Model Pembelajaran CORE

May 23, 2017 | Autor: Fitri Handayani | Categoría: Pendidikan Matematika
Share Embed


Descripción

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
A. Belajar
Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan diri siswa. Perubahan yang merupakan hasil belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemabaman, keterampilan dan sikap. Winkel dalam (Nurrahma, 1991:14) Belajar juga menghasilkan suatu perubahan tingkah laku keterampilan, kemampuan dan kecakapan serta perubahan-perubahan aspek-aspek lainnya yang ada pada diri siswa yang melakukan kegiatan belajar. Menurut Gredler (dalam Nurdin,2008: 11) belajar adalah sikap proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan dan sikap.
Sudjana (2000:28) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pemahamannya, pengetahuannya, sikap dan tingkah lakunya, daya penerimaan dan lain-lain aspek yang ada pada individu siswa. Menurut Logan (dalam Tjundjing, 2001:70) belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan latihan.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu bentuk perubahan pada diri seseorang sebagai akibat dari pengalaman dan latihan dalam berinteraksi dengan lingkungan yang dialami orang tersebut yang tampak pada tingkah lakunya. Jadi pengalaman belajar yang diperoleh seseorang akan membekas dan meresap dalam jiwa sehingga akibat apa yang diperolehnya itu dapat bermanfaat bagi dirinya dan tingkah lakunya akan mengalami perubahan.
Belajar tidak hanya dapat dilakukan di sekolah saja, namun dapat dilakukan dimana-mana, seperti di rumah atau di lingkungan masyarakat. Irwanto (1997:105) berpendapat bahwa belajar merupakan proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu dan terjadi dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan menurut Mudzakir (1997:34) belajar adalah suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya.
Di dalam belajar, siswa mengalami sendiri proses dari tidak tahu menjadi tahu, karena itu menurut Cronbach (dalam Suryabrata, 2004) belajar sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam mengalami itu pelajar mempergunakan panca inderanya. Panca indera tidak terbatas hanya indera penglihatan saja, tetapi jugaa berlaku bagi indera yang lain. Secara psikologi, belajar merupakan suatu proses tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungam dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam sebuah aspek tingkah laku. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebgai berikut:"belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya" (Slameto, 2010:2).
Pada hakikatnya belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan pada diri individu. Perubahan sebagai hasil dan proses belajar dapat dilihat dan berbagai bentuk seperti perubahan pada segi pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kemampuan serta aspek-aspek lainnya yang ada pada individu yang belajar. Perubahan tersebut merupakan sesuatu yang baru dan belum pernah terjadi sebelumnya (Hudoyo, 1990). Perubahan prilaku pada siswa, dalam pengajaran jelas merupakan produk dan usaha guru melalui kegiatan mengajar. Hal ini dapat dipahami karna mengajar merupakan suatu aktivitas khusus yang dilakukan seorang pendidik untuk menolong dan membimbing anak didik memperoleh perubahan dan pengembangan keterampilan, sikap, penghargaan dan pengetahuan.Perubahan perilaku sebagai hasil belajar memiliki ciri-ciri sebagai hasil tindakan rasional instrumental yaitu perubahan yang disadari, kontinu atau berkesinambungan dengan perilaku lainnya, fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup, positif atau berakumulasi, aktif atau sebagai usaha yang direncanakan dan dilakukan, permanen atau tetap, bertujuan dan terarah, mencakup keseluruhan potensi kemanusiaan. Belajar terjadi karena didorong kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah proses sistematik yang dinamis, konstruktif, dan organik. Belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai komponen belajar. Pengalaman pada dasarnya adalah hasil dari interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya.
B. Definisi Matematika
Pengertian matematika tidak didefinisikan secara tepat dan menyeluruh. Hal ini karna belum adanya kesepakatan definisi tunggal tentang matematika. Beberapa pengartian tentang matematika hanya dikemukakan berdasarkan siapa pembuat definisi. Dengan demikian banyak sekali definisi tentang matematika. Menurut Suherman (2001:18) matematika berasal dari bahasa Latin mathema (pengetahuan atau ilmu) atau manthanein yang berarti 'belajar (berpikir) atau hal yang dipelajari', sedang dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau 'ilmu pasti'. Jadi, secara epistimologi istilah matematika berarti "ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar", karena dalam matematika lebih menekankan aktifitas dalam dunia rasio atau penalaran.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:723) matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antar bilangan dan prosedur operasional yang dipergunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. Sedangkan menurut Johnson (dalam Abdurrahman, 1999:252), matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir. Kline juga menyatakan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara bernalar induktif. Sedangkan paling mengatakan bahwa matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia; suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuaan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan (Abdurrahman, 1999:252).
