Legal Guidelines Jaminan Fidusia

June 15, 2017 | Autor: Arod Fandy | Categoría: Hukum Bisnis, Jaminan Fidusia, Hukum Jaminan, Jaminan Kebendaan
Share Embed


Descripción

Legal Guidelines Jaminan Fidusia By Arod Fandy, S.H., Jakarta, 10 Juni 2015 all rights reserved.

Legal Guidelines Jaminan Fidusia by Arod Fandy, S.H. © 2015 Author, Jakarta, 10 Juni 2015

Legal Guidelines ini ditulis dan disusun secara sistematis berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Table of Contents A. B. C. D. E. F. G. H. I. J. K. L. M.

N. O. P. Q. R. S. T. U. V.

Kerangka Hukum ................................................................................................... Pemahaman Dasar Jaminan Fidusia ....................................................................... Prinsip-Prinsip Utama Jaminan Fidusia ................................................................. Subjek Jaminan Fidusia ......................................................................................... Objek Jaminan Fidusia dan Ruang Lingkupnya .................................................... Hak Kreditor Penerima Fidusia .............................................................................. Tata Cara Pembebanan dan Pendaftaran Jaminan Fidusia .................................... Tata Cara Perbaikan Sertifikat Jaminan Fidusia ..................................................... Tata Cara Perubahan Sertifikat Jaminan Fidusia .................................................... Pengalihan Jaminan Fidusia ................................................................................... Eksekusi dan Penjualan Benda Objek Jaminan Fidusia ......................................... Penjualan Objek Jaminan Fidusia Melalui Lelang Eksekusi (Fiat Eksekusi) ............................................................................. Penjualan Objek Jaminan Fidusia Melalui Kekuasaan Sendiri (Parate Eksekusi) ....................................................................................... Penjualan Objek Jaminan Fidusia Secara di Bawah Tangan .................................. Cassie Atas Piutang yang Dibebani Jaminan Fidusia ............................................. Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia ................................................................. Hapusnya Jaminan Fidusia .................................................................................... Ketentuan Pidana Dalam Pengaturan Jaminan Fidusia ......................................... Akibat Hukum Atas Akta Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan ................... Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Yang Belum Didaftarkan .................................. Akibat Hukum Atas Hapusnya Jaminan Fidusia Yang Tidak Diberitahukan Kepada Menteri Beserta Sanksi Atas Fidusia Ulang ...................... Upaya Hukum Yang Terbuka Untuk Melawan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Yang Tidak Memuaskan ..................................................

1 1 2 3 4 4 5 8 8 9 10 12 14 16 16 17 18 18 19 20 21 22

Hak Cipta dilindungi undang-undang Tidak ada bagian dari tulisan ini dapat disalin dan/atau dikutip, dikirimkan, direproduksi, disimpan, disebarluaskan, dialihkan, atau digunakan dalam bentuk apapun dan dengan cara apapun, kecuali dengan persetujuan tertulis dari penulis.

Legal Guidelines Jaminan Fidusia By Arod Fandy, S.H., Jakarta, 10 Juni 2015 all rights reserved.

Legal Guidelines Jaminan Fidusia © 2015 Author by Arod Fandy, S.H. Jakarta, 10 Juni 2015

A. Kerangka Hukum 

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya disebut UUJF);



Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UU Kepailitan);



Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Republik Indonesia (selanjutnya disebut KUHPer);



Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Republik Indonesia (selanjutnya disebut KUHP);



Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia (selanjutnya disebut PP 21/2015);



Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia (selanjutnya disebut Perkap 8/2011);



Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 160/PMK.06/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan No. 176/PMK.06/2010 tentang Balai Lelang (selanjutnya disebut PMK 160/2013);



Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 106/PMK.06/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang (selanjutnya disebut PMK 106/2013);



Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3201 K/Pdt/1984.

B. Pemahaman Dasar Jaminan Fidusia Fidusia merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda (vide Pasal 1 angka 1 UUJF). Sedangkan yang dimaksud sebagai Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana 1

Legal Guidelines Jaminan Fidusia By Arod Fandy, S.H., Jakarta, 10 Juni 2015 all rights reserved.

dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya (vide Pasal 1 angka 2 UUJF). C. Prinsip-Prinsip Utama Jaminan Fidusia Terdapat beberapa prinsip-prinsip utama dari jaminan fidusia, adapun prinsipprinsip tersebut adalah sebagai berikut: 

Terhadap jaminan fidusia berlaku prinsip droit de suite, yang berarti jaminan fidusia selalu mengikuti benda yang menjadi objek jaminannya, dimanapun atau ditangan siapapun benda tersebut berada;



Terhadap jaminan fidusia berlaku prinsip spesialitas dan publisitas, yang berarti bahwa jaminan fidusia hanya dapat digunakan untuk mengikat benda tertentu yang dapat dinilai dengan pasti dan pengikatannya wajib didaftarkan, dengan tujuan agar publik mengetahui status kebendaan debitor. Konsekuensi yuridis dari berlakunya prinsip spesialitas dan publisitas adalah bahwa jaminan fidusia secara otomatis mengikat pihak ketiga dalam hubungannya dengan kebendaan debitor yang menjadi objek jaminan fidusia;



Jaminan fidusia merupakan jaminan ikutan yang mengikuti perjanjian pokoknya, sehingga apabila perjanjian pokoknya hapus maka perjanjian jaminan fidusianya juga turut hapus, demikian juga apabila utang yang dijamin dengan jaminan fidusia beralih ke pihak lain, maka jaminan fidusia atas utang tersebut juga turut beralih;



Setiap janji yang memberikan kewenangan kepada kreditor penerima fidusia untuk memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila debitor cidera janji, batal demi hukum;



Jaminan fidusia dapat diletakkan baik atas utang yang sudah ada maupun atas utang yang timbul secara kontinjen (utang yang baru akan ada dikemudian hari) dan jaminan fidusia dapat diikat baik atas benda yang sudah ada maupun atas benda yang baru akan ada dikemudian hari;



Jaminan fidusia dapat diikat atas bangunan yang berada di atas tanah milik orang lain (dalam hal pemilik tanah dan pemilik bangunan adalah pihak yang

2

Legal Guidelines Jaminan Fidusia By Arod Fandy, S.H., Jakarta, 10 Juni 2015 all rights reserved.

berbeda, maka bangunan yang terletak di atas tanah tersebut dapat diikat dengan jaminan fidusia); 

Terhadap jaminan fidusia berlaku prinsip tidak dapat dibagi-bagi, yaitu prinsip dapat dibaginya utang tidak mengakibatkan dapat dibaginya objek jaminan fidusia atas utang tersebut.1 Meskipun jaminan fidusia dapat digunakan untuk menjamin beberapa kreditor sebagaimana halnya dalam suatu kredit sindikasi, namun benda objek jaminan fidusia tersebut haruslah dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat terbagi, sebagai contohnya suatu kendaraan yang menjadi objek fidusia tidaklah dapat dipisah-pisah menurut bagian-bagian dari itu, misalnya saja ban dan kerangka kendaraan dijadikan sebagai objek jaminan fidusia bagi kreditor yang satu, sedangkan mesin kendaraan sebagai objek jaminan fidusia bagi kreditor lainnya, hal yang demikian tidaklah diperbolehkan;



Objek jaminan fidusia tidak dapat dipecah-pecah (split) atau digabung. Maksudnya adalah bahwa setelah diikat satu jaminan fidusia terhadap satu atau lebih objek jaminan fidusia, maka tidaklah dapat dikemudian hari satu fidusia tersebut dipecah menjadi dua fidusia, atau tidak dapat juga terhadap dua atau lebih fidusia dikemudian hari digabung menjadi satu fidusia.2 Hal ini berkaitan dengan peraturan yang melarang debitor selaku pemberi fidusia untuk melakukan fidusia ulang terhadap benda yang telah menjadi objek jaminan fidusia yang sudah terdaftar, sebab hak kepemilikan atas benda tersebut telah beralih kepada kreditor selaku penerima fidusia;



Akta jaminan fidusia memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna (volledig bewijs) yang mengikuti perjanjian pokoknya;



Pengalihan hak atas piutang (cassie) yang dijamin dengan fidusia mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban kreditor penerima fidusia kepada kreditor baru.

