Kalimat bijak mengungkapkan sebaik-baik manusia ialah yang bermanfaat untuk manusia, mungkin demikianlah ungkapan penulis bila tidak berlebihan terhadap diri Ivan Pavlov yang demikian gemilang, telah mengiringi pemerhati teori belajar untuk senantiasa tidak jenuh mengulasnya, menurut Ivan Pavlov bahwa teori ini "klasik". Sehingga kesimpulan teori yang ia tangkap"respon" dikontrol oleh pihak luar; ia menentukan kapan dan apa yang akan diberikan sebagai "stimulus". Demikianlah kejeniusan Ivan Pavlov mengenai teori classical conditioning sebagai dasar hasil eksperimennya.


Akibatnya, Ivan Pavlov telah melahirkan model belajar teori classical conditioning bermanfaat, maka merupakan keharusan penulis untuk menyampaikan kembali, guna mewujudkan dinamika teori Ivan Pavlov sebagai dasar pengembangan dalam praktek belajar mengajar, sehingga dapat berjalan dengan baik dan tercapai tujuan yang diharapkan

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Biografi Ivan Pavlov
Ivan Petrovich Pavlov (14 September 1849 – 27 Februari 1936) adalah seorang fisiolog dan dokter dari Rusia. Ia dilahirkan di sebuah desa kecil di Rusia tengah. Keluarganya mengharapkannya menjadi pendeta, sehingga ia bersekolah di Seminari 
Teologi. Setelah membaca Charles Darwin, ia menyadari bahwa ia lebih banyak peduli untuk pencarian ilmiah sehingga ia meninggalkan seminari ke Universitas St. Petersburg. Di sana ia belajar kimia dan fisiologi, dan menerima gelar doktor pada 1879. Ia melanjutkan studinya dan memulai risetnya sendiri dalam topik yang menarik baginya: sistem pencernaan dan peredaran darah. Karyanya pun terkenal, dan diangkat sebagai profesor fisiologi di Akademi Kedokteran Kekaisaran Rusia.
Karya yang membuat Pavlov memiliki reputasi sebenarnya bermula sebagai studi dalam pencernaan. Ia sedang mencari proses pencernaan pada anjing, khususnya hubungan timbal balik antara air ludah dan kerja perut. Ia sadar kedua hal itu berkaitan erat dengan refleks dalam sistem saraf otonom. Tanpa air liur, perut tidak membawa pesan untuk memulai pencernaan. Pavlov ingin melihat bahwa rangsangan luar dapat memengaruhi proses ini, maka ia membunyikan metronom dan di saat yang sama ia mengadakan percobaan makanan anjing. Setelah beberapa saat, anjing itu -- yang hanya sebelum mengeluarkan liur saat mereka melihat dan memakan makanannya -- akan mulai mengeluarkan air liur saat metronom itu bersuara, malahan jika tiada makanan ada. Pada 1903 Pavlov menerbitkan hasil eksperimennya dan menyebutnya "refleks terkondisi," berbeda dari refleks halus, seperti. Pavlov menyebut proses pembelajaran ini (sebagai contoh, saat sistem saraf anjing menghubungkan suara metronom dengan makanan) "pengkondisian". Ia juga menemukan bahwa refleks terkondisi akan tertekan bila rangsangan ternyata terlalu sering "salah". Jika metronom bersuara berulang-ulang dan tidak ada makanan, anjing akan berhenti mengeluarkan ludah.
Pavlov lebih tertarik pada fisiologi ketimbang psikologi. Ia melihat pada ilmu psikiatri yang masih baru saat itu sedikit meragukan. Namun ia sungguh-sungguh berpikir bahwa refleks terkondisi dapat menjelaskan perilaku orang gila. Sebagai contoh, ia mengusulkan, mereka yang menarik diri dari dunia bisa menghubungkan semua rangsangan dengan luka atau ancaman yang mungkin. Gagasannya memainkan peran besar dalam teori psikologi behavioris, diperkenalkan oleh John Watson sekitar 1913.
Pavlov amat dihormati di negerinya sendiri -- baik sebagai Kekaisaran Rusia maupun 
UniSoviet -- dan di seluruh dunia. Pada 1904, ia memenangkan Penghargaan Nobel dalam Fisiologi atau Kedokteran dalam penelitiannya tentang pencernaan. Ia adalah orang yang terang-terangan dan sering bersilang pendapat dengan pemerintah Soviet dalam hidupnya, namun karena reputasinya, dan juga karena bangganya penduduk senegerinya kepadanya, membuatnya terjaga dari penganiayaan. Ia aktif bekerja di laboratorium sampai kematiannya di usia 86.

