laporan molal parsial

July 25, 2017 | Autor: Riska Wulandari | Categoría: Kimia Fisika
Share Embed


Descripción

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti mengenal adanya materi, baik materi hidup maupun yang tidak hidup. Materi yang ada disekitar kita jarang sekali ditemukan dalam bentuk murni, melainkan berasal dari campuran dua zat atau lebih. Penggambaran yang lebih umum mengenai termodinamika campuran dan komposisi suatu zat tersebut, kita perlu mengenal sifat-sifat parsialnya. Salah satu sifat parsial yang ada yakni sifat molal parsial yang lebih mudah digambarkan dengan volume molal parsial yaitu kontribusi pada volume dari satu komponen dalam sampel terhadap volume total.
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak lepas dari air ataupun zat-zat kimia yang lain. Setiap zat tersebut pasti memliki volume. Volume molal parsial biasanya digunakan dalam menentukan tekanan uap campuran. Selain itu dalam mencampurkan suatu zat tertentu dengan zat lain dalam temperatur tertentu, kita juga harus mengetahui volume molal parsial dari zat-zat tersebut.
Volume molal parsial adalah salah satu sifat dari suatu. Volume molal parsial yang didefinisikan sebagai penambahan volume yang terjadi bila 1 mol komponen i ditambahkan pada larutan. Volume molal parsial dari komponen-komponen yang berada dalam larutan adalah salah satu sifat dari molal.
Berdasarkan pada teori diatas dilakukanlah percobaan penentuan volume molal suatu larutan, dalam hal ini larutan natrium klorida.Dalam analisa ini, volume molal parsial suatu larutan ditentukan berdasarkan hubungan densitas dengan peningkatan konsentrasi dari larutan natrium klorida.
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari metode penentuan volume molal parsial suatu larutan.

Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan volume molal parsial larutan natrium klorida sebagai fungsi konsentrasi dengan mengukur densitas larutan dengan menggunakan piknometer.

1.3 Prinsip Percobaan
Prinsip dari percobaan ini adalah menentukan volume molal parsial larutan natrium klorida dengan menghitung densitas larutan natrium klorida dengan variasi konsentrasi yaitu 3 M; 1,5 M; 0,75 M; 0,375 M; dan0,1875 M melalui penimbangan bobot larutan dengan menggunakan piknometer.












BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sifat ekstensif dari suatu campuran dapat dipertimbangkan sebagai fungsi dari T, P, n1, n2 dan sebagainya. Oleh karena itu, U, V, S, H, A, G yang merupakan sifat molar parsial berhubungan dengan sifat ekstensif. Nilai molar parsial saling berhubungan satu sama lain sebagai nilai total. Karena adalah sifat intensif yang memiliki nilai yang sama dimanapun di dalam sistem yang berada dalam keseimbangan (Castellan, 1983).
Volume molar parsial adalah besaran termodinamika yang berisi informasi penting tentang adanya interaksi zat terlarut dan zat pelarut serta strukturr zat terlarut dalam larutan. Selain itu, volume molar parsial mempunyai kualitas penting dalam analisis efek tekanan pada reaksi kimia. Baru-baru ini perkembangan teori molekul volume molar parsial terutama model teori interaksi referensi cairan molekul dan versi tiga dimensi generalisasi yang dikombinasikan dengan teori Kirkwood-Buff untuk menghitung volume molar parsial (Imai, 2007).
Mengukur volume larutan jauh lebih cepat dibandingkan dengan menimbang berat suatu zat dengan suatu metode gravimetri. Akurasinya sama dengan metode gravimetri. Analisis volumetri juga dikenal sebagai titrimetri zat yang akan dianalisis dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan dari buret dalam bentuk larutan. Konsentrasi larutan yang tidak di ketahui kemudian dihitung. Syaratnya adalah reaksi harus berlangsung kuantitatif dan tidak ada reaksi samping. Selain itu, jika reagen penitrasi yang diberikan berlebih, maka harus dapat diketahui dengan suatu indikator. Volume pada jumlah reagen yang ditambahkan tepat sama dengan yang diperlukan untuk bereaksi sempurna (Khopkar, 1990).
Konsentrasi hasil reaksi jauh lebih besar daripada konsentrasi pereaksi, dalam beberapa kasus lain terjadi sebaliknya tetapi tergantung pada keadaannya. Konsentrasi kesetimbangan mencerminkan kecenderungan intrinsik atom-atom untuk berada sebagai molekul pereaksi ataupun molekul hasil reaksi. Sifat intrinsik adalah sifat materi yang tidak bergantung pada ukuran dan jumlah materi. Meskipun tak terhingga banyaknya suatu konsentrasi yang memenuhi kondisi kesetimbangan, hanya ada satu ungkapan umum yang ternyata konstan pada suatu temperatur tertentu untuk suatu reaksi yang berada dalam kesetimbangan. Untuk reaksi umum dalam larutan air, ungkapan ini disebut dengan tetapan kesetimbangan. Pada reaksi kesetimbangan terdapat tanda kurung yang melambangkan konsentrasi dalam mol per liter atau molaritas (Day dan Underwood, 1999).
Glew telah mendiskusikan dengan para ahli, bahwa dalam beberapa tahun terakhir terdapat interaksi yang cukup besar dalam zat terlarut-pelarut encer yang non-elektrolit. Adanya peningkatan stabilisasi struktur air di sekitar molekul zat terlarut dalam bentuk klaster dalam sistem air etilena-glikol (Puri, dkk., 2002).
Selain viskositas, densitas juga dapat menjadi parameter keberhasilan reaksi transesterifikasi. Biodiesel dengan densitas lebih dari 0,900 g/cm3 pada 60 °F (15,5 oC) kemungkinan merupakan hasil dari reaksi yang tidak sempurna. Densitas biodiesel seharusnya berkisar 0,860-0,900 g/cm3. Metil ester minyak jarak pagardengan kadar ester 99,6 % memiliki densitas sebesar 0,879 pada suhu 15 °C. Densitas metil ester yang dihasilkan berkisar 0,846-0,884 g/cm3. Hasil analisis uji sidik ragam menunjukkan tidak ada faktor yang berpengaruh secara nyata terhadap perubahan densitas. Densitas paling kecil adalah hasil perlakuan B1C1 pada proses dua tahap (0,846 g/cm3), sedangkan yang paling besar pada perlakuan B2C2 pada perlakuan satu tahap (0,884 g/cm3). Proses dua tahap secara teoritis dapat meningkatkan pembentukan metil ester namun memiliki resiko oksidasi yang lebih besar. Proses satu tahap menghasilkan respon viskositas dan densitas sedikit lebih tinggi namun bilangan asamnya rendah. Proses satu tahap dipilih sebagai perlakuan terbaik dikombinasikan dengan suhu 30 °C dan nisbah mol metanol 5:1 atau B1C3 (Sumangat dan Hidayat, 2008).
Menggunakan data densitas (ρ) dan kecepatan suara (u), volume molal jelas, v dan jelas kompresibilitasi sentropik molal, telah dihitung dengan menggunakan hubungan sebagai berikut:
v = (M/ρ) – {1000 (ρ – ρo)}/mρρo
k = [{1000 (ks-ko)}/mρo] + ks v
M menunjukkan massa molar, m adalah molalitas, ρ dan ρo adalah kepadatan larutan dan pelarut masing-masing. Nilai-nilai masing-masing k dan ko melambangkan komprebilitas isentropik larutan dan pelarut yang dapat berhubungan dengan densitas (ρ) dari larutan dan kecepatan suara (u) sesuai dengan adanya hubungan diantara keduanya (Basharat, 2012).
