Jurnal penelitian sintesis pati ester Michael Subroto

Share Embed


Descripción

SINTESIS DAN KARAKTERISASI PATI ESTER DARI SAGU (METROXYLON SAGO ROTTB) DENGAN METIL ESTER UNTUK APLIKASI PLASTIK BIODEGRADABEL Henky Muljana*, Asaf Kleopas Sugih, Michael Subroto Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Katolik Parahyangan Jl. Ciumbuleuit 94, Bandung 40141, Indonesia *)Penulis korespondensi: [email protected]

Abstrak Plastik merupakan bahan yang paling sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari karena memiliki banyak manfaat diseluruh dunia, khususnya Indonesia. Indonesia merupakan negara dengan jumlah pemakaian plastik kedua terbesar didunia. Hal ini membuat banyaknya limbah plastik yang sulit terurai seperti plastik sintetis menimbulkan pencemaran terhadap ekosistem. Para ilmuan berupaya untuk menangani masalah tersebut dengan mengembangkan plastik biodegradabel berbasis pati. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan pati ester sebagai bahan baku plastik melalui reaksi transeserifikasi dengan metil ester (FAME) untuk meningkatkan kualitas pati alami seperti mudah terhidrolisis, bersifat rapuh,dan memeiliki sifat mekanis rendah. Pada penelitian ini akan digunakan sagu sebagai bahan baku yang terdiri dari percobaan pendahuluan, percobaan utama, dan karakterisasi produk. Percobaan pedahuluan adalah penentuan kadar air pati sagu. Sedangkan percobaan utama adalah sintesis pati ester melalui transesterifikasi dan karakterisasi produk untuk menentukan sifat fisikokimia. Variabel yang diuji pada percobaan adalah perbandingan konsentrasi reagen FAME terhadap media DMSO yaitu 1:2, 1:4, dan 1:8 ⁄ dan konsentrasi katalis K2CO3 sebesar 0,1; 0,3; dan 0,5 . Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa perolehan nilai DS pati ester terbesar untuk diaplikasikan sebagai bahan baku pembuatan plastik adalah 1,3471 dengan karakterisasi produk dengan puncak gugus C-H tertinggi pada spektrum FTIR pada 2854,65 . ⁄ cm-1 pada variasi 1:2 dan 0,3 Sementara untuk perolehan nilai DS produk terkecil berada ⁄ pada variasi 1:8 dan 0,3 yaitu 0,0572 dengan karakteristik menyerupai pati alami. Kata kunci : Pati sagu, reaksi esterifikasi, FAME, plastik biodegradabel, derajat substitusi (DS)

Abstract Plastic is one of most commonly used in everday life because has many usage benefits in world, especially Indonesia. Indonesia is second best country with total plastic usage in the world. This makes many amount of plastic waste that is difficult to decomposed such as synthetic plastic that making pollution to ecosystem. Many scientists want to adress the problem by developing biodegradable plastic based on starch. This experiment has purpose to develop starch ester as plastic raw material with transesterification reaction with methyl ester fatty acid (FAME) to increase native starch quality such as easily to be hydrolized, brittle, and has low mechanical properties. In this experiment would use sago as raw material that consists of preliminary experiments, main experiments, and characterization of product. Preliminary experiment was determination of water content of sago starch. While main experriment was the synthesis of esterified based starch by transesterification and some of the characterization procedure to determine physicochemical properties. Variable that varied from this experiment was concentration ratio of FAME reagent to DMSO solvent 1:2, 1:4, and 1:8 and catalyst concentration of K2CO3 by 0,1; 0,3; and 0,5 mol catalyst/ mol AGU. Based on the research, it could be obtained that highest yield of degree substitution (DS) that could be applicable as raw material for plastic manufacture was 1,3471 with product characterization by highest C-H peak at FTIR spectrum was at wavenumber 2854,65 cm -1 at variation of 1:2 and 0,3 mol catalyst/ mol AGU. As for acquisition of least amount of DS was obtanined at variation 1:8 and 0,3 mol catalyst/ mol AGU by 0,0572 with similar characteristics as native starch. Keywords: Sago starch, esterification reaction, methyl ester, biodegradable plastic, degree of substitution (DS)