2.2. Observasi Empiris
Dalam tahun-tahun terakhir dari abad ke 19 dan tahun-tahun permulaan abad ke-20, Pavlov dan kawan-kawan mempelajari proses pencernaan dalam anjing. Selama penelitian mereka para ahli ini memperhatikan perubahan dalam waktu dan kecepatan pengeluaran air liur. Dalam eksperimen-eksperimen ini Pavlov dan kawan-kawannya menunjukkan, bagaimana belajar dapat mempengaruhi perilaku yang selama ini disangka refleksif dan tidak dapat dikendalikan, seperti pengeluaran air liur. Berangkat dari pengalamannya, Pavlov mencoba melakukan eksperimen dalam bidang psikologi dengan menggunakan anjing sebagi subjek penyelidikan. Untuk memahami eksperimen-eksperimen Pavlov perlu terlebih dahulu dipahami beberapa pengertian pokok yang biasa digunakan dalam teori Pavlov sebagai unsur dalam eksperimennya.
Perangsang tak bersyarat = perangsang alami = perangsang wajar = Unconditioned Stimulus (US); yaitu perangsang yang memang secara alami, secara wajar, dapat menimbulkan respon pada organisme, misalnya: makanan yang dapat menimbulkan keluarnya air liur pada anjing.
Perangsang bersyarat = perangsang tidak wajar = perangsang tak alami = Conditioned Stimulus (CS) yaitu perangsang yang secara alami, tidak menimbulkan respon; misalnya: bunyi bel, melihat piring, mendengar langkah orang yang biasa memberi makanan.
Respon tak bersyarat = respon alami = respon wajar = Unconditioned Response (UR); yaitu respons yang ditimbulkan oleh perangsang tak bersyarat (Unconditioned Stimulus = UR).
Respon bersyarat = respon tak wajar = Conditioned Response (CR), yaitu respons yang ditimbulkan oleh perangsang bersyarat (Conditioned Response = CR),
Pavlov kemudian menekan sebuah tombol dan keluarlah semangkuk makanan di hadapan anjing percobaan. Sebagai reaksi atas munculnya makanan, anjing itu mengeluarkan air liur yang dapat terlihat jelas pada alat pengukur. Makanan yang keluar disebut sebagai perangsang tak berkondisi (unconditioned stimulus) dan air liur yang keluar setelah anjing melihat makanan disebut refleks tak berkondisi (unconditioned reflects), karena setiap anjing akan melakukan refleks yang sama (mengeluarkan air liur) kalau melihat rangsang yang sama pula (makanan).
Kemudian dalam percobaan selanjutnya Pavlov membunyikan bel setiap kali ia hendak mengeluarkan makanan. Dengan demikian, anjing akan mendengar bel dahulu sebelum ia melihat makanan muncul di depannya. Percobaan ini dilakukan berkali-kali dan pada saat yang sama keluarnya air liur diamati secara terus-menerus. Mula-mula air liur hanya keluar setelah anjing melihat makanan (refleks tak berkondisi), tetapi lama-kelamaan air liur sudah keluar ketika anjing baru mendengar bel. Keluarnya air liur setelah anjing mendengar bel disebut sebagai refleks berkondisi (conditioned reflects), karena refleks itu merupakan hasil latihan yang terus-menerus dan hanya anjing yang sudah mendapat latihan itu saja yang dapat melakukannya. Bunyi bel jadinya rangsang berkondisi (conditioned reflects). Kalau latihan itu diteruskan, maka pada suatu waktu keluarnya air liur setelah anjing mendengar bunyi bel akan tetap terjadi walaupun tidak ada lagi makanan yang mengikuti bunyi bel itu. Dengan perkataan lain, refleks berkondisi akan bertahan walaupun rangsang tak berkondisi tidak ada lagi.
Pada tingkat yang lebih lanjut, bunyi bel didahului oleh sebuah lampu yang menyala, maka lama-kelamaan air liur sudah keluar setelah anjing melihat nyala lampu walaupun ia tidak mendengar bel atau melihat makanan sesudahnya. Demikianlah satu rangsang berkondisi dapat dihubungkan dengan rangsang berkondisi lainnya sehingga binatang percobaan tetap dapat mempertahankan refleks berkondisi walaupun rangsang tak berkondisi tidak lagi dipertahankan.

Prosedur Training : CS US UR
Demonstrasi pengkondisian : CS CR

Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah bahwa tingkah laku sebenarnya tidak lain daripada rangkaian refleks berkondisi, yaitu refleks-refleks yang terjadi setelah adanya proses kondisioning (conditioning process) di mana refleks-refleks yang tadinya dihubungkan dengan rangsang-rangsang tak berkondisi lama-kelamaan dihubungkan dengan rangsang berkondisi.
Eksperimen yang dilakukan oleh pavlov menggunakan anjing sebagai subyek penelitian. Berikut adalah gambar dari experimen Pavlov :