Soejadi (2000:11) mengemukakan beberapa definisi matematika, yaitu sebagai berikut:
Matematika adalah cabang pengetahuan eksak dan terorganisasi secara matematis.
Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
Matematika adalah pengetahuaan tentang penalaran logis dan berhubungan dengan bilangan.
Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah ruang dan bentuk.
Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logis.
Matematika adalah pengetahuan tentang aturan yang ketat.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, matematika adalah ilmu tentang bilangan yang menggunakan simbol-simbol dengan struktur-struktur dan penalaran logis dalam menyelasaikan masalah melalui penalaran deduktif tetatpi juga tidak melupakan cara bernalar induktif.
C. Pembelajaran Matematika
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata pembelajaran adalah kata benda yang diartikan sebagai proses cara menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Menurut Gagne dan Brigss (dalam Adoris, 2009) melukiskan pembelajaran sebagai upaya orang yang tujuannya adalah membantu orang belajar, secara lebih rinci Gagne mendefinisikan pembelajaran sebagai seperangkat acara peristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung terjadinya beberapa proses belajar yang sifatnya internal. Suatu pengertian yang hampir sama dikemukakan oleh Corey (dalam Asdoris, 2009) bahwa pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu.
Dari pengertian pembelajaran tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran berpusat pada kegiatan siswa belajar dan bukan hanya berpusat pada kegiatan guru mengajar. Oleh karena itu, pada hakekatnya pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan seseorang (sipelajar) melaksanakan kegiatan belajar matematika dan proses tersebut berpusat pada guru mengajar matematika. Pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika.
Menurut Soedjadi (dalam Asdoris, 2009) matematika memiliki karakteristik: (1) memiliki objek kajian abstrak; (2) bertumpu pada kesepakatan; (3) berpola pikir deduktif; (4) memiliki simbol yang kosong dari arti; (5) memperhatikan semesta pembicaraan dan (6) konsisteb dalam sistemnya. Sedang menurut Depdikbud (dalam Asdoris, 2009) matematika memiliki ciri-ciri, yaitu :(1) memiliki objek yang abstrak; (2) memliki pola pikir deduktif dan konsisten dan; (3) tidak dapat dipisahkan dari perkembangan ilmu pengertian dan teknologi (IPTEK).
Berdasarkan hal tersebut diatas, dalam pembelajaran matematika perlu disesuaikan dengan perkembangan kognitif siswa, dimulai dari yang kongkret menuju abstrak. Namun demikian meskipun obyek pembelajaran matematika adalah abstrak, tetapi mengingat kemampuan berfikir siswa sekolah yang masih dalam tahap operasional kongkret, maka untuk memahami konsep dan prinsip masih diperlukan pengalaman melalui objek kongkret.
D. Motivasi Belajar
Motivasi belajar adalah suatu perubahan tenaga di dalam diri seseorang (pribadi) yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan (Frederick J.Mc.Donald dalam Nashar, 2004:39). Tetapi menurut Clayton Aldelfer (dalam Nashar, 2004:42) motivasi belajar adalah kecenderungan siswa dalam melakukan kegiatan belajar yang didorong oleh hasrat untuk mencapai prestasi hasil belajar sebaik mungkin. Motivasi belajar juga merupakan kebutuhan untuk mengembangkan kemampuan diri secara optimum, sehingga mampu berbuat yang lebih baik, berprestasi dan kreatif (Abraham Maslow dalam Nashar, 2004:42) motivasi belajar adalah suatu dorongan internal dan eksternal yang menyebabkan seseorang atau individu untuk bertindak atau mencapai tujuan, sehingga perubahan tingkah laku pada diri siswa diharapkan terjadi.