PENDAHULUAN Pada masa kini, plastik merupakan bahan kemasan yang paling banyak digunakan dalam berbagai

kebutuhan sehari-hari. Khususnya di Indonesia yang merupakan negara dengan konsumsi plastik terbesar kedua didunia. Plastik yang digunakan umumnya berbasis plastik sintetis seperti PE, PVC, PP, dan

lainnya yang diolah berdasarkan oil refining. Namun plastik tersebut bersumber dari minyak bumi yang tidak dapat diperbaharui serta berbahaya bagi kesehatan karena sifatnya yang karsinogenik. Oleh karena itu diperlukan suatu teknologi pembuatan plastik biodegradabel berbasis eco-friendly yang mampu menghilangkan masalah tersebut salah satunya adalah dengan pembuatan plastik berbasis pati. Pada penelitian ini, akan dikembangkan teknologi pembuatan bahan baku plastik dengan sagu. Sagu (Metroxylon sp.) merupakan salah satu bahan utama pangan yang berasal dari Indonesia yang tumbuh di daerah tropis seperti Papua, Maluku, dan berbagai negara Pasifik. Dengan berbagai karakteristik unik yang dimiliki pati sagu, diharapkan pembuatan pati ester sebagai bahan baku plastik biodegradabel dapat memberikan kualitas yang lebih baik. . Secara umum, pati sagu tanpa modifikasi masih memiliki banyak kelemahan berdasarkan struktur kimia polisakarida yang belum mendukung dalam pembuatan plastik. Pati alami bersifat mudah tergelatinisasi, tidak tahan suhu tinggi, kekentalan yang mudah berubah, bersifat hidrofilik, tidak tahan terhadap perlakuan mekanis, tidak tahan kondisi asam serta bersifat brittle (rapuh) sehingga perlu dimodifikasi lebih lanjut. Salah satunya dengan modifikasi kimia dalam mengubah gugus fungsi dengan melibatkan reaksi kimia terhadap gugus hidroksil pati. Dengan perlakuan modifikasi kimia melalui reaksi esterifikasi dengan mensubstitusikan pati dengan metil ester (FAME) untuk menghasilkan pati ester yang diaplikasikan dengan baik sebagai bahan dasar pembuatan plastik biodegradabel. Perlakuan kondisi yang digunakan adalah dengan sistem batch dengan media organik DMSO melalui transesterifikasi dengan metil ester untuk mencipatakan sifat hidrofobisitas lebih baik. Metode percobaan yang dipakai adalah L.Junistia et al karena menghasilkan yield produk DS terbesar dengan penggunaan jumlah pelarut organik yang paling minim dan relatif mudah diaplikasikan. METODE PENELITIAN Bahan Bahan baku utama pati sagu disuplai dari Sarawak, Malaysia. Sedangkan untuk esterifying agent metil laurat, katalis kalium karbonat (K2CO3) dan media organik DMSO berasal dari Merck. Bahan yang digunakan juga berupa HCl dan NaOH sebagai pereaksi titrasi, fenolftaelin sebagai indikator, silicon oil, akuades dan methanol sebagai presipitan. Penentuan kadar air pati sagu Analisis kadar air pati sagu dilakukan secara gravimetrik sebelum disintesis untuk menghasilkan

pati ester. Prosesnya diawali dengan pemanasan 3,5 gram pati pada oven vakum tiap jam hingga diperoleh massa konstan. Kadar air pati dapat dihitung sebagai wet basis produk. Pembuatan pati ester Setelah penentuan kadar air pati sagu kemudian dilakukan sintesis pati dengan esterifikasi. Prosesnya dilakukan dengan mencampur 5 gram pati sagu basis kering dengan media DMSO kemudian digelatinisasi pada suhu 70°C selama 3 jam dengan kecepatan 160 rpm. Campuran gel homogen kemudian direaksikan dengan FAME dan K2CO3 sebagai katalis dengan variasi sesuai Tabel 1. Campuran lalu diesterifikasi pada suhu optimum 105°C selama ± 1,5 jam hingga terbentuk gel kecoklatan. Setelah diesterifikasi, campuran lalu didinginkan hingga suhu kamar kemudian dipresipitasi CH3OH sebanyak 150 ml. Suspensi yang terbentuk kemudian dicuci sebanyak 2 kali dengan metanol pada 50 dan 25 ml lalu didekantasi dan difiltrasi dengan kertas saring Whatman 40. Setelah disaring, pati ester kemudian dikeringkan dalam oven vakum pada 70 kPa selama 24 jam hingga massa konstan. Pati ester kemudian dimasukkan dalam eksikator untuk menjaga kualitas produk. Berikut adalah tabel variasi percobaan yang dilakukan pada penelitian: Tabel 1 Variasi Percobaan

