LAPORAN ANALISIS DETERJEN

June 29, 2017 | Autor: Elsha Tanamas | Categoría: Laporan Praktikum
Share Embed


Descripción

LAPORAN AKHIR
PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN
ANALISIS DETERJEN
OLEH:
NAMA : ELSHA KEMALA TANAMAS
NO. BP : 1210942029
HARI/TANGGAL PRATIKUM : KAMIS/26 SEPTEMBER 2013
KELOMPOK : V (LIMA)
REKAN KERJA : 1. NANDA DARLIS (1210941005)
2. FITRIA MARCHELLY (1210942002)
3. UTTIYA ANNISSA (1210942002)
4. RANDA ANUGERAH (1210942015)
5. MIRA SRI M (1210942031)
6. ZAKY FARNAS (1210942036)


ASISTEN:
KURNIA NOVITASARI
RESTHY FAULIN ASRI


LABORATORIUM AIR
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan ini adalah untuk mengukur kadar kandungan surfaktan anionik pada deterjen yang terdapat dalam sampel air.
1.2 Metode Percobaan
Pada percobaan analisis deterjen ini, menggunakan metode spektrofotometri.
1.3 Prinsip Percobaan
Surfaktan anionik bereaksi dengan biru metilen membentuk pasangan ion biru yang larut dalam pelarut organik.Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan spektofotometer dengan panjang gelombang 652 nm. Serapan yang terukur setara dengan kadar surfaktan anionik.




