2.3. Hukum-hukum belajar Pavlov 
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
Law of Respondent Conditioning, yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat. 
Law of Respondent Extinction, yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
2.4. Prinsip-prinsip Utama dalam Observasi Pavlov:rasa tidak takut ketika seekor anjing gal
Rangsangan yang dikondisikan
Dalam pengkondisian klasikal rangsangan yang dikondisikan (conditoned stimulus-Cs), adalah rangsangan yang sebelumnya netral, yang kemudian menghasilkan respons yang dikondisikan setelah dipasangkan (asosiasi) dengan US. Respons yang dikondisikan ( conditional respons-CS), saat sebelumnya terjadi asosiasi CS-US(pavlov,1927).dalam mempelajari respons anjing terhadap berbagai rangsangan yang diasosiasikan dengan bubuk daging, Pavlov mencoba membunyikan bel sebelum memberi bubuk daging psda anjingnya. Hingga pada saat eksperimen dilakukan, bunyi beltindak memiliki efek tertentu terhadap anjing ,kecuali bunyi bel tersebut dapat menbangunkan anjing dari tidurnya. Bel tersebut pada awalnya merupakan sebuah rangsangan yang netral. Namun ajing mulai mengasosiasikan bel dengan makanan, dan mengeluarkan air luir ketika mendengar bunyi bel. Bel tersebut menjadi rangsangan yang tekondisi( CS) dan air liur telah menjadi sebuah responsyang dikondisikan (CR).
Hubungan antara US dan CS (Akuisisi akuisisi)
Dalam pengkondisian klasik merupakan merupakan pembelajaran awal dari hubungan antara rangsangan-respons. Pembelajaran ini meliputi sebuah rangsangan netral yang di asosiasikan dengan UC,dan kemudian menjadi rangsangan yang dikondisikan (CS) yang menghasilkan (CR). Dua hal yang paling penting dalam akusisi adalah waktu dan kemungkinan atau prediktabilitas.
Selang waktu antara CS dan US merupakan salah satu hal yang penting dalam pengkondisian klasik (Bangasser et al,2006;McNally & Westbrook,2006. Selang waktu tersebut menggambarkan kesinambungan atau keterhubungan rangsangan dalam ruang dan waktu. Respon yang dikondisikan terbentuk ketika CS & UC saling berlanjut, muncul secara dekat dan bersamaan. Sering kali, jarak waktu yang optimal antara CS-UC hanyalah sepersekian detik ( kimble, 1961) dalam experimen Pavlov, jika bel berbunyi 20 menit setelah makanan diperlihatkan, mungkin ajing tersebut tidak akan mengasosiasikan bel dalam makanan.
Robert Rescorla(1966,1988) meyakini bahwa agar sebuah pengkondisian klasik terjadi, tidak hanya dibutuhkan selang waktu antara CS-UC, namun juga dibutuhkan suatu kemungkinan. kemungkinan(contigency)dalam pengkondisian klasik berarti kemunculan suatu rangsangan diikuti rangsangan yang lain dapat diramalkan.contohnya seperti cahaya kilat, biasanya diikuti dengan bunyi gemuruh halilintar. Hal ini membuat kita menutup telingga kita. Hal ini membuat kita menutup telingga kita saat melihat cahaya kilat,sebagai antisipasi datangnya bunyi gemuruh halilintar.
Generalisasi & Diskriminasi
Generalisasi (generalization) dalam pengkondisian klasik merupakan kecenderungan sebuah rangsangan yang baru yang mirip dengan rangsangan yang dikondisikan (CS) asli. Menghasilkan respons yang sama dengan respos yang dikondisikan (CS) (Rescorla, 2006a;Shaban et al,2006). Generalisasi memiliki nilai mencegah pembelajaran menjadi terlalu spesifik. Contohnya, kita tidak perlu belajar mengemudi dari awal lagi ketika kita berganti mobil atau mengendarai mobil dijalanan yang berbeda dengan tempat kita belajar.
Generalisasi rangsangan tidak selalu bersifat menguntungkan. Contohnya seperti, seekor kucing yang menggeneralisasikan bahwa ikan kecil tidak berbahaya, kucing tersebut akan bermasalah ketika menemui ikan piranha. Oleh karena itu perlu bagi kita untuk mendiskriminasikan rangsangan. Contoh lainnya dalam pembelajaran yaitu Guru yang awalnya memulai pelajaran dengan senyum dan ramah serta mengawali pelajaran dengan memberi apersepsi atau pun metafora sebelum memberikan materi pelajaran atau latihan soal dirasa siswa itu merupakan stimulus yang dapat membangkitkan minat dan motivasi siswa untuk belajar. Stimulus tersebut akan digeneralisasi oleh siswa bahwa guru tersebut orangnya baik, mengerti kemauan siswa dan dapat diajak berdiskusi serta nantinya dalam memberikan penilaian buat siswa tidak pelit dan akan memberikan nilai yang bagus.
Diskriminasi (diskrimintion)dalam pengkondisian klasik merupakan sebuah proses belajar untuk mengrespons yang lain (J.Harris,2006;Murphy,Baker,& Fouquet,2001). Untuk menghasilkan diskriminasi, Pavlov memberikan makanan pada kepada anjingnya hanya setelah bunyi bel dan bunyi lainya. Dengan cara ini,anjing belajar membedakan antara bunyi bel dan bunyi lainya. Contohnya dalam pembelajaran yaitu guru yang biasa memberikan pelajaran dengan latihan soal dan usai memberikan pelajaran menyuruh siswa mengerjakan latihan soal yang ada dalam buku teks dipapan tulis. Bila penyelesaian soal tersebut benar maka guru akan tersenyum dan mengatakan "bagus". Stimulus ini akan ditangkap oleh siswa dan dianalogikan bahwa perkataan "bagus" berarti jawaban siswa tersebut "benar". Ini akan berbeda jika siswa mengerjakan soal dipapan dan guru cuma tersenyum tanpa mengatakan bagus, karena siswa akan
menganalogikan jawaban yang dibuatnya belum tentu "benar". Jadi siswa akan selektif mengartikan senyum guru.