METODE ANALISIS Penentuan nilai DS Derajat substitusi produk menyatakan jumlah gugus hidroksil pada unit anhidroglukosa (AHG) yang mampu terderivatisasi oleh gugus substituen karbonil metil ester.Penentuan derajat substitusi pada penelitian ini dilakukan dengan metode titrasi pada campuran pati ester selain dengan pembacaan spektrum 1H-NMR. Metode analisis dengan titrasi dikembangkan dengan Sriorth (1987) yaitu 0,5 gram psti ester dicampur dengan 30 ml akuades lalu ditambah dengan 15 ml NaOH 0,5 M. Campuran kemudian dilarutkan dengan shaker water bath selama 4 jam pada suhu 30°C hingga larut. Campuran kemudian dititrasi balik dengan HCl 0,1 M hingga netral. Analisis derajat substitusi bertujuan untuk menentukan sejauh mana pati sagu telah termodifikasi menghasilkan pati ester dengan sifat fisikokimiayang

baik. Perhitungan nilai derajat substitusi produk dapat dihitung dengan persamaan:

dimana V NaOH adalah volum titrasi NaOH, M NaOH adalah normalitas NaOH, M dan V HCl adalam molaritas dan volum HCl yang terpakai, MW adalah massa molekul relatif metil laurat, Ws adalah massa sampel yang diuji. Rentang DS berada pada nilai 0 hingga 3. Penentuan jenis gugus fungsi produk Ada tidaknya jenis gugus fungsi diuji melalui spektrum 2000 FTIR spektrofotometer (PerkinElmer). Sampel produk dicampurkan dengan deuterated kloroform (CDCl3) kemudian didispersikan dalam pelet KBr dengan resolusi 4 cm-1. Sampel diujikan pada rentang panjang gelombang 500-4000 cm-1 terhadap berbagai puncak absorbansi komponen. Bentuk morfologi granula pati Penentuan bentuk foto mikrograf granula pati dilakukan dengan mikroskop elektron JSM-6400 (Tokyo, Japan). Bentuk permukaan sampel yang diuji setelah melalui proses pemanasan dilapisi dengan lapisan emas setebal 10 mm. Tujuan perlakuan tersebut adalah untuk menghindari teririsnya sampel dibawah pencahayaan elektron. Analisis kestabilan termal produk Penentuan sifat kestabilan termal produk diukur dengan menggunakan TGA (Thermogravimetric Analyser). Pengujian TGA dikembangkan dengan TGA 7 (Perkin Elmer, Norwalk, USA). Sampel pati ester dipanaskan secara bertahap dengan kecepatan 10°C/ min pada atmosfir inert N2. Analisis sampel diuji dari temperatur 0°C hingga 500°C kemudian data termogram sampel produk berdasarkan perubahan massa sampel tiap waktu dapat ditentukan.

HASIL PERCOBAAN Penentuan kadar air pati Kadar air pati sagu ditentukan melalui analisis gravimetrik. Dari percobaan diperoleh kadar air pati sagu sebesar 14,163%, sehingga diperoleh massa pati basis basah sebesar 5,825 gram dengan persamaan:

Reaksi transeterifikasi pati ester

Pembuatan pati ester didasarkan reaksi transesterifikasi gugus rantai asam lemak metil ester dengan gugus hidroksil setiap monomer AHG pati. Transesterifikasi memungkinkan performa reaksi berdasarkan nilai DS berdasarkan reaksi substitusi. Derajat substitusi menyatakan ukuran jumlah gugus hidroksil pada D-glukopiranosa yang mampu terderivatisasi oleh substituen. Nilai maksimum derajat substitusi adalah 3, yang menyatakan sifat hidrofobik pati ester. Sintesis pati ester dilakukan sesuai metode L.Junistia et al, karena memerlukan penggunaan jumlah pelarut sedikit dan relatif mudah diaplikasikan dengan variasi perlakuan sesuai tabel 1. Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi konversi dari asam lemak ester menghasilkan golongan ester lainnya, yang terjadi melalui reaksi dengan golongan alkohol (-OH). Reaksi transesterifikasi pati juga mampu menghasilkan sifat yang lebih hidrofobik berdasarkan panjangnya rantai gugus ester yang menempel. Menurut Aburto et al (1999), pati ester dengan karakteristik nilai DS antara 1,8 hingga 2,5 memiliki karakteristik serupa lapisan film plastiik dan elastik sehingga dapat ditambahkan plasticizer gliserol untuk meningkatkan kualitas plastik biodegradabel. Metode pengujian dilakukan melalui dehidrasi lapisan film basah dengan media Mg(NO3)2.6H2O dengan metode ASTM. Esterified pati dibuat secara bertahap. Tahap awal adalah gelatinisasi pati sagu dengan media organik DMSO. Gelatinisasi bertujuan mempermudah akses gugus karbonil metil ester dengan peran derajat ionisasi katalis K2CO3. Katalis K2CO3 merupakan katalis logam alkali yang mampu mengaktivasi gugus hidroksil melalui deprotonasi gugus basa pereaksi. Setelah melalui reaksi transesterifikasi pada suhu optimum 105° C, campuran pati ester membentuk gel dan berwarna kecoklatan. Warna coklat berasal dari reaksi Maillard antara gugus asam amino dan glukosa pati pada kondisi basa. Reaksi pati dengan esterifying reagent metil laurat dapat dilihat pada gambar 1.