Menurut Astuti (2010) motivasi belajar adalah sesuatu yang mendorong, menggerakkan dan mengarahkan siswa dalam belajar. Sedangkan menurut Mc. Donald (dalam Sardiman, 2003) motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya "feeling" dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan Mc. Donald ini mengandung tiga elemen penting, yaitu: (1) Motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia; (2) Motivasi ditandai dengan munculnya rasa dan afeksi seseorang; (3) Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan.
Jadi motivasi belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong siswa untuk belajar secara sungguh-sungguh, yang pada gilirannya akan terbentuk cara belajar siswa yang sistematis, penuh konsentrasi dan dapat menyeleksi kegiatan-kegiatannya. Menurut Sudirman (2008:83) fungsi motivasi belajar ada tiga yakni: (1) Mendorong manusia untuk berbuat sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan; (2) Menentukan cara perbuatan yakni kearah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya; dan (3) Menyeleksi perbuatan yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan yang tidak bermanfaat dengan tujuan tersebut.
Motivasi belajar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Suryabrata (2004), ada beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi belajar antara lain: a) Faktor eksternal yaitu faktor dari luar individu yang terbagi menjadi dua: faktor sosial meliputi faktor manusia lain baik hadir secara langsung atau tidak langsung dan faktor non sosial meliputi keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu, tempat belajar, dan lain-lain. b) Faktor internal yaitu faktor dari dalam diri individu yang terbagi menjadi dua: faktor fisiologis meliputi keadaan jasmani dan keadaan fungsi- fungsi fisiologis dan faktor psikologis meliputi minat, kecerdasan, dan persepsi.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (1994:89-92) ada beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi belajar,yaitu:
Cita-cita atau aspirasi siswa
Cita-cita dapat berlangsung dalam waktu sangat lama, bahkan sepanjang hayat. Cita-cita siswa untuk "menjadi seseorang" akan memperkuat semangat belajar dan mengarahkan pelaku belajar. Cita-cita akan memperkuat motivasi belajar intrinsik maupun ektrinsik sebab tercapainya suatu cita-cita akan mewujudkan aktualisasi diri.
Kemampuan Belajar
Dalam belajar dibutuhkan berbagai kemampuan. Kemampuan ini meliputi beberapa aspek psikis yang terdapat dalam diri siswa. Misalnya pengamatan, perhatian, ingatan, daya pikir dan fantasi. Di dalam kemampuan belajar ini, sehingga perkembangan berfikir siswa menjadi ukuran. Siswa yang taraf perkembangan berfikirnya konkrit (nyata) tidak sama dengan siswa yang berfikir secara operasional (berdasarkan pengamatan yang dikaitkan dengan kemampuan daya nalarnya). Jadi siswa yang mempunyai kemampuan belajar tinggi, biasanya lebih termotivasi dalam belajar, karena siswa seperti itu lebih sering memperoleh sukses oleh karena kesuksesan memperkuat motivasinya.
Kondisi Jasmani dan Rohani Siswa
Siswa adalah makhluk yang terdiri dari kesatuan psikofisik. Jadi kondisi siswa yang mempengaruhi motivasi belajar disini berkaitan dengan kondisi fisik dan kondisi psikologis, tetapi biasanya guru lebih cepat melihat kondisi fisik, karena lebih jelas menunjukkan gejalanya dari pada kondisi psikologis. Misalnya siswa yang kelihatan lesu, mengantuk mungkin juga karena malam harinya bergadang atau juga sakit.
Kondisi Lingkungan Kelas
Kondisi lingkungan merupakan unsur-unsur yang datangnya dari luar diri siswa. Lingkungan siswa sebagaimana juga lingkungan individu pada umumnya ada tiga yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Jadi unsur-unsur yang mendukung atau menghambat kondisi lingkungan berasal dari ketiga lingkungan tersebut. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan cara guru harus berusaha mengelola kelas, menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, menampilkan diri secara menarik dalam rangka membantu siswa termotivasi dalam belajar.
Unsur-unsur Dinamis BelajaUnsur-unsur dinamis dalam belajar adalah unsur-unsur yang keberadaannya dalam proses belajar yang tidak stabil, kadang lemah dan bahkan hilang sama sekali
Upaya Guru Membelajarkan Siswa
Upaya yang dimaksud disini adalah bagaimana guru mempersiapkan diri dalam membelajarkan siswa mulai dari penguasaan materi, cara menyampaikannya, menarik perhatian siswa.