Pengkondisian tingkat tinggi
Setelah CS dipasang kan dengan US beberapa kali, ia dapat dipakai seperti US. Yakni setelah dipasangkan dengan US,CS menggembangkan properti penguat diri, dan ia dapat dipasangkan dengan CS kedua untuk menghasilkan CR. Mari kita pasangkan, Misalnya kedipan cahaya (CS) dengan penyajian cahaya saja akan menyebabkan hewan mengeluarkan liur. Keluarnya air liur setelah ada kedipan cahaya, tentu saja,adalah respons yang dikondisikan.
Sekarang cahaya tersebut telah menimbulkan air liur,dan ia dapat dipasangkan lagi dengan CS kedua, misalnya suara degungan. Arah pendampingan pasangan itu sama dengan pengondisian awal: pertama CS baru suara berdengung disajikan, dan jemudia disajikan cahaya. Perhatikan bahwa makanan tidak lagi dipakai di sini. Setelah beberapa kali dipasangkan, suara saja sudah menyebabkan hewan mengeluarkan air liur. Dalam contoh ini, CS pertama dipakai seperti US yang digunakan untuk menghasilkan respons yang dikondisikan disebut dengan pengkondisian tingkat kedua. Kita juga mengatakan bahwa CS pertama mengembangkan properti penguat sekunder karena ini digunakan untuk respons terhadap stimulus yang baru. Karenanya, CS ini dinamakan secondary reinforcer (penguat sekunder). Karena penguat sekunder tidak dapat berkembang tanpa US, maka US dinamakan primary reinforce(penguat primer).
Prosedur ini dapat dilanjutkan satu tinggkat lagi. CS kedua (suara) dapat dipasangkan dengan CS lainya, seperti nada2.000-cps. Arah pendampingan masih sama dengan sebelumnya:pertama nada, kemudiansuara dengungan. Akhirnya, nada saja sudah cukup untuk menyebabkan hewan berliur. Jadi, melalui pemasanganya dengan cahaya, suara dengungan menjadi penguat sekunder, dan karenanya dapat dipakai untuk mengkondisikan respons ke stimulus yang baru,nada 2.000-cps. Ini adalah pongkondisian tingkat ketiga pengkondisian tingkat kedua dan ketiga ini dinamakan bigher-order conditioning (pengkondisian tingkat tinggi)
Karena pengkondisian tingkat tinggi harus dipelajari selama proses,maka sangat sulit,jika bukanya mustahil,untuk melampaui pengkondisian tingkat tiga. Dalam kenyataanya studi seperti ini sangat jarang. Saat kita melewati pengkondisian tingkat kedua dan ketiga, besaran CS menjadi semakin kecil dan CR hanya bertahan selama segelintir percobaan. Dalam contoh ini, nada hanya menghasilkan sedikit liur dan itupun hanya terjadi pada saat disajikan awal.
Contoh dalam pembelajaran yaitu Stimulus yang telah membangkitkan minat dan motivasi siswa untuk belajar pada mata pelajaran tertentu (misalnya sains) yang dirasa sulit, akan melekat pada diri siswa minat dan motivasi tersebut. Dan bila siswa dihadapkan pada mata pelajaran lain (misalnya matematika) yang juga dirasa sulit, maka minat dan motivasi untuk mempelajari mata pelajaran tersebut akan sama besarnya dengan minat dan motivasi belajar pelajaran terdahulu.
Pelenyapan dan pemulihan secara spontan.
Setelah mengkondisikan seekor anjing untuk mengeluarkan air liur ketika mendengar bunyi bel, Pavlov membunyikan bel ber ulang-ulang dalam suatu sesi dan tidak memberikan makana sama sekali. Hasilnya adalah pelenyapan (extinction), saat ada pengkondisian klasik yang berarti melemahkan respons yang dikondisikan(CR) disebabkan oleh hilangnya rangsangan yang tidak dikondisikan(Barad.Gean & Luts,2006;Joscelyne & kehoe,2007 tanpa asosiassi yang belkelanjutan dengan rangsangan yang tidak dikondisikan(US), rangsangan yang dikondisikan (CS) akan kehilangan kekuatanya untuk menghasilkan respons yang dikondisikan (CR). Contohnya dalam pembelajaran yaitu Guru yang awalnya memulai pelajaran (misalnya sains) dengan senyum dan ramah serta mengawali pelajaran dengan memberi apersepsi atau pun metafora sebelum memberikan materi pelajaran ataupun latihan soal dirasa siswa itu merupakan stimulus yang dapat membangkitkan minat dan motivasi siswa untuk belajar. Namun bila kemudian hari guru tersebut masuk dengan senyum dan tanpa memberikan apersepsi dan metafora dan langsung memberikan latihan soal, maka mungkin minat dan motivasi siswa untuk belajar dapat berkurang dan bila kondisi tersebut terjadi berulang-ulang dalam waktu lama, maka kemungkin besar minat dan motivasi siswa untuk belajar dapat hilang.
Pelenyapan tidak selalu berarti berakhirnya respon yang dikondisikan ( Budi moody, Sunsay & Bouton;2006) keesokan harinya setelah Pavlov menghilangkan air liur sebagai respon yang dikondisikan dari bunyi bel,ia membawa anjing tersebut ke labolatorium dan menbunyikan bel, namun tetap tanpa memberikan bubuk daging . anjing tersebut mengeluarkan air liur ,menandakan bahwa respons yang sebelumnya telah punah dapat secara sepontanmuncul kembali. Pemulihan spontan (spontanius recovery) adalah proses pengkondisian klasik saat repon yang dikondisikan dapat kembli muncul setelah ada jeda waktu beberapa saat tanpa dilakukan pengkondisian lebih lanjut(Rescorla,2005). Coba perttimbangkan sebauh contoh dari peulihan spontan dari yang pernah anda alami (anda berfikir bahwa anda telah benar-benar melupakan (pelenyapan) mantan pacar anda,tetapi iba-tiba saja anda berada dalam sebuah konteks tertentu dan mendapatkan gambaran mental mantan pacar anda ,disertai dengan reaksi emosianal kepadanya seperti pada masa lalu (pemulihan spontan). Untuk memperkuat pemahaman anda mengenei akuisisi,generalisasi,diskriminasi,dan pelenyapan dalam pengkondisian klasik, berikut ini adalah cotohbagaimana konsep-konsep diatas terefleksikan dari pengalaman seoran anak yang pergi ke dokter gigi.
Akuisisi : seorang anak belajar untuk takut (CR) pergi keruang dokter gigi, dengan mengasosiasikan kunjungan tersebut dengan respons emosional yang tidak dipelajari(UCR) terhadap rasa sakit ketika mengali pembersihan karang gigi(UCS).
Generalisasi : anak tersebut takut dengan keseluruhan ruang dokter gigi dan tempat-tempat yang mirip,termasuk ruang dkter umumdan orang dewasa didalamnya yang memakai pakaian medis berwarna putih yang memiliki bau-bau dan bunyi-bunyian tertentu.
Diskriminasi : anak tersebut pergi keruang dokter yang merupan dokter ibunya, dan belajar bahwa tidak ada asosiasi ruang tersebut dengan rasa sakit dengan UCS
Pelenyapan : anak tersebut dari waktu ke waktu pergi ke dokter gigi beberapa kali dan tidak memiliki pengalaman yang menyakitkan,sehingga rasa takut anak tersebut terhadap ruangan dokter gigi hilang, setidaknya untuk sementara samapi anak tersebut mengalami penglaman menyakitkan lagi ketika karang giginya diberi perawatan.