D. Subjek Jaminan Fidusia Pada pokoknya subjek jaminan fidusia adalah kreditor dan debitor, baik orang perseorangan maupun badan hukum yang merupakan pihak utama dalam perjanjian 1

H. Salim HS, 2004, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.9.

2

Munir Fuadi, 2014, Konsep Hukum Perdata, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 115.

3

Legal Guidelines Jaminan Fidusia By Arod Fandy, S.H., Jakarta, 10 Juni 2015 all rights reserved.

pokok yang pemenuhan prestasinya dijamin dengan jaminan fidusia. Pihak debitor bertindak sebagai pemberi fidusia, yaitu orang perseorangan atau korporasi pemilik benda yang diikat sebagai objek jaminan fidusia. Sementara itu di pihak lainnya kreditor bertindak sebagai penerima fidusia, yaitu orang perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia. E. Objek Jaminan Fidusia dan Ruang Lingkupnya Benda yang dapat diikat dengan jaminan fidusia adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek. Selain itu, penting untuk diketahui bahwa jaminan fidusia juga meliputi hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia, artinya bahwa dalam hal objek jaminan fidusia memiliki kemampuan untuk memproduksi sesuatu, maka hasil produksinya secara otomatis juga menjadi objek jaminan fidusia, begitu juga dalam hal benda yang menjadi objek jaminan fidusia diasuransikan, maka jaminan fidusia tersebut juga meliputi klaim asuransi. Namun demikian, perluasan objek jaminan fidusia seperti telah disebutkan di atas dapat tidak diberlakukan apabila diperjanjikan demikian. Sedangkan jika tidak diperjanjikan secara khusus maka ruang lingkup objek jaminan fidusia secara otomatis diperluas hingga meliputi seluruh hasil produksi dan klaim asuransi benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Selanjutnya UUJF juga menentukan bahwa utang yang pelunasannya dapat dijamin dengan fidusia dapat berupa utang yang telah ada, utang yang akan timbul dikemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu, atau utang yang pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban untuk memenuhi suatu prestasi. Jaminan fidusia juga dapat digunakan untuk menjamin lebih dari satu utang (khusus kredit sindikasi) dan juga dapat diberikan terhadap satu/lebih satuan atau jenis benda termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian. F. Hak Kreditor Penerima Fidusia Kreditor penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan (hak preferen) terhadap kreditor lainnya, yaitu hak kreditor penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya secara didahulukan atas hasil eksekusi benda yang menjadi 4

Legal Guidelines Jaminan Fidusia By Arod Fandy, S.H., Jakarta, 10 Juni 2015 all rights reserved.

objek jaminan fidusia. Apabila atas benda yang sama menjadi objek jaminan fidusia lebih dari 1 (satu) perjanjian jaminan fidusia, maka hak yang didahulukan tersebut diberikan kepada pihak yang lebih dahulu mendaftarkannya (vide Pasal 28 UUJF). Hak yang didahulukan dari kreditor penerima fidusia tersebut tidak hapus karena adanya kepailitan dan/atau likuidasi debitor pemberi fidusia. Pemberian hak preferensi kepada kreditor penerima fidusia merupakan perwujudan dari asas droit de preference yang tertuang dalam Pasal 1134 ayat (2) KUHPer yang berbunyi sebagai berikut: “Hak istimewa ialah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang yang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya. Gadai dan hipotik (sekarang ini diperluas hingga setiap jaminan kebendaan termasuk Jaminan Fidusia dan Hak Tanggungan) adalah lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam hal-hal di mana oleh UndangUndang ditentukan sebaliknya”.

Dalam hal debitor pemberi fidusia dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan maka kreditor penerima fidusia berkedudukan sebagai kreditor separatis, yaitu kreditor yang dipisahkan dari kreditor lainnya oleh sebab adanya jaminan kebendaan yang menjamin piutangnya. Lebih jauh lagi hak kreditor penerima fidusia dalam kepailitan diatur dalam Pasal 55 ayat (1) UU Kepailitan yang menyatakan sebagai berikut: “Dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan.”

Namun demikian hak eksekutorial kreditor penerima fidusia tersebut ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan (vide Pasal 56 ayat (1) UU Kepailitan). G. Tata Cara Pembebanan dan Pendaftaran Jaminan Fidusia 

Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia. Pembuatan akta jaminan fidusia dikenakan biaya yang besarnya ditentukan oleh nilai penjaminannya. Pasal 18 PP No. 21/2015 menentukan sebagai berikut: a. nilai penjaminan sampai dengan Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah), biaya pembuatan akta paling banyak 2,5% (dua koma lima perseratus); b. nilai penjaminan di atas Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), biaya pembuatan akta paling banyak 1,5% (satu koma lima perseratus); dan 5

Legal Guidelines Jaminan Fidusia By Arod Fandy, S.H., Jakarta, 10 Juni 2015 all rights reserved.

c. nilai penjaminan di atas Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), biaya pembuatan akta berdasarkan kesepakatan antara notaris dengan para pihak, tetapi tidak melebihi 1% (satu perseratus) dari objek yang dibuatkan aktanya.



Akta Jaminan fidusia sekurang-kurangnya memuat: a. b. c. d. e.



identitas pihak Pemberi dan Penerima fidusia; data perjanjian pokok yang dijamin fidusia; uraian mengenai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia; nilai penjaminan; dan nilai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.

Benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan. Pendaftaran benda yang dibebani dengan jaminan fidusia sekarang ini dilakukan secara elektronik yang dapat diakses melalui website Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Pendaftaran tidak lagi dilakukan secara manual pada Kantor Pendaftaran Fidusia, hal ini didasarkan pada Pasal 2 ayat (2) PP No. 21/2015, Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 8 Tahun 2013 tentang Pendelegasian Penandatanganan Sertifikat Jaminan Fidusia Secara Elektronik, Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 9 Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik, Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 10 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik dan Surat Edaran Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum No. AHU-06.OT.03.01 Tahun 2013 tentang Operasionalisasi Sistem Pendaftaran Fidusia Elektronik.



Permohonan pendaftaran jaminan fidusia diajukan oleh Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya kepada Menteri dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembuatan akta jaminan fidusia. Permohonan tersebut memuat setidak-tidaknya: a. identitas pihak Pemberi Fidusia dan Penerima Fidusia; b. tanggal, nomor akta jaminan fidusia, nama, dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta jaminan fidusia; c. data perjanjian pokok yang dijamin fidusia; d. uraian mengenai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia; e. nilai penjaminan; dan f. nilai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.



Permohonan

pendaftaran

jaminan

fidusia

yang

telah

memenuhi

persyaratan akan memperoleh bukti pendaftaran, selanjutnya Pemohon

6

Legal Guidelines Jaminan Fidusia By Arod Fandy, S.H., Jakarta, 10 Juni 2015 all rights reserved.

wajib melakukan pembayaran biaya pendaftaran jaminan fidusia melalui bank persepsi berdasarkan bukti pendaftaran. 