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi Eksisting Wilayah Sampling
Pada praktikum analisis deterjen kali ini, pengambilan sampel dilakukan laboratorium air jurusan Teknik Lingkungan Universitas Andalas. Sampel yang didapat dimasukkan ke dalam botol.Kondisi sampel terlihat berwarna hijau dan memiliki buih atau busa di bagian atas dari botol.Pemberian sampel dilakukan sehari sebelum praktikum, tepatnya pada hari Rabu 25 September 2013 WIB.
2.2 Teori
Deterjen adalah bahan untuk mencuci.Namun, dalam perkembangannya, istilah deterjen digunakan untuk membedakan sabun cuci, sabun mandi, dengan bahan pembersih lainnya.Awalnya, bahan pembersih terbuat dari air, minyak dan bahan kasar seperti pasir basah atau clay basah.Baru pada tahun 1913, deterjen menggunakan bahan sintesis oleh seorang ahli kimia Belgia, A.Reychler. Hingga kini, deterjen mengalami banyak perubahan dan kemajuan dalam hal bahan- bahan pembuatnya (Sarikartika,1999).
Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda yaitu hidrofil (suka air) dan hidrofob (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Surfaktan dalam deterjen juga berguna untuk mempengaruhi sudut kontak sistem pencucian, sedangkan builder memiliki fungsi untuk membantu efisiensi surfaktan dalam proses pembersihan kotoran. Salah satu kemampuan buider yang penting dan banyak digunakan adalah untuk menyingkirkan ion penyebab kesadahan dari cairan pencuci dan mencegah ion tersebut berinteraksi dengan surfaktan. Hal ini dilakukan karena interaksi tersebut akan menyebabkan penurunan efektivitas pencucian. Secara umum, builder memberikan alkalinitas ke cairan pencuci sehingga berfungsi juga sebagai alkali.Selain itu, builder juga memberikan efek anti-redeposisi (Shofinita, 2009).
Beberapa contoh builder yang banyak digunakan antara lain (Shofinita, 2009):
Zeolit (Na2Ox.Al2O3y.SiO2z.pH2O). Zeolit berfungsi sebagai builder penukar ion. Zeolit yang banyak digunakan adalah zeolit tipe A. Ion natrium akan dilepaskan oleh kristal zeolit dan digantikan dengan ion kalsium dari air sadah. Hal ini akan menyebabkan penurunan kesadahan dari air pencuci.
Clay, seperti kaolin, montmorilonit, dan bentonit juga dapat digunakan sebagai builder. Natrium bentonit, misalnya dapat melunakkan air akibat kemampuannya menyerap ion kalsium. Namun, clay dipertimbangkan sebagai bahan yang memiliki efektivitas pelunakkan air yang lebih rendah dibandingkan zeolit tipe A. Penggunaan clay sebagai builder juga memiliki nilai tambah lain. Clay montmorilonit, misalnya, dapat berfungsi sebagai komponen pelembut. Komponen ini akan diserap dan difilter ke dalam pakaian selama proses pencucian dan pembilasan.
Nitrilotriacetic acid. Senyawa N(CH2COOH)3 atau biasa disebut NTA ini, merupakan salah satu builder yang kuat. Senyawa ini merupakan tipe builder organik. Namun, penggunaaannya memiliki efek samping pada kesehatan dan lingkungan.
Garam netral. Natrium sulfat dan natrium klorida merupakan garam-garam netral yang dapat digunakan sebagai builder. Selain itu, senyawa-senyawa ini juga dipertimbangkan sebagai filler yang dapat mengatur berat jenis deterjen. Natrium sulfat juga dapat menurunkan Critical Micelle Concentration (CMC) dari surfaktan organik sehingga konsentrasi pencucian efektif dapat tercapai.
Aditif adalah bahan suplemen atau tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dan seterusnya.Aditif organik dalam deterjen juga dapat ditambahkan untuk meningkatkan daya cuci (Shofinita, 2009).
Menurut kandungan gugus aktif maka deterjen diklasifikasikan sebagai berikut (Ratna, 2010):
Deterjen jenis keras
Deterjen jenis keras sukar dirusak oleh mikroorganisme meskipun bahan tersebut dibuang akibatnya zat tersebut masih aktif. Jenis inilah yang menyebabkan
pencemaran air.Contohnya alkil benzena sulfonat (ABS).Proses pembuatan ABS ini adalah dengan mereaksikan alkil benzena dengan belerang trioksida, asam sulfat pekat atau oleum.Reaksi ini menghasilkan alkil benzena sulfonat. Jika dipakai dodekil benzena maka persamaan reaksinya adalah:
C6H5C12H25 + SO3 C6H4C12H25SO3H (dodekil benzena sulfonat)
Reaksi selanjutnya adalah netralisasi dengan NaOH sehingga dihasilkan natrium dodekil benzena sulfonat.
Deterjen jenis lunak
Deterjen jenis lunak, bahan penurun tegangan permukaannya mudah dirusak oleh mikroorganisme, sehingga tidak aktif lagi setelah dipakai.Contohnya lauril sulfat atau lauril alkil sulfonat (LAS). Proses pembuatan (LAS) adalah dengan mereaksikan lauril alkohol dengan asam sulfat pekat menghasilkan asam lauril sulfat dengan reaksi:
C12H25OH + H2SO4 C12H25OSO3H + H2O
Asam lauril sulfat yang terjadi dinetralisasikan dengan larutan NaOH sehingga dihasilkan natrium lauril sulfat.
Reaksi gabungngan sulfonat dan jenis sulfat surfaktan dalam analisis MBAS, tetapi sulfunat dan jenis sulfunat surfaktan dapat juga dibedakan. Jenis penguraian sulfat terjadi pada peristiwa hidrolisis asam.Hasil penurunan dalam penyesuaian MBAS untuk sulfat surfaktan asli, sedangkan MBAS tersisa sesuai dengan sulfunat surfaktan.Alkil benzen sulfonat dapat diidentifikasi dan diukur menggunakan spektrometri inframerah setelah dimurnikan.LAS dapat dicirikan dari alkil benzen sulfonat surfaktan oleh metode inframerah. LAS dapat diidentifikasi dengan jelas dan detail komposisi determinan isomor-homolog dengan kromatografi desulfonation-gas (Greenberg, 1992).
Secara umum dari sekian banyak gabungan bahan kimia sintesis di dalam deterjen, hampir semuanya membawa bahaya pada penggunanya. Sebuah penelitian dilakukan oleh University of Washington melaporkan bahwa semua deterjen melepaskan, setidaknya satu karsinogen yang menurut EPA masuk dalam kategori berbahaya atau beracun (hazardous dan toxic). Namun, label pada produk tidak mencantumkan bahan beracun ini pada konsumen.Contohnya yaitu formaldehide yang merupakan karsinogen yang tak diragukan lagi lagi bahayanya bagi kesehatan.Bau formaldehide yang menyengat kemudian ditutupi oleh bahan pengharum sintesis.Bersama gas formaldehide, bahan pengharum sintesis ini, menurut EPA, ternyata bisa mengiritasi sistem pernapasan manusia dan menyebabkan mual.Selain berpotensi merugikan kesehatan, bahan-bahan deterjen juga berpotensi merusak lingkungan.Banyak bahan berbahaya yang terkandung di dalam deterjen, seperti pewangi sintetis, phithalates, dan pewarna buatan, termasuk dalam kategori petrokimia, yaitu bahan kimia sintetis yang terbuat dari minyak bumi.Belum lagi jika kita berbicara mengenai limbahnya. Air limbah bekas cucian, sampo dan sabun disebut juga greywater, biasanya dibuang sembarangan ke selokan, yang kemudian akan bermuara di sungai dan laut. Penggunaan ABS sebagai surfaktan dalam deterjen merupakan penyebab dari penumpukan limbah rumah tangga di sungai dan laut. Busa menumpuk yang dihasilkan ABS ini sulit terurai oleh mikroorganisme sehingga membuat air sungai dan laut menjadi kekurangan oksigen sehingga membahayakan kelangsungan biota yang hidup di dalamnya. Bukan hanya mati, biota sungai dan laut juga bisa cacat akibat mutasi gen (Sarikartika, 1999).
Deterjen ada yang bersifat kationik, anionik maupun nonionik.Semuanya membuat zat yang lipolifik mudah larut dan menyebar diperairan.Selain itu, ukuran zat lipolifik menjadi lebih halus, sehingga mempertinggi intensitas racun. Deterjen juga mempermudah absorbs racun melalui insang. Deterjen ada pula yang bersifat persisten, sehingga terjadi akumulasi.Seperti halnya dengan DDT, deterjen jenis ini sudah tidak boleh digunakan lagi (Soemirat, 1983).











BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
Alat
Alat yang digunakan adalah :
Labu ukur 1000 mL;
Corong pisah 2 buah;
Beaker glass 250 mL;
Gelas ukur 25 mL;
Corong;
Pipet takar 10 mL;
Bola hisap;
Pipet tetes;
Botol sampel;
Spatula;
Kuvet spektro;
Labu semprot;
Statip 4 buah.
Bahan
Bahan yang digunakan adalah:
Larutan Biru Metilen;
Larutan Indikator fenolftalein;
NaOH 1 N;
H2SO4 1 N dan 6 N;
Na2SO4 anhidrat;
Aquadest..



Cara Kerja
Cara kerja pada praktikum analisis deterjen adalah sebagai berikut:
1. Untuk sampel dan blanko, masukkan masing – masing 50 mL ke dalam corong pisah, tambahkan 3 tetes indikator fenolftalein dan NaOH 1 N sampai warnanya berubah menjadi merah muda;
2. Tambahkan H2SO4 sampai warnanya hilang, untuk menetralkan;
3. Tambahkan metilen biru 25 mL;
4. Ekstraksi dengan 10 mL CH2CL2 sebanyak 3x;
5. Lapisan bawah dipisahkan dengan menggunakan kertas saring dan Na2SO4 anhidrat;
6. Masukkan sampel dan blanko ke dalam kuvet;
7. Hitung nilai absorbannya dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 652 nm.
3. 4 Rumus
3.4.1 Rumus regresi linear kurva
y = a + bx
Dimana:
y = Nilai Absorban
x = Konsentrasi Larutan (mg/L)
a =
b =
3.4.2 Rumus pengenceran
M1. V1 = M2. V2
Keterangan :
M1 = konsentrasi sebelum diencerkan M2 = konsentrasi setelah diencerkan
V1 = volume sebelum diencerkan V2 = volume setelah diencerkan

BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Data
Tabel 4.1 Larutan standar MBAS
Larutan standar (mg/L) (x)
Absorban (y)
0.00
0,000
0,01
0,111
0,02
0,227
0,04
0,528
0,08
0,967
0,10
1,242


Sumber : Data Hasil Praktikum Kimia Lingkungan 2013

Tabel 4.2 Larutan Sampel
Konsentrasi (ppm)
Absorban
61,3
0,072
Sumber : Data Hasil Praktikum Kimia Lingkungan 2013

4.2 Perhitungan
4.2.1 Pengenceran
Diket : M1 = 1000x
M2 = 10x
V2 = 1000 ml
Tanya : V1= …
Jawab : M1.V1 = M2. V2
1000. V1= 10. 1000 ml
V1= 10 ml
Jadi, untuk menghasilkan sampel dengan pengenceran 1000 x, maka dibutuhkan 10 mL sampel.