E. Hasil Belajar Matematika
Hasil belajar merupakan sesuatu yang dicapai melalui proses belajar. Apakah yang dicapai itu baik atau kurang baik tergantung dari sesuatu yang dilakukan oleh proses tersebut. Menurut Anni (2002:4) hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Hasil belajar juga merupakan kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar (Nashar, 2004: 77). Hasil belajar adalah terjadinya perubahan dari hasil masukan pribadi berupa motivasi dan harapan untuk berhasil dan masukan dari lingkungan berupa rancangan dan pengelolaan motivasional tidak berpengaruh terdadap besarnya usaha yang dicurahkan oleh siswa untuk mencapai tujuan belajar (Keller dalam Nashar, 2004: 77). Seseorang dapat dikatakan telah belajar sesuatu apabila dalam dirinya telah terjadi suatu perubahan, akan tetapi tidak semua perubahan yang terjadi. Jadi hasil belajar merupakan pencapaian tujuan belajar dan hasil belajar sebagai produk dari proses belajar, maka didapat hasil belajar.
Salah satu indikator mengukur dan menilai hasil belajar siswa dalam menguasai materi pelajaran dapat diketahui dengan menggunakan tes sebagai alat ukur, misalnya dengan menggunakan tes hasil belajar. Kemampuan menjawab tes tersebut merupakan bukti usaha belajar siswa selama proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran. Proses pencapaian tujuan pengajaran, Benyamin Bloom (dalam Sudjana, 2004:22) menyatakan bahwa hasil belajar diklasifikasikan yang secara garis besar dibagi menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif (pengetahuan), ranah afektif (sikap), ranah psikomotorik (keterampilan).
Hasil belajar adaIah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pada pemikiran Gagne (dalam Suprijono, 2009:5), hasil belajar berupa:
Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.
Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengkategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas.
Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai sebagai stantar perilaku.
Sudjana (2004) berpendapat bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya, sehingga dalam melihat bagaimana kemajuan dan kemunduran siswa dapat dilihat dari hasil belajar siswa. Sedangkan menurut Wart dan Muguis (dalam Nisa, 2010:27), hasil belajar adalah kelengkapaan nyata yang daapat diukur langsung dengan suatu alat, dalam hal ini adalah tes. Hasil belajar menawarkan sarana yang perhatian dapat difokuskan pada prestasi murid yang sebenarnya (Angela, 2004) dan ini merupakan ukuran yang lebih realistis dan asli dari nilai pendidikan dari ukuran masukan mengajar (Gronlund, 2014). Dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi untuk kemudian diolah (Surya, 2004).
Berdasarkan dari pendapat di atas, maka hasil belajar dapat dinyatakan sebagai tingkat penguasaan bahan pelajaran setelah mendapatkan penglaman belajar dalam kurun waktu tertentu yang diukur dengan menggunakan tes tertentu. Jika dikaitkan dengan matematika, hasil belajar matematika merupakan hasil yang dicapai siswa setelah belajar matematika yang ditandai dengan perubahan tingkat hasil belajar. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Muhkal dan Sappile (dalam Nursyam,2007) bahwa hasil belajar matematika adalah tingkat keberhasilan siswa dalam mengusai bahan pelajaran matematika setelah memperoleh pengalaman belajar matematika dalam suatu penggalan waktu tertentu.
Dari uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa hasil belajar matematika adalah hasil yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran matematika dalam kurun waktu tertentu yang diperoleh dari hasil pengukuran lewat alaat ukur berupa tes hasil belajar.
2.2 Hakekat Model Pembelajaran CORE
Model pembelajarann CORE (Connecting, Organizing, Reflecting, Extending) adalah sebuah model mengajar yang di desain untuk mengembangkan keterampilan menghubungkan dan mengorganisasikan pengetahuan siswa dimana aktifitas mereka lebih diutamakan dalam proses pengajaran. Dalam proses belajar mengajar, guru memperhatikan perkembangan siswa melalui daftar hasil pembelajaran yang dibuat sesuai dengan tujuan pembelajaran. Model pembelajaran CORE yaitu model pembelajaran yang mencakup empat aspek kegiatan yaitu Connecting, Organizing, Reflecting dan Extending. Adapun keempat aspek tersebut adalah:
Connecting (C) merupakan kegiatan mengkoneksikan informasi lama, informasi baru dan antar konsep.