Ditunjukkan bahwa volume molal parsial ion monoatomik dalam larutan dapat dinyatakan sebagai fungsi sederhana dari muatan dan jari-jari kristal. Hubungan ini menunjukkan bahwa, seperti halnya entropi dengan situasi yang sama mungkin ada ion yang lebih kompleks (Couture dan Laidler, 1957).
Rasio mol dan konsentrasi molal m1 memiliki variasi yang sering digunakan pada larutan. Pelarut menjadi komponen 1, dengan massa molar M1. Molalitas komponen i adalah jumah mol i per satuan massa (kg) pelarut. Karena massa pelarut adalah n1m1, maka jumlah mol zat terlarut per kilogram pelarut:
m1 =n1/n1M1 = ri/M1
Molalitas adalah rasio mol dikalikan dengan konstanta, 1/M1. Rasio mol dan
molalitas merupakan independen dari suhu dan tekanan (Castellan, 1983).
Metode lain untuk mengevaluasi hidarsi angka pada pengukuruan volume parsial contohnya garam dalam larutan. Metode yang berbeda secara internal sering tidak disetujui dengan baik oleh para ahli. Secara umum diasumsikan bahwa ion negatif tidak terhidrasi, misalnya Li+, 6; Na+, 4; K+, 2; Rb+, 1 (Castellan, 1983).
Molalitas (m) adalah jumlah mol zat terlarut per satuan massa pelarut sedangkan molaritas (M) adalah jumlah mol zat terlarut per satuan volume. Jumlah tersebut diukur dari segi molalitas zat terlarut. Volume larutan akan mengalami perubahan dengan adanya penambahan pada larutan. Molalitas didefinisikan sebagai jumlah zat terlarut per satuan massa pelarut:
molalitas (m) = mol zat terlarut
massa pelarut
jumlah mol zat terlarut adalah sama dengan mol zat terlarut dibagi dengan massa pelarut (Monk, 2004).
Molalitas adalah mol zat terlarut per kilogram pelarut (mol.kg-1). Molalitas dilambangkan dengan m, 1 molal = 1mol.kg-1. Perbedaan penting antara konsentrasi molar dan molalitas adalah dalam hal volume larutan. Molalitas didefinisikan sebagai massa pelarut. Perbedaan yang perlu diingat adalah bahwa konsentrasi molar bervariasi. Untuk larutan encer dalam air, nilai-nilai numerik dari molaritas dan konsentrasi molar berbeda sangat sedikit dan memiliki massa mendekati 1 kg ,untuk larutan air terkonsentrasi dan untuk semua larutan dengan kerapatan yang berbeda dari 1 g.mL (Atkins dan Paula, 2006).
Sifat ekstensif adalah sifat materi yang bergantung pada jumlah dan ukuran materi.Massa, tekanan, dan volume adalah contoh sifat ekstensif.Sifat materi intensif adalah sifat materi yang tidak bergantung pada jumlah dan ukuran materi, contohnya volume molar dan temperatur (Atkins dan Paula, 2006).
Kenaikan entropi lebih besar pada suhu yang lebih rendah, entropi Joule per Kelvin (J.K-1). Entropi adalah materi yang ukurannya luas. Jika entropi berhubungan dengan entropi molar yaitu materi intensif, maka akan menjadi Joule Kelvin per mol J.K.mol-1 (Atkins dan Paula, 2006).
Tiga macam konsentrasi yang umum digunakan untuk menggambarkan komposisi campuran cairan atau padatan terlarut dalam cairan yaitu konsentrasi molar yang digunakan ketika perlu mengetahui jumlah zat terlarut dalam sampel volume yang diketahui dari solusi, fraksi mol, dan molalitas yang digunakan ketika perlu mengetahui jumlah relatif dari zat terlarut dan molekul pelarut dalam sampel (Atkins dan Paula, 2006).
Dapat diantisipasi bahwa potensi kimia suatu materi harus meningkat dengan adanya konsentrasi karena semakin tinggi konsentrasi, maka semakin besar potensi kimianya. Diterapkan strategi untuk mengubah persamaan yang bekerja untuk gas kepersamaan yang bekerja untuk cairan. Berikut ini, digunakan J untuk menunjukkan zat pada umumnya, A untuk menunjukkan pelarut, dan b suatu zat terlarut. Di sinilah (Atkins dan Paula, 2006).
Energi dan kapasitas panas memiliki sistem yang luas. Kapasitas panas merupakan kapasitas per mol (C). Materi intensif adalah jumlah materi yang sudah diketahui. Jika kapasitas panas dari sistem adalah konstan, maka dapat dihitung suhunya dengan menggunkan persamaan ΔU = Cv x ΔT. Persamaan ini dapat digunakan, terutama jika adanya perubahan suhu yang (ΔT) tidak terlalu besar. Selama rentang waktu yang singkat dari suhu kapasitas panas dan dari zat yang tidak mengalami perubahan (Castellan, 1983).
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Bahan Percobaan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah akuades, kertas label,larutan NaCl 3 M, sabun cair, dan tissue roll.