Pendaftaran jaminan fidusia dicatat secara elektronik setelah pemohon melakukan pembayaran biaya pendaftaran jaminan fidusia, selanjutnya sertifikat jaminan fidusia akan ditandatangani secara elektronik oleh Pejabat yang berwenang. Jaminan fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal jaminan fidusia dicatat secara elektronik.



Sertifikat jaminan fidusia dapat dicetak pada tanggal yang sama dengan tanggal jaminan fidusia dicatat.

Berikut ini adalah bagan ringkas mengenai tata cara pendaftaran jaminan fidusia.

Benda yang dijadikan objek jaminan fidusia atas pelunasan utang tertentu wajib diikat dengan perjanjian pemberian jaminan fidusia yang dibuat oleh Notaris

Akta Jaminan Fidusia selesai dibuat oleh Notaris Paling lambat 30 hari terhitung sejak Akta Jaminan Fidusia selesai dibuat Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya wajib menyampaikan permohonan pendaftaran jaminan fidusia kepada Menteri Hukum dan HAM secara elektronik (online) Jaminan fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal jaminan fidusia dicatat secara elektronik Cetak Sertifikan Jaminan Fidusia yang sudah ditandatangani secara elektronik oleh Pejabat yang berwenang

Pemohon menerima bukti pendaftaran

Pemohon melakukan pembayaran biaya pendaftaran jaminan fidusia melalui Bank persepsi

Pendaftaran jaminan fidusia dicatat secara elektronik berdasarkan bukti pembayaran

7

Legal Guidelines Jaminan Fidusia By Arod Fandy, S.H., Jakarta, 10 Juni 2015 all rights reserved.

H. Tata Cara Perbaikan Sertifikat Jaminan Fidusia Dalam hal terjadi kesalahan pengisian data dalam permohonan pendaftaran jaminan fidusia, khusus mengenai: a. b. c. d. e.

identitas pihak Pemberi Fidusia dan Penerima Fidusia; tanggal, nomor akta Jaminan Fidusia, nama, dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta jaminan fidusia; data perjanjian pokok yang dijamin fidusia; uraian mengenai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia; dan nilai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.

yang mana kekeliruan tersebut diketahui setelah sertifikat jaminan fidusia dicetak, Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya harus mengajukan permohonan perbaikan sertifikat jaminan fidusia kepada Menteri dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal sertifikat jaminan fidusia diterbitkan. Permohonan perbaikan sertifikat jaminan fidusia tersebut sedikitnya memuat: a. b. c.

nomor dan tanggal sertifikat jaminan fidusia yang akan diperbaiki; data perbaikan; dan keterangan perbaikan.

Permohonan perubahan sertifikat jaminan fidusia tersebut juga harus diserahkan dengan melampirkan: a. b. c.

salinan sertifikat jaminan fidusia yang akan diperbaiki; fotokopi bukti pembayaran biaya pendaftaran Jaminan Fidusia; dan salinan akta jaminan fidusia.

I. Tata Cara Perubahan Sertifikat Jaminan Fidusia Khusus dalam hal terjadi kesalahan pengisian atau terdapat perubahan data dalam permohonan pendaftaran jaminan fidusia mengenai jumlah nilai penjaminan dalam kategori nilai penjaminan yang berbeda, maka Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya harus mengajukan permohonan perubahan sertifikat jaminan fidusia kepada Menteri yang sekurang-kurangnya memuat: a. b. c. d.

nomor dan tanggal sertifikat terakhir; nama dan tempat kedudukan notaris; data perubahan; dan keterangan perubahan.

Perubahan data dalam permohonan pendaftaran jaminan fidusia mengenai jumlah nilai penjaminan setelah memperoleh bukti pendaftaran, pemohon diwajibkan untuk melakukan pembayaran biaya permohonan perubahan sertifikat jaminan fidusia melalui bank persepsi berdasarkan bukti pendaftaran.

8

Legal Guidelines Jaminan Fidusia By Arod Fandy, S.H., Jakarta, 10 Juni 2015 all rights reserved.

Pendaftaran perubahan sertifikat jaminan fidusia dicatat setelah pemohon melakukan pembayaran. Sertifikat perubahan atas sertifikat jaminan fidusia dapat segera dicetak setelah pembayaran biaya permohonan dilakukan. J. Pengalihan Jaminan Fidusia Pengalihan hak atas piutang (cassie) yang dijamin dengan fidusia mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban kreditor penerima fidusia kepada kreditor yang baru, pengalihan jaminan fidusia tersebut wajib didaftarkan oleh kreditor yang baru. Jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia di tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan (baik dengan menjual, menyewakan, atau pengalihan dalam bentuk lain) atas benda persediaan (barang dagangan) yang menjadi obyek jaminan fidusia. Untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada kreditor penerima jaminan fidusia, maka benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang telah dialihkan oleh debitur pemberi jaminan fidusia tersebut wajib diganti oleh debitor pemberi jaminan fidusia dengan objek yang setara, baik dari segi nilai, kualitas, maupun kuantitasnya. Pembeli benda persediaan (barang dagangan) yang telah dijadikan objek jaminan fidusia bebas dari tuntutan meskipun pembeli tersebut mengetahui tentang adanya jaminan fidusia atas benda yang dibelinya itu, dengan ketentuan bahwa pembeli telah membayar lunas harga penjualan benda tersebut sesuai dengan harga pasar, ketentuan ini merupakan pengecualian dari prinsip droit de suite. Debitor pemberi fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang tidak merupakan benda persediaan (seperti rumah pribadi, mobil pribadi, mesin poduksi, dll), kecuali atas persetujuan tertulis terlebih dahulu dari kreditor penerima fidusia. Apabila kreditor penerima fidusia setuju bahwa debitor pemberi fidusia dapat menggunakan, menggabungkan, mencampur, atau mengalihkan benda atau hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia, atau bahkan menyetujui melakukan penagihan atau melakukan kompromi atas piutang, maka persetujuan tersebut tidaklah berarti bahwa kreditor penerima fidusia melepaskan jaminan fidusia. Kreditor penerima fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat tindakan atau kelalaian debitor pemberi fidusia baik yang timbul dari hubungan kontraktual 9

Legal Guidelines Jaminan Fidusia By Arod Fandy, S.H., Jakarta, 10 Juni 2015 all rights reserved.

atau yang timbul dari perbuatan melanggar hukum sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Artinya, segala sesuatu yang dilakukan/diperbuat antara debitor pemberi fidusia dengan pihak ketiga sehubungan objek jaminan fidusia tidak mempengaruhi dan/atau mengurangi hak kreditor penerima fidusia atas objek jaminan fidusia. Kreditor penerima fidusia tetap dapat melaksanakan haknya atas objek jaminan fidusia apabila debitor lalai, terlepas dari perbuatan yang telah dan/atau akan dilakukan oleh debitor dengan pihak ketiga atas objek jaminan fidusia tersebut. K. Eksekusi dan Penjualan Benda Objek Jaminan Fidusia Benda objek jaminan fidusia baru dapat dieksekusi apabila debitor pemberi jaminan fidusia ingkar janji (wanprestasi) meskipun telah diperingati dan ditegur dengan patut (somasi) untuk melaksanakan segala kewajibannya dalam perjanjian. Wanprestasi merupakan suatu keadaan dimana debitor tidak memenuhi atau lalai memenuhi kewajibannya sebagaimana telah disepakati dalam perjanjian. Wanprestasi dapat berupa3: 1) 2) 3) 4)

Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan; Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikannya; Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat; Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Selanjutnya Pasal 1238 KUHPer menyatakan bahwa debitor secara otomatis dinyatakan wanprestasi apabila setelah lewatnya batas waktu yang ditentukan dalam perjanjian, dan telah diperingati dengan surat teguran secara patut, debitor tetap gagal memenuhi prestasinya. Adapun Pasal 1238 KUHPer secara lengkap berbunyi sebagai berikut: “Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri, yaitu bilaperikatan itumengakibatkan si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”

Setelah debitor pemberi jaminan fidusia berada dalam keadaan wanprestasi maka kreditor penerima fidusia dapat segera menjalankan hak eksekutorial atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Pasal 15 UUJF menyatakan sebagai berikut: 1)

Dalam sertifikat Jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (1) dicantumkan kata-kata " DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA".