Organizing (O) merupakan kegiatan mengorganisasikan ide-ide untuk memahami materi.
Reflecting (R) merupakan kegiatan memikirkan kembali, mendalami dan menggali informasi yang sudah didapat.
Extending (E) merupakan kegiatan untuk mengembangkan, memperluas, menggunakan dan menemukan.
Model pembelajaran CORE merupakan model pembelajaran yang menekankan kemampuan berpikir siswa untuk menghubungkan, mengorganisasikan, mendalami, mengelola, dan mengembangkan informasi yang didapat. Dalam model ini aktivitas berpikir sangat ditekankan kepada siswa. Siswa dituntut untuk dapat berpikir kritis terhadap informasi yang didapatnya. Kegiatan mengoneksikan konsep lama-baru siswa dilatih untuk mengingat informasi lama dan menggunakan informasi/konsep lama tersebut untuk digunakan dalam informasi/konsep baru. Kegiatan mengorganisasikan ide-ide, dapat melatih kemampuan siswa untuk mengorganisasikan, mengelola informasi yang telah dirnilikinya. Kegiatan refleksi, merupakan kegiatan memperdalam, menggaIi informasi untuk memperkuat konsep yang telah dimilikinya. Extending, dengan kegiatan ini siswa dilatih untuk mengembangkan, memperluas informasi yang sudah didapatnyadan menggunakan informasi dan dapat menemukan konsep dan informasi baru yang bermanfaat
2.3 Langkah-Langkah dan Sintaks Model Pembelajaran CORE
Langkah-langkah model Pembelajaran CORE yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Menyampaikan tujuan pembelajaran, mempersiapkan siswa dan memberikan motivasi.
Guru mengelompokkan siswa menjadi beberapa kelompok.
Melalui serangkaian pertanyaan dari guru, siswa melakukan apersepsi untuk mengingat materi (Connecting).
Siswa berdiskusi menggunakan pengetahuan mereka untuk memahami materi (Organizing).
Dengan serangkaian pertanyaan, guru melakukan refleksi hasil diskusi (Reflecting).
Siswa mengerjakan soal latihan untuk memperluas pengetahuan mereka(Extending).
Evaluasi
Sintaks adalah suatu urutan kegiatan pembelajaran yang biasa juga disebut dengan fase. Sintaks pembelajaran CORE memiliki empat fase, yakni: (1) koneksi informasi Iwna-baru dan antar konsep, (2) organisasi ide untuk memahwni materi, (3) memikirkan kembali, mendalami, dan menggali, (4) mengembangkan, memperluas, menggunakan, menemukan (kependidikan: 2009).
Untuk mengoptimalkan pencapaian hasil pembelajaran CORE di kelas maka guru perlu memahami prinsip-prinsip penerapannya dalam kegiatan belajar mengajar.
Koneksi informasi lama-baru dan antar konsep.
Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah guru menyampaikan tujuan pembelajaran, dan memotivasi siswa untuk terlibat pada aktifitas informasi yang diberikan. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok besar atau kelompok-kelompok kecil. Guru memberikan informasi yang terkait dengan materi yang diajarkan sehingga siswa menghubungkannya dengan informasi yang telah ada atau yang rnereka telah dapatkan sebelumnya.
Organisasi ide untuk memahami materi.
Kelompok yang telah terbentuk kemudian mengorganisasi ide yang diberikan oleh guru dengan mendiskusikannya bersama-sama. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan ide tersebut untuk memahami materi yang ada. Hasil yang diperoleh dipaparkan di depan kelas baik dalam bentuk seminar gaya, maupun presentasi.
Memikirkan kembali, mendalami dan menggali.
Pada tahap ini, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan kembali hasil yang diperoleh, mendalaminya, serta menggali informasi-informasi yang terkait dengan materi yang dibahas. Biarkan siswa melakukan kesalahan dan selanjutnya dibimbing untuk melalukan evaluasi diri untuk mengetahui dimana letak kesalahannya. Peranan guru lebih sebagai pengawas pendukung daripada pengawas langsung. Biarkan siswa menggali sendiri pengetahuannya dan mengaitkannya dengan pengetahuan yang ada.