3.2 Alat Percobaan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah pipet tetes, bulb, pipet volume 50 mL, piknometer 25 mL, gelas kimia 250 mL dan 600 mL, labu semprot, batang pengaduk, labu ukur 100 mL, termometer 100 oC, dan neraca analitik.

3.3 Prosedur Percobaan
Larutan NaCl 3 M diencerkan sehingga konsentrasinya menjadi 1,5 M; 0,75 M; 0,375 M dan 0,1875 M. Piknometer kosong yang bersih dan kering ditimbang, kemudian dicatat bobotnya. Piknometer diisi dengan akuades kemudian ditutup rapat, dan bagian luarnya dikeringkan dengan menggunakan tissue roll, lalu ditimbang kembali dan bobotnya dicatat. Suhu akuades diukur dan dicatat. Isi piknometer diganti dengan larutan NaCl mulai dari konsentrasi rendah yaitu berturut-turut 0,1875 M; 0,375 M; 0,75 M; 1,5 M dan 3 M kemudian ditimbang dan dicatat bobotnya. Setiap pengantian larutan, piknometer harus dibilas beberapa kali dengan menggunakan larutan yang akan dipakai.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan
Takuades = 28,3 ˚C
We = Berat piknometer kosong = 19,6563 gram
Wo = Berat piknometer + akuades = 44,6576 gram
W = Berat piknometer + larutan (gram)
do = densitas akuades pada suhu 28,3 ˚C = 0,996147 g/cm3

Tabel Pengamatan
Konsentrasi NaCl (M)
Berat Piknometer + Larutan (g)
3
46,7302
1,5
45,7052
0,75
45,1769
0,375
44,9150
0,1875
44,7808


4.2 Perhitungan
Tabel Perhitungan
NaCl (M)
Berat Piknometer (g)
W-We (g)
W-Wo (g)
Wo-We (g)

We
Wo
W



3
19,6563
44,6579
46,7302
27,0739
2,0726
25,0013
1,5
19,6563
44,6579
45,7052
26,0489
1,0476
25,0013
0,75
19,6563
44,6579
45,1769
25,5206
0,5190
25,0013
0,375
19,6563
44,6579
44,9150
25,2587
0,2574
25,0013
0,1875
19,6563
44,6579
44,7808
25,1245
0,1232
25,0013

4.2.1 Penentuan Densitas Larutan (d)












4.2.2 Penentuan Molalitas Larutan (m)












4.2.3 Penentuan volume molal parsial ()







4.2.4 Analisa Grafik
NaCl (M)
m (mmol/g)
m (x)
Φ (cm3/mol)
Φ regresi (mmol/g)

3
3,3212
1,8224
31,0923
32,9413
1,5
1,5788
1,2565
30,7927
32,2546
0,75
0,7709
0,8780
31,0349
31,7953
0,375
0,3809
0,6172
31,2706
31,4787
0,1875
0,1894
0,4352
32,4467
31,2580