Larutan Standar (mg/L) (x)
Absorban (y)

x.y
0,00
0,000
0,0000
0,00000
0,01
0,111
0,0001
0,00111
0,02
0,227
0,0004
0,00454
0,04
0,528
0,0016
0,02112
0,08
0,967
0,0064
0,07736
0,10
1,242
0,0100
0,12420
= 0,25
= 3,075
= 0,0185
= 0,22833
4.2.3 Rumus Regresi Linear Kurva
y = a + bx
Keterangan :
y = Nilai Absorban
x = Konsentrasi Larutan (ppm)

a =
b =
Masukkan nilai x dan y ke dalam persamaan agar didapat nilai a dan b,
a =
=
= = - 4,0206 x 10-3
b =
=
= = 12,3964948

Jadi persamaan regresi linearnya:
y = 12,3964948x - 0,0040206






Gambar 4.1 Grafik hubungan antara nilai absorban dan nilai standar konsentrasi
4.2.3 Sampel
Dari kurva kalibrasi yang telah dibuat, didapatkan persamaan :
y = 12,3964948x – 0,0040206
Maka dapat dihitung konsentrasi untuk sampel, yaitu :
y = 12,3964948x – 0,0040206
0,072 = 12,3964948x – 0,0040206
-12,3964948x = -0,0040206 – 0,072
x = 6,13 x 10-3 mg/L
Pengenceran dilakukan 10.000x, maka :
x = 6,13 x 10-3 mg/L x 10.000
x = 61,3 mg/L
Jadi, konsentrasi surfaktan yang terkandung dalam sampel adalah 61,3 mg/L.






Pembahasan
Pada praktikum analisis deterjen kali ini, pengambilan sampel dilakukan laboratorium air jurusan Teknik Lingkungan Universitas Andalas. Kondisi sampel terlihat berwarna hijau dan memiliki buih atau busa yang banyak.Pemberian sampel dilakukan sehari sebelum praktikum, tepatnya pada hari Rabu 25 September 2013 WIB. Hal ini dimaksudkan agar sampel air yang akan diuji kandungan surfaktannya tersebut tidak mengalami perubahan senyawa atau terkontaminasi oleh bakteri-bakteri yang akan tumbuh dalam sampel air.
Dari hasil percobaan ini, didapatkan nilai konsentrasi sampel sebesar 61,3 mg/L atau 61,32 mg/L dengan nilai absorbannya sebesar 0,072. Pengenceran dilakukan sebanyak 1000 kali. Namun hasil absorbannya tidak terbaca di spektrofotometer dengan panjang gelombang 652 nm. Oleh karena itu, dilakukan pengenceran hingga 10000 kali. Dari nilai yang didapatkan pada larutan standar dan sampel dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai absorban yang didapatkan berarti semakin besar kandungan surfaktan anionik yang terkandung dalam deterjen pada air sampel tersebut. Jadi terdapat hubungan yang sebanding antara konsentrasi, absorban, dan kandungan surfaktan anionik pada deterjen tersebut.
Jika dianalis hasil perhitungan tersebut, konsentrasi kadar sufaktan yang terkandung dalam deterjen pada sampel air jauh lebih besar dari standar yang telah ditetapkan yaitu Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yang menetapkan batas kandungan MBAS (Methylene Blue Active Substance) deterjen pada air buangan yaitu sebesar 200 μg/L sama dengan 0,2 mg/L. Jika dilihat dari klasifikasi mutu air yang ditetapkan menjadi empat kelas seperti penjekasan pada pasal 8, maka air yang mengandung kadar surfaktan sebesar sampel praktikum kali ini tidak termasuk dalam keempat kelas tersebut. Karena bisa digolongkan sudah tercemar. Sedangkan pada Permenkes No. 492 tahun 2010 dilihat dari salah satu jenis parameternya yaitu deterjen menunjukkan baku mutu 0,05 mg/L yang sangat jauh perbedaannya dengan sampel.
Secara umum dari sekian banyak gabungan bahan kimia sintesis di dalam deterjen, hampir semuanya membawa bahaya pada penggunanya. Deterjen melepaskan, setidaknya satu karsinogen yang menurut EPA masuk dalam kategori berbahaya atau beracun (hazardous dan toxic). Contohnya yaitu formaldehide yang merupakan karsinogen yang tak diragukan lagi lagi bahayanya bagi kesehatan.Bau formaldehide yang menyengat kemudian ditutupi oleh bahan pengharum sintesis.Bersama gas formaldehide, bahan pengharum sintesis ini, menurut EPA, ternyata bisa mengiritasi sistem pernapasan manusia dan menyebabkan mual.Selain itu air yang telah tercemar deterjen yang mengandung surfaktan tinggi juga dapat iritasi pada kulit dankerusakan pada organ-organ tubuh.
Kandungan surfaktan deterjen yang tinggi dan melewati nilai batas MBAS deterjen pada air merupakan salah satu penyebab eutrofikasi. Eutrofikasi adalah pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya nutrien yang berlebihan ke dalam ekosistem air. Eutrofikasi yang terjadi di ekosistem air disebabkan oleh adanya deterjen yang mengandung fosfat. Salah satu bentuk dari eutrofikasi ini adalah algae bloom ataupun peledakan pertumbuhan eceng gondok.
Upaya yang harus dilakukan untuk mengurangi dampak pencemaran air terhadap deterjen yakni dapat dimulai dari hal kecil seperti mengubah pola hidup atau kebiasaan masyarakat yang sering membuang air sisa pencucian ke badan air. Untuk itu harus ada penanganan dini terhadap limbah deterjen salah satunya dengan dibentuk suatu Instalasi Pengolahan Air Limbah ( IPAL ). Selain itu perlu adanya pembaharuan dari segi bahan pembuat deterjen, dimana bahan tersebut harus ramah lingkungan, Sehingga dapat meminimalisasi potensi terjadinya pencemaran air akibat terkontaminasi oleh limbah yang disebabkan deterjen.
Setelah mengetahui kadar MBAS pada suatu badan air, aplikasi dalam bidang Teknik Lingkungan yang dapat diterapkan adalah pengolahan yang tepat pada badan air tersebut sehingga didapatkan air yang lebih baik yang bisa digunakan oleh masyarakat. Metode yang dapat digunakan adalah diolah dengan proses biologi yang serupa dengan pengolahan limbah utama. Degradasi bakteri pada kondisi aerob mengubah surfaktan anionik menjadi karbon dioksida dan air.Limbah asam dari reaktor dicuci dan dinetralisasi dengan air kapur membentuk kalsium sulfat yang tidak larut.Hal ini dapat mereduksi kadar surfaktan yang berada dalam perairan


























BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan percobaan dan menghitung hasilnya, didapatkan data-data sebagai berikut:
Absorban sampel diperoleh sebesar 0,072;
Konsentrasi atau kadar surfaktan untuk sampel diperoleh sebesar 61,3mg/L Artinya sampel tersebut telah melewati ambang batas baku mutu Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 yaitu 0,2 mg/L;
Dilihat dari jenis parameter deterjen yang terdapat pada Permenkes No.492 adalah 0,05 mg/L sedangkan pada sampel praktikum telah jauh melewati baku mutu;
Semakin tinggi konsentrasi surfaktan semakin tercemar perairan tersebut.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan setelah melakukan praktikum analisis deterjen adalah:
1. Pemerintah sebaiknya lebih memperhatikan dan memfilter kadar surfaktan dalam deterjen yang beredar dipasaran;
2. Sebagai calon sarjana Teknik Lingkungan, kita harus mengetahui karakteristik dan konsentrasi yang terdapat dalam deterjen dan dapat melakukan pengolahan terhadap dampak yang ditimbulkan pada lingkungan;
3. Pemerintah sebaiknya merekomendasikan deterjen ramah lingkungan kepada masyarakat.







DAFTAR PUSTAKA
Shofinita, Dian. 2009. Builder dan Aditif dalam Deterjen. http://Majari_magazine_htm. Tanggal akses : 24 September 2013
Greenberg, Arnold E. Dkk. Standar Methods for the Examination of Water and Wastewater. 1992. Washington, DC: Victor Graphics, Inc
Ratna. 2010. Deterjen. htpp://www.wikipedia.org./ Tanggal akses 24 September 2013
Sarikartika. 1999. Deterjen Ramah Lingkungan. http://www.wikipedia.org/. Tanggal akses 24 September 2013
Soemirat, Slamet Juli. 1983. Kesehatan Lingkungan. Bandung: Institut Teknologi Bandung






y = 12.3964948x - 0.0040206
R² = 0.9982652
Larutan Standar (mg/L)

Absorban



Lihat lebih banyak...

Comentarios

Copyright © 2017 DATOSPDF Inc.