Para peneliti telah menemukan bahwa mayoritas ketakutan pada dokter gigi berasal dari masa kecil, melalui pengkondisian klasik. Di amerika serikat tidak terdapat sistem perawatan esehatan secara menyeluruh,dan anak-anak pergi ke dokter gigihanya jika mereka memiliki masalah gigi. Sehingga, anak Amerika merasa bahwa perawatan gigi sebagai sesuatu yang menyakitkan dan sesuatu yang harus dihindari. Dengan demikian, perbedaan pengalaman budaya dapr mempengaruhi munculnya respon emosional yang terkondisi.

2.5. Konsep Teoretis Utama
Para ahli psikologi dalam rumpun behaviorisme ingin meneliti psikologi secara objektif. Mereka berpendapat bahwa kesadaran merupakan hal yangdubious (sesuatu yang tidak dapat diobservasi secara langsung dan nyata).Menurut Ivan Pavlov, aktivitas organisme dapat dibedakan atas :
Aktivitas yang bersifat reflektif
Aktivitas organisme yang tidak disadari oleh organisme yang bersangkutan. Organisme membuat respons tanpa disadari sebagai reaksi terhadap stimulus yang mengenainya.
Aktivitas yang disadari
Aktivitas yang disadari merupakan aktivitas atas kesadaran organisme yang bersangkutan. Ini merupakan respons atas dasar kemauan sebagai suatu reaksi terhadap stimulus yang diterimanya. Ini berarti bahwa stimulus yang diterima oleh organisme itu sampai di pusat kesadaran dan barulah terjadi suatu respons. Dengan demikian maka jalan yang ditempuh oleh stimulus dan respons atas dasar kesadaran lebih panjang apabila dibandingkan dengan stimulus dan respons yang tidak disadari atau respons yang reflektif.
1. Eksitasi (Kegairahan) dan Hambatan
Menurut Pavlov,dua proses dasar yang mengatur semua aktivitas sistem saraf sentral adalah excitation(eksitasi) dan inhibition(hambatan).
Eksitasi dan hambatan adalah sisi-sisi dari proses yang sama,keduanya selalu ada secara bersamaan,namun proporsinya selalu bervariasi di setiap saat, kadang yang satu lebih menonjol,dan kadang yang satunya lagi yang lebih menonjol. Menurut Pavlov setiap kejadian di lingkungan berhubungan dengan beberapa titik di otak dan saat kejadian ini dialami,ia cenderung menggairahkan atau menghambat aktivitas otak. Jadi, otak terus-menerus dirangsang atau dihambat,tergantung pada apa yang dialami oleh organisme. Jadi, jika satu nada secara terus-menerus diperdengarkan ke seekor anjing sebelum ia diberi makan, area di otak yang dibangkitkan oleh nada suara itu akan membentuk koneksi temporer dengan area otak yang merespons ke makanan. Ketika koneksi ini terbentuk, presentasi nada akan menyebabkan hewan bertindak seolah-olah makanan akan disajikan,itu tanda bahwa reflek yang dikondisikan sudah terjadi.

2. Stereotip Dinamis
Ketika terjadi secara konsisten dalam suatu lingkungan, mereka akan memiliki representasi neutrologis dan respons terhadap mereka akan mungkin lebih terjadi dan lebih efisien. Jadi, respons terhadap lingkungan yang sudah di kenal akan makin cepat dan otomatis. Ketika ini terjadi, dynamic stereotype (stereotip dinamis) di katakana telah terjadi. Secara garis besar, stereotip dinamis adalah mosaic kortikal yang menjadi stabil karena organism berada dalam lingkungan yang dapat di prediksi selama periode waktu tertentu yang lumayan panjang. Selama pemetaan kortikal ini dengan merefleksikan lingkungan dan menghasilkan respons yang tepat, maka segala sesuatu akan baik-baik saja. Tetapi jika lingkungan berubah secara radikal, organisme mungkin kesulitan untuk mengubah stereotip dinamis.
Jadi, kejadian lingkungan tertentu cenderung di ikuti oleh kejadian lingkungan lainnya, dan selama hubungan ini terus terjadi, asosiasi antara keduanya pada level neural akan menguat. Jika lingkungan berubah cepat, jalur neural baru harus di bentuk dan itu bukan tugas mudah.

3. Iradiasi dan Konsentrasi
Pavlov menggunakan istilah analyser untuk mendiskripsikan jalur dari satu reseptor indrawi ke area otak tertentu. Suatu analyser terdiri dari resptor indrawi jalur sensoris dari reseptor ke otak dan area otak yang diproyeksikan oleh aktivitas sensoris. Informasi sensoris yang diproyeksikan ke beberapa area otak akan menimbulkan eksitasi di area itu. Pada awal terjadinya irradiation of excitation (iradiasi eksitasi) dengan kata lain eksitasi ini akan menular ke area otak lain didekatnya. Proses ini dipakai Pavlov untuk menjelaskan generalisasi. Penjelasan Pavlov tentang generalisasi adalah bahwa implus neural berjalan dari reseptor indra, dari telinga ke area tertentu di otak yang bereaksi terhadap nada 2.000-cps. Pavlov juga menemukan bahwa concentration (konsentrasi), sebuah proses yang berlawanan dengan iradiasi, mengatur eksitasi dan hambatan. Proses iradiasi dipakai untuk menjelaskan proses generalisasi sedangkan proses konsentrasi dipakai untuk menjelaskan diskriminasi. Pertama – tama organisme punya tendensi umum untuk merespon CS selama pengkondisian. Tetapi dengan latihan yang lama, tendensi untuk merespons dan tak merespons akan menjadi kurang umum dan semakin spesifik ke arah stimuli tertentu.