y = ax + b
y = -0,7405x + 32,0693
Slope = a = tan α = y x= 31,7470 - 30,71980,4352-1,8224= -0,7405 cm3/mol
Slope = volume molal parsial = -0,7405 cm3/mol
4.3 Pembahasan
Pada percobaan ini, larutan yang digunakan adalah larutan NaCl 3 M yang kemudian diencerkan sehingga diperoleh larutan NaCl dengan konsentrasi beragam yaitu 1,5 M; 0,75 M; 0,375 M dan 0,1875 M. Pengenceran dilakukan dengan memipet NaCl 3 M sebanyak 50 mL dengan menggunakan pipet volume ke dalam labu ukur 100 mL, lalu ditambahkan akuades hingga batas tanda labu lalu dihomogenkan, sehingga didapatkan konsentrasi larutan NaCl yaitu 1,5 M. Pengenceran terus dilanjutkan hingga didapatkan larutan NaCl dengan konsentrasi 0,75 M; 0,375 M dan 0,1875 M. Pengenceran dilakukan untuk mengamati seberapa besar penambahan volume larutan yang terjadi pada berbagai variasi konsentrasi larutan sehingga diketahui seberapa besar pengaruh konsentrasi larutan terhadap volume molal parsial larutan.
Penentuan densitas larutan NaCl dengan menggunakan piknometer dilakukan dengan membandingkan bobot NaCl dengan beragam konsentrasi dengan bobot akuades pada suhu tertentu menggunakan piknometer. Sebelumnya, piknometer yang kering dan bersih ditimbang dalam keadaan kosong. Kemudian, piknometer diisi dengan akuades dan ditimbang kembali. Sebelum ditimbang, bagian luar piknometer harus dikeringkan agar pada saat penimbangan bobot akuades tidak dipengaruhi oleh akuades dibagian luar piknometer. Suhu akuades kemudian diukur dan dicatat. Hal ini bertujuan untuk mengetahui densitas air dengan tepat. Setelah akuades ditimbang, isi piknometer diganti dengan larutan NaCl dimulai dengan konsentrasi paling kecil ke konsentrasi paling besar dengan urutan 0,1875 M; 0,375 M; 0,75 M; 1,5 M dan 3 M. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan kesalahan pada saat penentuan densitas larutan NaCl karena semakin pekat suatu larutan maka semakin besar densitas larutan tersebut. Setiap penggantian larutan, piknometer harus dibilas dengan larutan yang akan dipergunakan. Pembilasan dilakukan agar tidak terdapat zat lain pada saat penimbangan sehingga murni bobot piknometer yang ditimbang.
Dari hasil penentuan densitas dengan piknometer didapatkan densitas larutan NaCl 3 M; 1,5 M; 0,75 M; 0,375 M dan 0,1875 M secara berturut-turut adalah 1,0787 g/cm3; 1,0379 g/cm3; 1,0168 g/cm3; 1,0064 g/cm3 dan 1,0011 g/cm3. Setelah nilai densitas diperoleh, maka molalitas dan volume molal parsial larutan NaCl dapat ditentukan dengan perhitungan.Dari hasil perhitungan didapatkan nilai molalitas dari larutan NaCl dengan konsentrasi NaCl 3 M; 1,5 M; 0,75 M; 0,375 M dan 0,1875 M berturut-turut 3,3212 mmol/g; 1,5788 mmol/g; 0,7709 mmol/g; 0,3809 mmol/g dan 0,1894 mmol/g. Nilai volume molal parsial berdasarkan hasil pengolahan data untuk larutan NaCl dengan konsentrasi NaCl 3 M; 1,5 M; 0,75 M; 0,375 M dan 0,1875 M berturut-turut adalah 31,0923 cm3/mol; 30,7927 cm3/mol; 31,0349 cm3/mol; 31,2706 cm3/mol dan 32,4467 cm3/mol.
Dari percobaan diperoleh data yang berbeda-beda tergantung dari besarnya konsentrasi larutan NaCl yang diukur. Data yang diperoleh pada percobaanmenunjukkan bahwa semakin kecil konsentrasi molar larutan, maka semakin kecil pula konsentrasi larutan tersebut dalam molal. Tetapi hal tersebut tidak berlaku pada volume molal parsialnya. Karena seperti yang dapat diamati pada grafik, nilainya tidak beraturan, maka perlu dilakukan regresi. Adapun nilai volume molal parsial larutan NaCl berdasarkan grafik adalah -0,7405 cm3/mol. Ketidakteraturan volume molal parsial yang didapatkan mungkin disebabkan karena beberapa kesalahan dalam proses praktikum seperti kesalahan pada saat proses pengenceran sehingga konsentrasi larutan tidak tepat, ataupun kesalahan pada saat menimbang piknometer.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan dapat diperoleh volume molal parsial larutan natrium klorida adalah -0,7405 cm3/mol.

5.2 Saran
Saran untuk laboratorium yaitu diharapkan agar laboratorium diperbesar dan agar setiap meja praktikan memiliki tempat pembuangan untuk mencuci alat laboratorium.
Saran untuk asisten yaitu penjelasan mengenai praktikum sudah baik, bersahabat dengan praktikan, sehingga praktikan juga merasa senang dan harus ditingkatkan lebih baik lagi.





DAFTAR PUSTAKA

Barbosa, E.F.G., dan Lamprela, I.M.S., 1985, Partial Molal Volume of Amines in Benzene Spesific Interactions, Can. J. Chemistry (online), 64 (1986), 387-393, (http://nrcresearchpress.com, diakses pada tanggal 18 Maret 2014 pukul 21.45 WITA).

Brady, J.E., 1999, Kimia Universitas Asan dan Struktur, Edisi Kelima, Jilid Pertama, Binarupa Aksara, Jakarta.

Buzatu, D., Buzatu, F.D., dan Sartorio, R., 2008, Partial Molar Volumes and Diffusion Coefficients for Ternary System Water-Chloroform-Acetic Acid at 25 oC for Different Choices of Solvent, U.P.B. Sci. Bull Series A (online), 40 (4), 103-110, (http://scientificbulletin.upb.ro, diakses pada tanggal 18 Maret 2014 pukul 22.20 WITA).