3

Subekti, 2002, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, h.45.

10

Legal Guidelines Jaminan Fidusia By Arod Fandy, S.H., Jakarta, 10 Juni 2015 all rights reserved. 2)

3)

Sertifikat Jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; Apabila debitor cidera janji, Penerima Fidusia mempunyai hak untuk menjual Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri.

Pelaksanaan hak kreditor penerima jaminan fidusia dapat dilakukan melalui cara-cara konvensional dan cara-cara khusus yang ditentukan di dalam Pasal 29, Pasal 31, dan Pasal 32 UUJF yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 29 “Apabila debitor atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap Benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara: (1) a. pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (2) oleh penerima fidusia; b. penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan; c. penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak. (2) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh Pemberi dan/atau Penerima Fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan.” Pasal 31 “Dalam hal Benda yang obyek Jaminan Fidusia terdiri atas benda perdagangan atau efek yang dapat dijual di pasar atau di bursa, penjualannya dapat dilakukan di tempattempat tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Pasal 32 “Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi terhadap Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dan pasal 31, batal demi hukum.”

UUJF tidak menentukan lebih lanjut perihal tata cara pelaksanaan hak eksekusi penerima jaminan fidusia yang telah disebutkan dalam Pasal 29 UUJF tersebut di atas, oleh karenanya maka penting untuk diketahui prosedur pelaksanaan hak kreditor penerima fidusia dalam mengeksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia, yang dirangkum dalam sub-bab dibawah ini.

11

Legal Guidelines Jaminan Fidusia By Arod Fandy, S.H., Jakarta, 10 Juni 2015 all rights reserved.

L. Penjualan Objek Jaminan Fidusia Melalui Lelang Eksekusi (Fiat Eksekusi) Kreditor penerima fidusia dapat mengeksekusi objek jaminan fidusia berdasarkan titel eksekutorial (vide Pasal 29 (a) UUJF) yang terdapat dalam Sertifikat Jaminan Fidusia melalui lelang eksekusi (fiat eksekusi). Terhadap eksekusi melalui fiat eksekusi, kreditor selaku penerima fidusia tidaklah dapat melakukan eksekusi riil atau eksekusi secara langsung atas objek jaminan fidusia atas dasar titel eksekutorial. Pelaksanaan titel eksekutorial yang dimaksud dalam Pasal 29 (a) UUJF hanya dapat dilakukan melalui penetapan pengadilan, dalam artian bahwa dalam rangka eksekusi secara fiat eksekusi, kreditor penerima fidusia diwajibkan untuk terlebih dahulu memohonkan penetapan eksekusi benda jaminan ke Pengadilan Negeri setempat. Dalam hal benda objek jaminan fidusia adalah benda bergerak, maka permohonan diajukan di Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum (domisili) debitor, sedangkan dalam hal objek jaminan fidusia berupa benda tidak bergerak seperti bangunan dan alat-alat produksi maka permohonan diajukan di Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi wilayah hukum dimana objek jaminan fidusia berada, untuk selanjutnya berdasarkan penetapan tersebut Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) akan melakukan lelang eksekusi atas objek jaminan fidusia. Adapun proses lengkap dari pelaksanaan fiat eksekusi adalah sebagai berikut: 1.

2. 3.

4.

5.

6.

7.

Kreditor mengajukan permohonan penetapan (fiat) eksekusi lelang kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat yang wilayah hukumnya meliputi wilayah hukum dimana debitor pemberi fidusia berdomisili atau di domisili hukum yang telah dipilih oleh para pihak dalam perjanjian; Pemohon membayar panjar biaya (SKUM); Kepaniteraa Perdata / bagian eksekusi mempersiapkan surat permohonan pelaksanaan lelang kepada kantor lelang paling lama 7 (tujuh) hari setelah Penetapan ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Negeri; Lelang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) selaku penyelenggara lelang yang difasilitasi oleh badan peradilan; Biaya lelang terlebih dahulu disetorkan kepada Kas Negara, selanjutnya hasil bersih lelang akan diserahkan oleh KPKNL kepada Kepaniteraan, selanjutnya Kepaniteraan menyerahkannya kepada Pemohon Lelang, sedangkan sisanya dikembalikan kepada Termohon Lelang; Dalam hal hasil penjualan atas objek jaminan fidusia tidak cukup untuk melunasi utang debitor, maka debitor tetap wajib melunasi sisa utangnya, sementara kedudukan kreditor berubah dari kreditor preferen (separatis dalam kepailitan) menjadi kreditor konkuren; Prihal teknis pelaksanaan lelang oleh KPKNL selengkapnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93 /PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang; 12

Legal Guidelines Jaminan Fidusia By Arod Fandy, S.H., Jakarta, 10 Juni 2015 all rights reserved.

8.

Setelah menerima pembayaran, kreditor penerima fidusia / kuasa / wakilnya wajib memberitahukan kepada Menteri perihal hapusnya jaminan fidusia dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal hapusnya Jaminan Fidusia (vide Pasal 16 PP No.21 Tahun 2015).

Berikut ini adalah bagan ringkas mengenai tata cara eksekusi objek jaminan fidusia melalui fiat eksekusi.

Penerima Jaminan Fidusia/Kuasanya mengajukan surat permohonan eksekusi lelang kepada Ketua PN setempat

Pemohon membayar SKUM

Permohonan didisposisi oleh Ketua PN dan Panitera Sekretaris pada hari yang sama dengan hari permohonan diterima Panitera Muda Perdata meneliti: 1. Kelengkapan berkas 2. Perhitungan panjar biaya (SKUM) 3. Mencatat ke dalam register perkara (1 Hari Kerja)

Kepaniteraan Perdata / bagian eksekusi mempersiapkan: 1. Penetapan Ketua Pengadilan Negeri setelah Pemohon membayar SKUM; 2. Menerbitkan Penetapan Eksekusi Lelang. (2 Hari Kerja)

Ketua Pengadilan Negeri / Panitera Sekretaris meneliti penetapan eksekusi lelang untuk ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Negeri pada hari itu juga. (1 Hari Kerja)

Lelang dilaksanakan, selanjutnya: 1. Biaya lelang terlebih dahulu disetorkan kepada Kas Negara; 2. hasil bersih lelang akan diserahkan oleh KPKNL kepada Kepaniteraan; 3. Kepaniteraan menyerahkannya kepada Pemohon Lelang; 4. Sisa hasil lelang dikembalikan kepada Termohon Lelang

Kepaniteraa Perdata mempersiapkan: 1. Surat permohonan pelaksanaan lelang kepada KPKNL; 2. Menetapkan harga minimal objek lelang; 3. Memberitahukan kepada Termohon Eksekusi (7 Hari Kerja)

Kreditor penerima fidusia/kuasa/wakilnya wajib memberitahukan kepada Menteri prihal hapusnya jaminan fidusia dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal kreditor menerima seluruh pembayaran atas piutangnya.

13

Legal Guidelines Jaminan Fidusia By Arod Fandy, S.H., Jakarta, 10 Juni 2015 all rights reserved.