Mengembangkan, memperluas, menggunakan, menemukan.
Pada tahap ini guru mengarahkan siswa baik perorangan maupun kelompok melakukan pengembangan atau perluasan ide. Guru mengamati kelompok yang menghadapi lebih banyak masalah dengan belajar keterampilan mengembangkan, daripada kelompok lain. Guru diharapkan turun tangan dengan meminta anggota kelompok mencari penyebabnya dan meminta mereka sendiri untuk menemukan pemecahannya, serta guru mengarahkan siswa untuk menemukan hal-hal baru terkait dengan materi yang dibahas.
2.4 Penelitian Yang Relevan
Hasil penelitian yang mendukung penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh M. Yani yaitu ditingkatkan motivasi hasil belajar pokok bahasan bilangan bulat melalui penerapan model pembelajaran CORE pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Selong tahun pelajaran 2004/2005. Hasil penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran CORE dapat ditingkatkan motivasi dan hasil belajar siswa dari 63,7% (siklus pertama) ditingkatkan menjadi 87,5% (siklus kedua).
Hasil penelitian lain yang mendukung adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Gazali tentang penerapan model pembelajaran CORE pada pokok bahasan himpunan pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Mataram tahun pelajaran 2004/2005 memberikan hasil bahwa dengan penerapan model pmbelajaran CORE siswa dapat ditingkatkan motivasi dan hasil belajar yaitu sebesar 27,5%.
Pada penelitan yang terdahulu yang dilakukan M. Yani pada pokok bahasan bilangan bulat dan Gazali pada pokok bahasan himpunan keduanya menggunakan penerapan model pembelajaran CORE dan perbedaannya dari segi materi yang diajarkan pada siswa dan penelitian yang akan dilakukan ini juga menggunakan model pembelajaran CORE, materi bangun datar banyak kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari.
2.5 Kerangka Pikir
Berdasarkan deskripsi teoritis tersebut, maka berikut ini dikemukakan beberapa dasar pemikiran yaitu dalam proses belajar mengajar tidak luput dari metode mengajar seorang guru. Untuk itu, strategi mengajar yang salah dan terus menerus diberikan kepada siswa akan mempengaruhi struktur otak siswa yaitu kecerdasan, bakat serta minat siswa yang ada pada akhirnya akan mempengaruhi cara siswa berperilaku. Guru dituntut memiliki kemampuan dalam menentukan metode pembelajaran yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Metode pembelajaran yang sering digunakan adalah metode ceramah.
Dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ceramah peran guru lebih dominan yang mengakibatkan kurangnya keterlibatan atau peran aktif siswa dalam pembelajaran sehingga siswa menjadi pasif, sedangkan guru aktif. Aktivitas siswa terbatas pada mendengarkan , mencatat dan menjawab bila guru memberikan pertanyaan. Siswa hanya bekerja karena atas perintah guru, menurut cara yang ditentukan guru, begitu juga berfikir menurut apa yang digariskan oleh guru. Proses belajar mengajar seperti ini jelas tidak mendorong siswa untuk berfikir. Hal ini tentu tidak sesuai dengan hakekat pribadi siswa sebagai pelajar. Oleh karena itu perlu diupayaakan model pembelajaran yang lebih efektif. Dalam penelitian ini pembelajaran yang digunakan adalah penerapan model pembelajaran CORE yang dapat membuat siswa lebih aktif dalam proses beajar mengajar, siswa dibiasakan untuk belajar memecahkan masalah sendiri dan bergelut dengan ide-ide, serta menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar. Dengan demikian, dengan menggunakan penerepan model pembelajaran CORE motivasi dan hasil belajar siswa akan meningkat.
2.6 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pkir di atas, maka dirumskan hipotsesis penelitian sebagai berikut: "Terdapat peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa kelas VII SMP Neg.4 Belopa melalui penerapan model pembelajaran CORE".


Lihat lebih banyak...

Comentarios

Copyright © 2017 DATOSPDF Inc.