4. Pengkondisian Eksitatoris dan Inhibitoris
Pavlov mengidentifikasikan dua tipe umum dari pengkondisian. Yang pertama, exciatory conditioning, akan tampak ketika pasangan CS-US menimbulkan suatu respons : Sebuah bell (CS) yang di pasangkan berulang kali dengan makanan(US) sehingga penyajian CS akan menimbulkan air liur (CR) ; satun nada (CS) di pasangkan berulang kali dengan tiupan angin (US) langsung ke mata (yang menyebabkan mata secara refleks berkedip [UR]) sehingga penyajian CS saja akan menyebabkan mata berkedip.
Conditioned inhabitationtampak ketika training CS menghambat atau menekan suatu respons. Misalnya Pavlov berspekulasi bahwa pelenyapan mungkin di sebabkan oleh munculnya hambatan setelah CS yang menimbulkan respons itu di ulang tanpa suatu penguat.
External inhabitation (hambatan eksternal) adalah istilah yang di pakai Pavlov untuk mendeskripsikan efek sidtruptif yang terjadi ketika stimulus baru di sajikan bersama CS yang sudah ada. Tetapi, efeknya tidak terbatas hanya pada eksitasi yang di kondisikan. Jika CS adalah penghambat yang di kondisikan, pengenalan stimulus yang tak terduga aka menghasilkan disinhibitation, yang merupakan disrupsi (gangguan) terhadap hambatan yang di kondisikan.
2.6. Riset Terbaru Tentang Pengkondisian Klasik
Dalam analisisnya terhadap pengkondisian, Pavlov menekankan pada kontiguitas. Yakni, jika CS mendahului US, pada akhirnya CS akan menghasilkan CR. Ada dua ketidakakuratan yang ada dalam teori Pavlov. Pertama adalah pendapatnya mengenai CR sebagai versi kecil dari UR; dan kedua adalah pernyataannya bahwa pelenyapan melibatkan hambatan.
CR tidak selalu merupakan UR kecil. Pavlov percaya bahwa selama jalannya pengkondisian CS akan menggantikan US, dan itulah mengapa pengkondisian klasik kadang disebut sebagai stimulus substitute learning. Diasumsikan bahwa karena CS bertindak sebagai pengganti (substitute) US, maka CR adalah versi kecil dari UR. Akan tetapi, studi yang cermat terhadap sifat dari CR menunjukkan bahwa CR seringkali berbeda dengan UR.
Contoh dari pertentangan CR dan UR ditemukan ketika obat dipakai sebagai US. Shepard Siegel (1979) mendeskripsikan serangkaian eksperimen dimana morfin dipakai sebagai US. Salah satu reaksi terhadap morfin adalah analgesia atau berkurangnya kepekaan terhadap rasa sakit. Dalam pengaruh morfin, seekor tikus membutuhkan waktu lebih lama untuk menarik cakarnya dari piring panas daripada tikus yang tidak dikuasai pengaruh morfin. Karena suntikan mendahului pengalaman merasakan morfin (US), maka suntikan itu dapat dianggap sebagai CS. Jadi, setelah beberapa kali suntikan morfin, menyuntik seekor tikus dengan air seharusnya akan mereduksi kepekaan terhadap rasa sakit. Tetapi yang terjadi adalah sebaliknya. Ternyata, dalam situasi yang dideskripsikan diatas, tikus justru lebih peka terhadap rasa sakit. Yakni, hewan yang sebelumnya disuntik dengan morfin dan kemudian disuntik dengan air menarik cakar mereka dari piring panas dengan lebih cepat daripada hewan yang belum pernah disuntik dengan morfin. CR (meningkatnya kepekaan terhadap rasa sakit) tampaknya bertentangan dengan UR (penurunan kepekaan terhadap rasa sakit).
Ditemukan bahwa (misalnya, Holland, 1977) bahkan ketika digunakan US yang sama, akan muncul CR yang berbeda-beda ketika CS yang berbeda dipasangkan dengan US itu. Jelas hubungan antara CR dan UR adalah lebih kompleks daripada yang diasumsikan Pavlov. Ternyata terkadang CR mirip dengan UR, terkadang CR membuat organisme bersiap mengantisipasi US, terkadang CR bertentangan dengan UR.
Pelenyapan melibatkan intervensi. Pavlov percaya bahwa selama pelenyapan, presentasi CS yang tak diperkuat akan menghasilkan hambatan yang dikondisikan yang menekan atau mengganti asosiasi eksitatoris yang telah dipelajari sebelumnya antara CS dan US. Karenanya, mekanisme teoritis yang mendasari pelenyapan eksperimental dan respons yang dikondisikan adalah hambatan, bukan eliminasi koneksi CS-US.
Overshadowing dan Blocking. Pavlov mengamati bahwa jika dia menggunakan satu stimulus majemuk (gabungan) sebagai CS dan satu komponen dari stimulus tersebut lebih menonjol daripada komponen lainnya, maka yang komponen paling menonjollah yang dikondisikan. Fenomena ini disebut Overshadowing. 
Fenomena Overshadowing (membayangi) ini secara teoretis menarik sebab kedua elemen dari stimulus majemuk disajikan secara berdampingan dengan US, namun pengkondisian hanya dengan hanya terjadi dalam satu elemen. Banyak riset pengkondisian klasik saat ini didesain untuk menjelaskan fenomena Overshadowing dan fenomena blocking.
Pada 1969, Leon Kamin melaporkan serangkaian percobaan penting tentang fenomena yang disebutnya blocking. Kamin menggunakan variasi prosedur CER (Conditioned Emotional Response) untuk menunjukkan konsep blocking.