M. Penjualan Objek Jaminan Fidusia Melalui Kekuasaan Sendiri (Parate Eksekusi) Selain melalui fiat eksekusi, kreditor penerima fidusia juga dapat menjalankan haknya dengan menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri (secara parate eksekusi) melalui pelelangan umum yang dilakukan oleh Balai Lelang, yang dimaksud dengan Balai Lelang adalah Badan Hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha di bidang lelang (vide Pasal 1 angka 1 PMK 160/2013). Parate eksekusi hanya dapat dilaksanakan melalui Lelang Non Eksekusi Sukarela. Lelang Non Eksekusi Sukarela adalah lelang atas barang milik swasta, orang, badan hukum, dan badan usaha yang dilelang secara sukarela, baik itu yang dilaksanakan oleh Balai Lelang Kelas I (Balai Lelang yang dimiliki oleh Direktoral Jenderal Kekayaan Negara), maupun yang dilaksanakan oleh Balai Lelang Kelas II yang dimiliki oleh swasta (vide Pasal 1 angka 6 PMK 106/2013). Berdasarkan hal tersebut maka dapat dipahami bahwa parate eksekusi melalui Balai Lelang hanya dapat dilakukan apabila sebelumnya telah terdapat kesepakatan antara debitor pemberi jaminan fidusia dengan kreditor penerima jaminan fidusia untuk menjual objek jaminan fidusia melalui Lelang Non Eksekusi Sukarela. Berbeda halnya dengan fiat eksekusi yang sifatnya dapat dipaksakan karena dilaksanakan melalui pranata pengadilan, pelaksanaan hak eksekutorial atas objek jaminan fidusia melalui parate eksekusi tidaklah dapat dipaksakan atau dilaksanakan secara sepihak, melainkan harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari pemberi jaminan fidusia. Sebab parate eksekusi hanya dapat dilakukan melalui Lelang Non Eksekusi Sukarela, dan Lelang Non Eksekusi Sukarela hanya dapat dilaksanakan apabila terhadap lelang tersebut tidak ada perlawanan, atau dengan kata lain pelelangan dilakukan secara sukarela atas persetujuan pemberi jaminan fidusia. Memang pada hakikatnya yang dimaksud dengan parate eksekusi adalah eksekusi atas benda jaminan atas kekuasaan kreditor sendiri tanpa harus memperoleh persetujuan dari siapapun, termasuk persetujuan dari debitor maupun persetujuan dari pengadilan (tanpa harus melalui pranata pengadilan), sebab secara prinsip parate eksekusi berbeda dengan eksekusi grosse akta yang memang harus terlebih dahulu memperoleh putusan Hakim (vide Pasal 224 HIR dan Pasal 258 RBg). Namun demikian, parate eksekusi di Indonesia tidak dapat dilaksanakan secara mutlak, dalam artian bahwa eksekusi atas benda objek jaminan selain melalui fiat 14

Legal Guidelines Jaminan Fidusia By Arod Fandy, S.H., Jakarta, 10 Juni 2015 all rights reserved.

eksekusi tidaklah dapat dilaksanakan secara paksa, melainkan harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari debitor pemberi fidusia. Hal ini merupakan konsekuensi yuridis dari Yurisprudensi Mahkamah Agung dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3201 K/Pdt/1984 tanggal 30 Januari 1986 yang dalam putusannya membatalkan Keputusan Pengadilan Tinggi Bandung dan dalam Ratio Recidendi putusan menyatakan bahwa penjualan lelang berdasar parate eksekusi yang telah dilakukan tanpa melalui Ketua Pengadilan adalah melawan hukum dan lelang yang bersangkutan akhirnya dibatalkan. Berdasarkan hal tersebut maka pelaksanaan parate eksekusi atas objek jaminan fidusia hanya dapat dilakukan melalui Lelang Non Eksekusi Sukarela melalui Balai Lelang. Adapun mekanisme pelaksanaannya adalah sebagai berikut: 1. debitor pemberi fidusia bersedia agar benda yang menjadi objek jaminan fidusia dijual melalui lelang umum oleh Balai Lelang; 2. nilai limit pada (harga minimal barang yang akan dilelang) Lelang Non Eksekusi Sukarela atas barang bergerak ditetapkan oleh pemilik benda, yaitu kreditor penerima fidusia (vide Pasal 36 ayat (4) PMK 106/2013); 3. nilai limit pada Lelang Non Eksekusi Sukarela atas barang tetap berupa bangunan ditetapkan oleh kreditor penerima fidusia berdasarkan hasil penilaian dari penilai (vide Pasal 36 ayat (4a) PMK 106/2013); 4. penerima jaminan fidusia mengajukan permohonan lelang pada Balai Lelang; 5. pemimpin Balai Lelang meneruskan permohonan tersebut kepada Pejabat Lelang kelas II untuk menetapkan jadwal pelaksanaan lelang; 6. Balai Lelang selaku penjual melakukan pengumuman pelaksanaan lelang yang melalui surat kabar harian yang terbit di kota/kabupaten tempat barang berada. Pengumuman terhadap Lelang Non Eksekusi Sukarela atas objek jaminan fidusia berupa bangunan dilakukan dalam jangka waktu minimal 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan lelang, sementara terhadap Lelang Non Eksekusi Sukarela atas objek jaminan fidusia berupa barang bergerak wajib diumumkan paling singkat 5 hari sebelum pelaksanaan lelang (vide Pasal 43 ayat (1) PMK 106/2013 jo Pasal 48 ayat (1) PMK 93/2010); 7. Lelang dilaksanakan oleh Pejabat Lelang kelas II; 8. Balai Lelang menyetor Bea Lelang kepada kas negara dan memberikan hasil bersih lelang kepada kreditor penerima fidusia; 9. Hasil bersih tersebut digunakan untuk membayar seluruh piutang kreditor, kemudian sisanya dikembalikan kepada debitor pemberi jaminan fidusia; 10. Dalam hal hasil penjualan atas objek jaminan fidusia tidak cukup untuk melunasi utang debitor, maka debitor tetap wajib melunasi sisa utangnya, sementara kedudukan kreditor berubah dari kreditor preferen (separatis dalam kepailitan) menjadi kreditor konkuren; 11. Setelah menerima pembayaran, kreditor penerima fidusia / kuasa / wakilnya wajib memberitahukan kepada Menteri perihal hapusnya jaminan fidusia dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal hapusnya Jaminan Fidusia (vide Pasal 16 PP No.21 Tahun 2015).

15

Legal Guidelines Jaminan Fidusia By Arod Fandy, S.H., Jakarta, 10 Juni 2015 all rights reserved.

N. Penjualan Objek Jaminan Fidusia Secara di Bawah Tangan Kreditor dapat menjual objek jaminan fidusia di bawah tangan tanpa harus melalui pelelangan umum, dengan persyaratan bahwa penjualan di bawah tangan tersebut dilakukan berdasarkan kesepakatan antara debitor pemberi fidusia dengan kreditor penerima fidusia, jika dengan cara yang demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak. Penjualan objek jaminan fidusia di bawah tangan hanya dapat dilaksanakan setelah rencana penjualan tersebut terlebih dahulu diumumkan/diberitahukan secara tertulis oleh debitor pemberi fidusia dan/atau kreditor penerima fidusia kepada pihakpihak yang berkepentingan selama 1 (satu) bulan sebelum rencana penjualan dilaksanakan dan diumumkan setidak-tidaknya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan. O. Cassie Atas Piutang yang Dibebani Jaminan Fidusia Cassie adalah istilah yang digunakan untuk menyebut suatu perbuatan hukum berupa penyerahan barang-barang tak bertubuh termasuk piutang yang mengakibatkan beralihnya hak-hak atas barang-barang tersebut kepada pihak lain. Selengkapnya cassie diatur dalam Pasal 613 KUHPer yang menyatakan sebagai berikut: “Penyerahan piutang-piutang atas nama dan barang-barang lain yang tidak bertubuh, dilakukan dengan jalan membuat akta otentik atau di bawah tangan yang melimpahkan hak-hak atas barang-barang itu kepada orang lain. Penyerahan ini tidak ada akibatnya bagi yang berutang sebelum penyerahan itu diberitahukan kepadanya atau disetujuinya secara tertulis atau diakuinya. Penyerahan surat-surat utang atas tunjuk dilakukan dengan memberikannya; penyerahan surat utang atas perintah dilakukan dengan memberikannya bersama endosemen surat itu.”