Chen, C.T., Emmet, R.T., dan Millero, F.J., 1977, The Apparent Molal Volumes of Aqueous Solution of NaCl, KCl, MgCl2, Na2SO4, dan MgSO4 from 0 to 1000 Bars at 0,25 dan 50 oC, Journal of Chemical and Engineering Data (online), 22 (2), 201-206, (http://mgac.nsysu.edu.tw, diakses pada tanggal 18 Maret 2014 pukul 22.10 WITA).

Dogra, S.K., dan Dogra, S., 1990, Kimia Fisik dan Soal-Soal, UI-Press, Jakarta.

Millero, F.J., 1970, The Apparent and Partial Molal Volume of Aqueous Sodium Chloride Solutions at Various Temperatures,The Journal of Principal Chemistry(online),74 (8), 356-362, (http://southalabama.edu, diakses pada tanggal 18 Maret 2014 pukul 21.20 WITA).

Mulyono, 2006, Membuat Reagen Kimia di Laboratorium, Bumi Aksara, Jakarta.

Petrucci, R.H, 1999, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern, Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta.

Sumangat, D., dan Hidayat T., 2008, Karakteristik Metil Ester Minyak Jarak Pagar Hasil Proses Transferifikasi Satu dan Dua Tahap, J. Pascapanen (online), 3 (2), 18-26, (http://pascapanen.litbang.deptan.go.id, diakses pada tanggal 18 Maret 2014 pukul 22.05 WITA).

Taba, P., Kasim, A.H., dan Zakir, M., 2014, Penuntun Praktikum Kimia Fisika, Laboratorium Kimia Fisika Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin, Makassar.



LEMBAR PENGESAHAN



















Makassar, 17 Maret 2014
Asisten Praktikan


RYAN ANDHIKA RACHMA SURYA M
NIM. H311 11030 NIM. H311 12267
Lampiran 1. Bagan Kerja
NaCl 3M
NaCl 3M

Diencerkan sehingga konsentrasinya menjadi 1,5 M; 0,75 M; 0,375 M dan 0,1875 MDitimbang piknometer yang kosong dan bersih.Piknometer diisi dengan akuades dan ditutup rapat.Bagian luar piknometer dikeringkan.Piknometer ditimbang.Suhu akuades diukur dan dicatat.Isi piknometer kemudian diganti dengan larutan NaCl, mulai dari konsentrasi rendah ke konsentrasi yang paling tinggi yakni berturut-turut larutan NaCl 0,1875 M; 0,375 M; 0,75 M; 1,5 M; dan 3 M.
Diencerkan sehingga konsentrasinya menjadi 1,5 M; 0,75 M; 0,375 M dan 0,1875 M
Ditimbang piknometer yang kosong dan bersih.
Piknometer diisi dengan akuades dan ditutup rapat.
Bagian luar piknometer dikeringkan.
Piknometer ditimbang.
Suhu akuades diukur dan dicatat.
Isi piknometer kemudian diganti dengan larutan NaCl, mulai dari konsentrasi rendah ke konsentrasi yang paling tinggi yakni berturut-turut larutan NaCl 0,1875 M; 0,375 M; 0,75 M; 1,5 M; dan 3 M.



Data
Data


















Lampiran 2. Foto Percobaan


Gambar 1. Piknometer




Gambar 2. Larutan NaCl










Lampiran 3. Perhitungan Regresi Manual

Tabel Data

x ( m )
y (φ (cm3/mol))
x2
xy

1,8224
31,0923
3,32114176
56,66260752

1,2565
30,7927
1,57879225
38,69102755

0,8780
31,0349
0,770884
27,2486422

0,6172
31,2706
0,38093584
19,30021432

0,4352
32,4467
0,18939904
14,12080384
Σ
5,0093
156,6372
6,16951545
156,0233014









y= bx + a = -0,7405x + 32,0693

LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA FISIKA



PERCOBAAN VI
PENENTUAN VOLUME MOLAL PARSIAL
NAMA : JUNIARTI PRATIWI SM
NIM : H311 12 269
KELOMPOK/ REGU : III (TIGA)/ VI
HARI/ TANGGAL PERCOBAAN : SENIN/ 7 APRIL 2014
ASISTEN : RYAN ANDHIKA





















LABORATORIUM KIMIA FISIKA
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
Grafik Hubungan Ф Vs m
y = -0,7405x + 32,0693
R² = 0,3983
m
Ф (cm3/mol)

Lihat lebih banyak...

Comentarios

Copyright © 2017 DATOSPDF Inc.