Blocking, seperti overshadowing, menunjukkan contoh situasi dimana stimuli dipasangkan sesuai dengan prinsip pengkondisian klasik namun tidak menimbulkan pengkondisian. Sekali lagi tampak bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekadar kontiguitas stimulus dalam pengkondisian klasik.
2.7 Penerapan Teori Behaviorisme Pengondisian Klasikal dalam Pendidikan dan Pembelajaran
Dalam bidang pendidikan, teori pengondisian klasik digunakan untuk mengembangkan sikap yang menguntungkan terhadap pesrta didik untuk termotivasi belajar dan membantu guru untuk melatih kebiasaan positif peserta didik.
Penerapan classical conditioning merupakan metode terapi dalam merubah perilaku yang bersifat maladaptive dan merubahnya menjadi perilaku yang adaptif. Misalnya rasa takut terhadap pelajaran matematika diubah menjadi rasa senang dengan pelajaran matematika.
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori belajar behaviorisme ini dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pembelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behaviorisme memandang bahwa pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Metode behaviorisme pengondisian klasikal ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Penerapan Prinsip-prinsip Teori Belajar Classical Conditioning dalam Pengajaran
Pengaruh keadaan klasik membantu menjelaskan banyak pelajaran di mana satu stimulus diganti/ digantikan untuk yang lain. Satu contoh yang penting tentang proses ini adalah pelajaran atraksi emosional dan ketakutan. Bahwa bentakkan seorang guru seringkali membuat takut murid-muridnya, hal yang sama seorang polisi mempermainkan penjahat dengan ancungan tangannya, atau seorang perawat hendak memberi suntikan kepada pasiennya. Semua perilaku ini menciptakan tanggapan perhatian dan ketakutan di hati orang-orang tersebut dibawah kesadaran
mereka. Situasi ini memberikan pengaruh ketakutan bila stimulus tidak netral:
Guru Sorak ( US) membentuk perhatian dan ketakutan pada anak ( UR) ; Polisi mendorong dengan penuh ancaman (US) membentuk Perhatian dan Ketakutan masyarakat (UR)
Manapun stimulus netral yang berulang-kali terjadi bersama-sama dengan stimuli ini cenderung untuk dikondisikan (C) ke ketakutan sebagai respon. Jika seorang guru selalu meneliti seorang anak, kemudian hanya memperhatikan dia tanpa mengkritik boleh jadi membuat dia menaruh
perhatiannya. Hal yang ekstrim, anak bisa berhubungan dengan guru di kelas dengan perhatian dan ketakutannya yang ia kembangkan samarata, atau ketakutan yang kadang tidak masuk akal. Hal yang sama juga dialami masyarakat phobia polisi, atau pasien, tentang perawat.Tetapi tanggapan positif dapat dibangun secara sederhana untuk mengkondisikan stimulus. Jika seorang guru memuji seorang siswa maka akan menimbulkan hal positif baginya, bahkan ketika dia tidak lagi dipuji. Pada akhirnya, proses ini dapat membangun hubungan baik di kelas. Hal yang sama untuk polisi, perawat, atau orang yang bekerja dengan orang-orang: stimuli yang dapat dipercaya menimbulkan hal positif tanggapan tersebut dapat dikondisikan untuk lain. Penggantian stimulus dapat membantu bahkan pada pelajaran tertentu yang tidak berisi unsur perasaan. Pengaruh tersebut tidak memerlukan refleks sebagai titik awal.
Beberapa Psikolog menyebutnya belajar berlanjut atau asiosatif learning, hanya memerlukan dua stimuli yang tidak bertalian terjadi bersama-sama pada suatu tanggapan atau keduanya dari stimulus yang ada. Jika seorang anak telah mempelajari bagaimana cara menggunakan unit balok kecil, kemudian stimuli ini dapat dipasangkan dengan hal yang lebih abstrak, mereka akan dapat menulis padanan menulis padanan yang menghasilkan apa yang diinginkan dengan baik. Dalam praktek pendidikan mungkin bisa kita temukan seperti lonceng berbunyi mengisyaratkan belajar dimulai dan atau pelajaran berakhir. Pertanyaan guru diikuti oleh angkatan tangan siswa, suatu pertanda siswa dapat menjawabnya. Kondisi-kondisi tersebut diciptakan untuk memanggil suatu respon atau tanggapan ahli pendidikan lain juga menyarankan bahwa panduan belajar dengan mengkombinasikan gambar dan kata-kata dalam mempelajari bahasa, akan sangat berguna dalam mengajar perbendaharaan kata-kata. Memasangkan kata-kata dalam bahasa Inggris dengan kata-kata bahasa lainnya akan membantu para siswa dalam membuat perbendaharaan kata dalam bahasa asing.
Dalam pengertian yang lebih luas lagi misalnya memasangkaan maakna suatu konsep dengan pengalaman siswa sehari-harinya akan membantu siswa dalam memahami konsep-konsep lainnya. Walaupun classical conditioning terus menjadi bidang yang aktif dalam psikologi saat ini, sebagian para ahli telah mulai meninggalkan teori psikologi ini.