Syarat utama yang harus ada dalam perjanjian cassie adalah sebagai berikut: 1. Pernyataan pengalihan piutang dari pihak pemilik piutang (Transferor) kepada pihak penerima pengalihan piutang (tranferee); 2. Pernyataan yang menegaskan bahwa si berutang mengetahui dan menyetujui pengalihan utangnya dari kreditor lama kepada kreditor baru.

Mengingat bahwa perjanjian pengikatan jaminan fidusia merupakan perjanjian tambahan yang melekat pada perjanjian pokoknya maka beralihnya piutang dalam perjanjian pokok juga turut mengalihkan hak atas piutang tersebut, termasuk hak atas jaminan fidusia yang melekat atasnya. Hal ini memberi pengertian bahwa cassie dapat dilakukan atas piutang yang dijamin dengan jaminan fidusia dengan konsekuensi yuridis bahwa dengan adanya cassie maka segala hak dan kewajiban kreditor 16

Legal Guidelines Jaminan Fidusia By Arod Fandy, S.H., Jakarta, 10 Juni 2015 all rights reserved.

penerima fidusia yang lama beralih kepada kreditor penerima fidusia yang baru dan pengalihan hak atas piutang tersebut wajib diberitahukan dan disetujui oleh debitor pemberi fidusia. Selanjutnya kreditor baru diwajibkan untuk mendaftarkan peralihan jaminan fidusia tersebut (vide Pasal 19 ayat (1) UUJF beserta penjelasannya). P. Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia Ada kalanya dalam rangka eksekusi objek jaminan fidusia, pihak debitor pemberi jaminan fidusia (pihak tereksekusi) menolak untuk menyerahkan objek jaminan fidusia yang berada dalam kekuasaannya kepada pihak kreditor. Untuk mengatasi hal ini maka UUJF memberikan perlindungan hukum bagi kreditor penerima fidusia melalui Pasal 30 UUJF yang menyatakan sebagai berikut: Pasal 30 “Pemberi Fidusia wajib menyerahkan Benda yang obyek Jaminan Fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia.” Penjelasan Pasal 30 “Dalam hal debitor pemberi jaminan fidusia tidak menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia pada waktu eksekusi dilaksanakan, kreditor penerima fidusia berhak mengambil benda yang menjadi objek jaminan fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak yang berwenang.”

Pihak yang berwenang yang dimaksud dalam penjelasan Pasal 30 UUJF tersebut adalah juru sita pengadilan dan aparat kepolisian. Di dalam rangka pengamanan terhadap eksekusi, maka kreditor penerima jaminan fidusia atau kuasa hukumnya terlebih dahulu harus mengajukan permohonan pengamanan yang diajukan secara tertulis kepada Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) atau Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) yang wilayah hukumnya meliputi tempat eksekusi dilaksanakan, dan dalam hal permohonan pengamanan eksekusi diajukan oleh kuasa hukum kreditor penerima jaminan fidusia, maka pemohon wajib melampirkan surat kuasa dari penerima jaminan fidusia. Syarat mutlak yang harus ada untuk memperoleh fasilitas pengamanan eksekusi objek jaminan fidusia adalah Sertifikat Jaminan Fidusia, oleh sebab pengamanan hanya dapat dilakukan atas objek jaminan fidusia yang sudah terdaftar (vide Pasal 5 ayat (1) Perkap 8/2011). Adapun kelengkapan yang harus dipenuhi antara lain: 1. ada permintaan dari pemohon; 2. memiliki akta jaminan fidusia (akta notaris); 3. jaminan fidusia terdaftar pada kantor pendaftaran fidusia; 17

Legal Guidelines Jaminan Fidusia By Arod Fandy, S.H., Jakarta, 10 Juni 2015 all rights reserved.

4. memiliki sertifikat jaminan fidusia (akta yang dikeluarkan oleh kementerian); dan 5. jaminan fidusia berada di wilayah negara Indonesia.

Permohonan pengamanan eksekusi tersebut diajukan dengan melampirkan: 1. 2. 3. 4. 5.

salinan akta jaminan fidusia; salinan sertifikat jaminan fidusia; surat peringatan kepada Debitor untuk memenuhi kewajibannya; identitas pelaksana eksekusi; dan surat tugas pelaksanaan eksekusi.

Q. Hapusnya Jaminan Fidusia Jaminan Fidusia hapus karena hal-hal sebagai berikut: a. hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia; b. pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh Penerima Fidusia; atau c. musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia dengan ketentuan bahwa musnahnya benda objek jaminan fidusia tidaklah menghapuskan klaim asuransi atas benda tersebut, sehingga klaim asuransi atas benda tersebut akan menjadi pengganti objek jaminan fidusia).

Pemberitahuan penghapusan Jaminan Fidusia dilakukan secara online dan memuat: a. keterangan atau alasan hapusnya jaminan fidusia, keterangan yang dimaksud adalah berupa pernyataan mengenai hapusnya utang, pelepasan hak, atau musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia tersebut; b. nomor dan tanggal sertifikat jaminan fidusia; c. nama dan tempat kedudukan notaris; dan d. tanggal hapusnya jaminan fidusia.

Berdasarkan pemberitahuan penghapusan tersebut maka Menteri akan menghapus/mencoret (roya) jaminan fidusia dari daftar jaminan fidusia dan menerbitkan keterangan penghapusan yang menyatakan bahwa sertifikat jaminan fidusia yang bersangkutan tidak berlaku lagi. Khusus dalam hal jaminan fidusia hapus karena alasan utang yang dijamin dengan fidusia telah lunas/hapus maka penerima fidusia, kuasa atau wakilnya, wajib memberitahukan kepada Menteri dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal hapusnya jaminan fidusia. Jika penerima fidusia, kuasa atau wakilnya

tidak memberitahukan

penghapusan jaminan fidusia maka jaminan fidusia yang bersangkutan tidak dapat didaftarkan kembali (vide Pasal 17 PP No. 21/2015). R. Ketentuan Pidana Dalam Pengaturan Jaminan Fidusia Penting untuk diperhatikan bahwa UUJF juga memuat sanksi pidana terhadap perbuatan-perbuatan tertentu yang diatur secara khusus dalam Pasal 35 dan Pasal 36 UUJF yang berbunyi sebagai berikut: 18

Legal Guidelines Jaminan Fidusia By Arod Fandy, S.H., Jakarta, 10 Juni 2015 all rights reserved.

Pasal 35 “Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan, yang jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian Jaminan Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).” Pasal 36 “Pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan Benda yang menjadi obyek jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).”

S. Akibat Hukum Atas Akta Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan Ada kalanya pembebanan objek jaminan fidusia yang telah dibuat dengan akta notaris tidak didaftarkan oleh penerima fidusia. Penting untuk diketahui bahwa Akta Fidusia bukanlah Sertifikat Jaminan Fidusia, sehingga Akta Fidusia tidaklah mempunyai kekuatan eksekutorial. Akta Fidusia hanyalah langkah awal yang wajib dipenuhi oleh para pihak dalam rangka memperoleh Sertifikat Jaminan Fidusia, dan Sertifikat Jaminan Fidusia inilah yang memiliki kekuatan penjaminan yang sempurna dan dilindungi oleh UUJF. Hak eksekusi atas objek jaminan fidusia baru lahir ketika Sertifikat Jaminan Fidusia diterbitkan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (3) jo Pasal 15 ayat (2) UUJF yang menyatakan sebagai berikut: Pasal 14 ayat (3) “Jaminan Fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia.” (Sertifikat Fidusia merupakan salinan dari Buku Daftar Fidusia). Pasal 15 ayat (2) “Sertifikat Jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas maka dapat diketahui bahwa jaminan fidusia baru lahir/terbit setelah proses pendaftaran dilakukan, dan kekuatan eksekutorial atau alas hak atas eksekusi terhadap objek jaminan fidusia hanya terdapat dalam Sertifikat Jaminan Fidusia. Berdasarkan hal tersebut maka setiap akta fidusia yang tidak didaftarkan menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan tidaklah melahirkan jaminan fidusia. Oleh karena jaminan fidusianya tidak pernah lahir, maka segala hak-hak penerima fidusia yang diberikan dan dilindungi oleh UUJF tidak pernah ada dan tidak dapat diakui.

19

Legal Guidelines Jaminan Fidusia By Arod Fandy, S.H., Jakarta, 10 Juni 2015 all rights reserved.

T. Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Yang Belum Didaftarkan Sesuai dengan penjelasan sebelumnya, oleh sebab setiap jaminan fidusia yang belum didaftarkan tidak memiliki kekuatan eksekutorial dan pula tidak memberi hakhak khusus atas benda jaminan, maka setiap eksekusi objek jaminan yang dilakukan oleh kreditor penerima fidusia tidak dapat dilaksanakan. Dalam hal kreditor penerima jaminan fidusia melakukan perbuatan-perbuatan yang sifatnya memaksa pihak debitor untuk menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia, maka kreditor secara nyata telah melanggar hak asasi debitor yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan kreditor juga secara nyata telah melakukan tindak pidana perampasan dan pemerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 368 KUHP, adapun kedua pasal tersebut selengkapnya berbunyi sebagai berikut. Pasal 36 UU HAM “Tidak seorangpun boleh dirampas miliknya dengan sewenang-wenang dan secara melawan hukum.” Pasal 368 KUHP “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.”

Sebaliknya, apabila debitor menolak untuk menyerahkan benda setelah diminta secara patut oleh kreditor maka kreditor dapat melaporkan tindakan debitor tersebut kepada aparat penegak hukum dengan alasan bahwa debitor telah secara nyata melakukan delik penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP yang berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”

Berdasarkan seluruh penjelasan tersebut di atas maka debitor dan kreditor dapat saling mengadukan satu sama lain atas tuduhan telah melakukan tindak pidana. Oleh karenanya maka perlu ditekankan kembali bahwa pendaftaran jaminan fidusia oleh penerima fidusia sangatlah penting untuk dilakukan guna memperoleh perlindungan hukum yang utuh dan mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari apabila debitor wanprestasi.

20

Legal Guidelines Jaminan Fidusia By Arod Fandy, S.H., Jakarta, 10 Juni 2015 all rights reserved.

Sebagai tambahan, penting juga untuk diketahui bahwa dalam hal kreditor menggunakan oknum kepolisian untuk melakukan penagihan atas piutangnya, atau dalam hal debitor menggunakan oknum kepolisian untuk melindungi dirinya demi tujuan

menghindari

kewajiban

pembayaran

atas

utang-utangnya,

maka

debitor/kreditor dapat mengajukan pengaduan kepada Divisi Propam Polri atas tindakan oknum yang bersangkutan untuk ditindak dan diberi sanksi oleh pejabat Polri yang berwenang. Pengaduan atas tindakan oknum yang demikian didasarkan atas Pasal 5 huruf h Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menyatakan bahwa: “Dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang untuk menjadi penagih piutang atau menjadi pelindung orang yang punya utang.”

U. Akibat Hukum Atas Hapusnya Jaminan Fidusia Yang Tidak Diberitahukan Kepada Menteri dan Sanksi Atas Fidusia Ulang Dalam hal penerima fidusia, kuasa atau wakilnya tidak memberitahukan penghapusan jaminan fidusia kepada Menteri untuk dilakukan pencoretan dari Daftar Jaminan Fidusia maka objek jaminan fidusia yang bersangkutan tidak dapat didaftarkan kembali atau dengan kata lain objek jaminan fidusia tersebut tidak dapat lagi digunakan sebagai objek jaminan fidusia atas perjanjian yang baru (vide Pasal 17 ayat (2) PP No. 21/2015). Dalam hal debitor menjaminkan kembali objek jaminan fidusia sebagai jaminan atas utang-utangnya yang baru, maka debitor diancam dengan sanksi pidana yang terdapat dalam Pasal 35 UUJF dan bukan diancam dengan delik penipuan yang terdapat dalam Pasal 378 KUHP. Hal ini sesuai dengan asas lex specialis derogat legi generali yang menentukan bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih khusus mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang lebih umum. Asas ini terdapat dalam Pasal 63 ayat (2) KUHP yang berbunyi: “Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.”

Setiap tuntutan pidana yang diajukan terhadap perbuatan melawan hukum dalam ranah hukum jaminan fidusia yang berdasarkan pada KUHP padahal terhadap perbuatan-perbuatan yang demikian secara nyata telah diatur secara khusus dalam UUJF, maka tuntutan tersebut tidak dapat diterima karena dasar tuntutannya keliru.

21

Legal Guidelines Jaminan Fidusia By Arod Fandy, S.H., Jakarta, 10 Juni 2015 all rights reserved.

V. Upaya Hukum Yang Terbuka Untuk Melawan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Yang Tidak Memuaskan Debitor, ahli waris, maupun pihak ketiga yang berkepentingan dapat melakukan berbagai upaya hukum dalam rangka menangguhkan, membatalkan dan/atau menyatakan tidak sah eksekusi atas objek jaminan fidusia sepanjang pihakpihak pelawan tersebut memiliki alas hak untuk itu dan dilakukan dengan itikad baik, bukan dilakukan dengan maksud untuk menghindari kewajiban hukum yang dibebankan kepadanya yang lahir dari perjanjian yang telah disepakatinya. Adapun upaya hukum yang dapat ditempuh oleh debitor/ahli waris/pihak ketiga untuk membatalkan lelang hanya dapat ditempuh melalui proses peradilan, hal ini sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam PMK 106/2013 yang menentukan sebagai berikut. Pasal 24 PMK 106/2013 “Lelang yang akan dilaksanakan hanya dapat dibatalkan dengan permintaan Penjual atau penetapan provisional atau putusan dari lembaga peradilan.” Pasal 27 huruf d PMK 106/2013 “Pembatalan lelang sebelum pelaksanaan lelang dapat dilakukan oleh Pejabat Lelang dalam hal barang yang akan dilelang dalam status sita jaminan/sita eksekusi/sita pidana, khusus Lelang Noneksekusi.”