Penerapan Prinsip-prinsip Teori Belajar Classical Conditioning di Kelas

Berikut ini beberapa tips yang ditaawarkan oleh Woolfolk (1995) dalam menggunakan prinsip-prinsip kondisioning klasik di kelas.
Memberikan suasana yang menyenangkan ketika memberikan tugas-tugas belajar, misalnya:
Menekankan pada kerjasama dan kompetisi antarkelompok daripada individu, banyak siswa yang akan memiliki respons emosional secara negatif terhadap kompetisi secara individual, yang mungkin akan digeneraalissikan dengan pelajaran-pelajaran yang lain;
Membuat kegiatan membaca menjadi menyenangkan dengan menciptakaan ruang membaca (reading corner) yang nyaman dan enak serta menarik, dan lain sebagainya.
Membantu siswa mengatasi secara bebas dan sukses situasi-situasi yang mencemaskan atau menekan, misalnya:
Mendorong siswa yang pemalu untuk mengajarkaan siswa lain cara memahami materi pelajaran;
Membuat tahap jangka pendek untuk mencapai tujuan jangka panjang, misalnya dengaan memberikan tes harian, mingguan, agar siswa dapat menyimpaan apa yang dipelajari dengan baik;
Jika siswa takut berbicara di depan kelas, mintalah siswa untuk membacakan sebuah laaporan di depan kelompok kecil sambil duduk di tempat, kemudian berikutnya dengan berdiri. Setelah dia terbiasa, kemudian mintalah ia untuk membaca laporan di depaan seluruh murid di kelas.
Membantu siswa untuk mengenal perbedaan dan persamaan terhadap situasi-situasi sehingga mereka dapat membedakan dan menggeneralisasikan secara tepat. Misalnya, dengan:
Meyakinkan siswa yang cemas ketika menghadapi ujian masuk sebuah sekolah yang lebih tinggi tingkatannya atau perguruan tinggi, bahwa tes tersebut sama dengan tes-tes prestasi akademik lain yang pernah mereka lakukan;
Menjelaskan bahwa lebih baik menghindari hadiah yang berlebihan dari orang yang tidak dikenal, atau menghindar tetapi aman daan dapat menerima penghargaan dari orang dewasa ketika orangtua ada.

Sebagai guru, kita harus mengetahui bagaimana mengurangi counterproductive kondisi responsif yang dialami para siswa. Psikolog sudah mempelajari ke arah itu untuk memadamkan hal negatif sebagai reaksi emosional pada stimulus dikondisikan tertentu tidak lain untuk memperkenalkan stimulus itu secara pelan-pelan dan secara berangsur-angsur sehingga siswa bahagia atau santai ( M.C.Jones, 1924; Wolpe, 1969). Satu contoh, jika Imung seorang yang takut berenang, kita mungkin mulai pelajaran berenangnya pada tempat yang dangkal seperti bayi bermain dalam tempat mandinya kemudian bergerak perlahan-lahan ke air yang lebih dalam, maka ia akan merasa lebih nyaman untuk mencoba berenang.
Tidak ada hal yang paling membanggakan pada guru selain membantu dan membuat siswa menjadi sukses dan merasa senang di kelas. Satu hal yang perlu guru ingat bahwa kelas dapat membuat perilaku baik siswa, meningkat atau justru melemahkannya.
2.8 Kekuatan dan Kelemahan Teori Behaviorisme
Teori belajar yang dikemukakan oleh Pavlov, secara prinsipal bersifat behavioristik dalam arti lebih menekankan timbulnya perilaku jasmaniah yang nyata dan dapat diukur. Teori tersebut terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Teori yang sudah terlanjur diyakini banyak orang ini tentu saja mengandung banyak kelemahan. Kelemahan teori tersebut adalah sebagai berikut.
Proses belajar itu dipandang dapat diamati langsung padahal belajar adalah proses kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar kecuali sebagian gejalanya.
Proses belajar itu dipandang bersifat otomatis–mekanis, sehingga terkesan seperti gerakan mesin dan robot, padahal setiap siswa memiliki self-regulation (kemampuan mengatur diri sendiria) dan self control (pengendalian diri) yang bersifat kogniti, dan karenanya ia bisa menolak, merespon jika ia tidak menghendaki, misalnya karena lelah atau berlawanan dengan kata hati.
Proses belajar manusia dianalogikan dengan prilaku hewan itu sangat sulit diterima mengingat amat mencoloknya perbedaan antara karakter fisik dan psikis hewan.
Behaviorisme sangat dikenal dengan pandanganya bahwa pembelajar adalah individu yang pasif yang bertugas hanya memberi respon kepada stimulus yang deberikan. Pembentukan prilaku sangat ditentukan oleh penerapan reinforcement atau punishment. Oleh sebab itu belajar didefinisikan sebagai perubahan perilaku.
Behaviorisme menggeneralisir hasil eksperimen terhadap hewan kepada manusia. Oleh sebab itu generalisasi tersebut kurang berhasil apabila diterapkan kepada orang dewasa.
Kekuatan teori ini adalah sebagai berikut.
Behaviorisme melakukan penelitiannya terhadap prrilaku berdasarkan yang tampak atau observable behaviors. Oleh sebab itu mempermudah proses penelitian karena prilaku dapat dikuantifikasi.
Teknik terapi prilaku yang efektif secara intensif menggunakan intervensi berbasis behaviorisme. Pendekatan ini sangat bermanfaat dalam merubah perilaku yang mal adaptif menjadi perilaku adaptif dan dapat diterapkan pada anak dan orang dewasa.











DAFTAR PUSTAKA


Alex Sobur. (2003). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Hergenhahn dan Matthew H. Olson. 2008. Theories Of Learnig (Teori Belajar). Jakarta: Kencana.
Nurhidayati, Titin. Maret 2012. Implementasi Teori Belajar Ivan Petrovich Pavlov (classical conditioning) dalam Pendidikan. Jurnal Falasifa. Volume 3, No. 1,(online), (http://jurnalfalasifa.files.wordpress.com/2012/11/2-titin-nurhidayati-implementasi-teori-belajar-ivan-petrovich-pavlov-classical-conditioning-dalam-pendidikan.pdf, di akses 7 November 2014).
Raharyanti, Anjar. 2012. Teori Pembelajaran Ivan Pavlov (online), (http://ajenganjar.blogspot.com/2012/04/teori-pembelajaran-ivan-pavlov.html, di akses 20 September 2014)
Wikipedia. 2013. Ivan Pavlov (online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Ivan_Pavlov, di akses 20 September 2014).


Lihat lebih banyak...

Comentarios

Copyright © 2017 DATOSPDF Inc.