Konsekuensi yuridis atas ketentuan PMK 106/2013 tersebut adalah bahwa upaya hukum yang dapat ditempuh untuk membatalkan lelang atas objek jaminan fidusia hanya dapat dilakukan melalui proses peradilan, baik itu dengan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (vide Pasal 1365 KUHPer), atau dengan mengajukan gugatan pembatalan perjanjian (vide Pasal 1321 KUHPer jo. Pasal 1381 KUHPer). Terlebih dahulu akan diuraikan mengenai upaya perlawanan terhadap eksekusi objek jaminan fidusia melalui gugatan perbuatan melawan hukum beserta dalil yang dapat digunakan sebagai alas hak untuk mengajukan gugatan. Menurut Pasal 1365 KUHPer perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad/tort) adalah setiap perbuatan dalam ranah keperdataan yang melanggar hak orang lain (berbuat sesuatu/perbuatan positif) ataupun yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri (tidak berbuat sesuatu/perbuatan negatif) yang membawa kerugian kepada orang lain. Selengkapnya Pasal 1365 KUHPer menyatakan sebagai berikut: 22

Legal Guidelines Jaminan Fidusia By Arod Fandy, S.H., Jakarta, 10 Juni 2015 all rights reserved.

Pasal 1365 KUHPer “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”

Berdasarkan rumusan Pasal 1365 KUHPer, dapat dipahami bahwa suatu perbuatan dinyatakan melawan hukum apabila memenuhi 4 (empat) unsur sebagaimana berikut4: 1. 2. 3. 4.

Perbuatan itu harus melawan hukum (onrechtmatig); Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian (schade); Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan; Antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan kausal.

Penting untuk diketahui bahwa ruang lingkup perbuatan melawan hukum yang terdapat dalam Pasal 1365 KUHPer yang pada pokoknya berbunyi sama dengan ketentuan dalam Pasal 1401 BW Belanda telah diperluas oleh Hoge Raad melalui Putusan Hoge Raad yang menganulir putusan Gerechtshof Amsterdam atas perkara Lindenbaum vs Cohen tertanggal 31 Januari 1919 yang kemudian menjadi yurisprudensi yang diterima dan diikuti oleh negara-negara berpaham Eropa Kontinental termasuk Indonesia. Sejak saat itu hingga sekarang ini ruang lingkup perbuatan melawan hukum diartikan secara luas meliputi perbuatan-perbuatan di bawah ini5: 1. Perbuatan yang bertentangan/melanggar hak orang lain; 2. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum orang yang berbuat itu sendiri; 3. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan atau sikap berhati-hati sebagaimana patutnya dalam hidup masyarakat, terhadap diri, atau benda orang lain.

Berdasarkan penjelasan di atas, apabila dihubungkan dengan pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia maka pihak tereksekusi/pelawan dapat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum kepada pihak penyelenggara lelang atas dasar adanya kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh KPKNL/Balai Lelang terkait pelaksanaan lelang yang tidak memenuhi prosedur yang tepat, seperti misalnya adanya cacat hukum dalam keabsahan dokumen persyaratan lelang (vide Pasal 16 ayat (1) PMK 106/2013), kekeliruan mengenai tata cara pengumuman lelang, penetapan harga yang tidak wajar/dibawah nilai nominal barang, kesalahan dalam prosedur pengambilan/penyitaan/pengosongan objek jaminan fidusia, maupun

4 5

Abdulkadir Muhammad, 2010, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 229. Ibid, h. 263.

23

Legal Guidelines Jaminan Fidusia By Arod Fandy, S.H., Jakarta, 10 Juni 2015 all rights reserved.

kesalahan/kelalaian lain dalam prosedur lelang yang merugikan pihak penggugat. Terhadap

dalil

yang

demikian

maka

dalam

posita

gugatan,

pihak

tereksekusi/penggugat terlebih dahulu harus menguraikan perbuatan-perbuatan apa saja dalam prosedur lelang yang dapat digolongkan sebagai perbuatan melawan hukum yang merugikan dirinya, untuk selanjutnya di dalam petitumnya penggugat dapat memohon kepada Majelis Hakim untuk menyatakan perbuatan KPKNL/Balai Lelang sehubungan dengan lelang atas objek jaminan fidusia in casu sebagai perbuatan melawan hukum, menyatakan risalah lelang batal demi hukum serta menghukum KPKNL/Balai Lelang untuk menghentikan dan membatalkan lelang atas objek jaminan fidusia yang merugikan penggugat. Selain melalui gugatan perbuatan melawan hukum, debitor/ahli waris/pihak ketiga dapat juga menangguhkan, membatalkan dan/atau menyatakan tidak sah eksekusi atas objek jaminan fidusia dengan cara mengajukan gugatan pembatalan perjanjian sebagaimana diuraikan di bawah ini. Pasal 1320 KUHPer menentukan bahwa supaya terjadi perjanjian yang sah maka perjanjian tersebut harus memenuhi 4 (empat) syarat, yaitu: 1. 2. 3. 4.

kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; kecakapan untuk membuat suatu perikatan; suatu pokok persoalan tertentu; suatu sebab yang tidak terlarang (kausa yang halal).

Syarat subjektif Syarat objektif

Apabila syarat subjektif tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan, sementara dalam hal syarat objektif perjanjian tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum atau dengan kata lain perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada sejak semula. Pembatalan atau kebatalan karena tidak terpenuhinya syarat dalam perjanjian dapat mengakibatkan perikatan menjadi hapus (vide Pasal 1381 KUHPer). Selanjutnya, di dalam Pasal 1321 KUHPer ditentukan bahwa tiada suatu perjanjian pun yang mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan. Kemudian Pasal 1322 KUHPer menjelaskan lebih lanjut bahwa kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu perjanjian, kecuali jika kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat barang yang menjadi pokok perjanjian. Berdasarkan

uraian

tersebut

maka

pihak

tereksekusi/pelawan

dapat

membatalkan eksekusi atas objek jaminan fidusia dengan cara membatalkan

24

Legal Guidelines Jaminan Fidusia By Arod Fandy, S.H., Jakarta, 10 Juni 2015 all rights reserved.

perjanjian pokoknya sehingga perjanjian pembebanan jaminannya juga menjadi batal. Langkah ini hanya dapat digunakan apabila pelawan/penggugat dapat membuktikan bahwa syarat subjektif dan/atau syarat objektif perjanjian tersebut tidak terpenuhi dan/atau pelawan/penggugat dapat membuktikan bahwa persetujuan atas perjanjian tersebut diberikan berdasarkan cara-cara yang dilarang sebagaimana diatur dalam Pasal 1321 KUHPer, seperti pembatalan perjanjian atas dasar kesalahan/kelalaian debitor mengenai kepemilikan barang jaminan sehubungan dengan status barang jaminan yang merupakan harta waris yang belum selesai dibagi, atau status barang jaminan yang merupakan harta bersama yang penjaminannya belum memperoleh persetujuan suami/istri yang bersangkutan, dan alasan-alasan pembatalan perjanjian lainnya. Selebihnya mengenai tanggungjawab terhadap gugatan atas pelaksanaan lelang telah diatur di dalam PMK 106/2013, antara lain” Pasal 16 ayat (1) PMK 106/2013 “Penjual/Pemilik Barang bertanggung jawab terhadap: a. keabsahan kepemilikan barang; b. keabsahan dokumen persyaratan lelang; c. penyerahan barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak; dan d. dokumen kepemilikan kepada Pembeli.” Pasal 16 ayat (2) PMK 106/2013 “Penjual/Pemilik Barang bertanggung jawab terhadap gugatan perdata maupun tuntutan pidana yang timbul akibat tidak dipenuhinya peraturan perundang-undangan di bidang lelang.” Pasal 16 ayat (3) PMK 106/2013 “Penjual/Pemilik Barang bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi terhadap kerugian yang timbul karena ketidakabsahan barang dan dokumen persyaratan lelang.”

Demikian Legal Guidelines ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan informasi terkait Jaminan Fidusia kepada pihak-pihak tertentu berdasarkan persetujuan dan atas sepengetahuan penulis.

25

Lihat lebih banyak...

Comentarios

Copyright © 2017 DATOSPDF Inc.