Keterangan: Metil laurat: R*= CH3, R=C12H23,R1=CH3-OH Gambar 1. Reaksi transesterifikasi pati sagu (Muljana et al, 2010) Hasil reaksi esterifikasi akan menghasilkan produk utama pati laurat. Campuran pati ester berbentuk gel kemudian disolasi dari larutannya dengan penambahan CH3OH. Presipitasi oleh metanol didasarkan atas perbedaan sifat kepolaran pati ester dan metanol beserta sisa campuran larutan. Campuran pati ester lalu dicuci dengan metanol 2 kali pada 50 dan 25 ml untuk memurnikan katalis,media, dan

pengotor (impurities) lain dalam produk. Campuran kemudian didekantasi, difiltrasi, dan diuapkan dalam oven vakum untuk menguapkan kandungan cairan dalam produk. Kondisi pati ester kering pada tekanan vakum 70 kPa tersebut menunjukkan sifatnya yang berwarna kuning kecoklatan, berbentuk gumpalan, dan bersifat termoplastik setelah melalui reaksi dengan FAME. Produk pati laurat kemudian dianalisis untuk menentukan kualitas karakteristik produk yang dihasilkan. (lihat gambar 2)

Gambar 4. Hasil analisis degree of substitution (DS) produk

Gambar 2. Karakteristik produk pati ester: a) Campuran gel setelah reaksi, b) Produk pati laurat Penentuan nilai DS produk dengan titrasi Pada proses reaksi esterifikasi terhadap monomer AHG pati, perlu dilakukan pelarutan dengan NaOH. Penggunaan pelarut NaOH dimungkinkan karena mampu menyediakan jumlah gugus hidroksil yang tak bereaksi dengan unit anhidroglukosa pati sehingga dapat menentukan kinerja substitusi. Persamaan pelarutan sampel produk pati ester dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Reaksi pelarutan komponen pati ester Hasil persamaan reaksi diatas menunjukkan bahwa semakin banyak gugus ester yang mensubstitusi gugus hidroksil maka akan menurunkan konsentrasi NaOH tersisa yang dapat ditirasi oleh larutan HCl. Proses titrasi dilakukan dengan indikator fenolftaelin karena memiliki rentang pembacaan pH paling sesuai (pH ± 9) terhadap pembacaan volum akurat HCl yang terpakai.Hasil analisa DS titrasi pada Gambar 4. menunjukkan bahwa perolehan nilai DS rata-rata terbesar berada pada variasi penggunaan metil laurat terbesar pada perbandingan 1:2 dan konsentrasi katalis 0,3 . sebesar 1,347 dan perolehan terkecil pada perbandingan 1:8 dan 0,3 .sebesar 0,0572. Berdasarkan analisis rancangan ANOVA faktorial 3 level diperoleh bahwa variasi konsentrasi katalis dan rasio mol metil ester terhadap DMSO beserta interaksinya mampu berpengaruh secara signifikan terhadap perolehan DS pati ester. Nilai DS berdasarkan berbagai variasi percobaan dilampirkan pada gambar 4.

Dari hasil grafik pada gambar 4 berdasarkan volum HCl terpakai dalam titrasi terlihat bahwa nilai derajat substitusi meningkat seiring peningkatan jumlah metil laurat. Hal tersebut disebabkan karena tersedianya jumlah gugus karbonil lebih banyak sehingga meningkatkan kinetika reaksi esterifikasi (Diaz et al,2013; L,Junistia et al,2009). Masih tingginya polaritas media terhadap akses reaksi yang berada pada perbandingan jumlah metil laurat tertentu membuat semakin mudahnya akses substitusi FAME pada kondisi polar membuat semakin mudahnya kinerja ionisasi katalis K2CO3 sehingga meningkatkan perolehan derajat substitusi.(I Alric et al, 1999). Berdasarkan pengaruh konsentrasi katalis K2CO3 memberikan hasil yang berbeda. Reaksi substitusi nukleofilik gugus hidroksil pati oleh karbonil metil esterterjadi dengan peningkataan kinetika reaksi karena katalis berperan dalam menurunkan energi aktivasi reaksi (Ea). Rendahnya energi yang diperlukan untuk menjalankan reaksi membuat katalis dapat berperan meningkatkan perolehan kualitas pati ester dengan kenaikan DS. Namun pada penggunaan konsentrasi katalis K2CO3 terlalu tinggi (0,3 hingga 0,5 ) menurnukan perolehan nilai DS seiring penambahan jumlah katalis. Katalis K2CO3 yang banyak dimanfaatkan sebagai katalis depolimerisasi selulosa/ hemiselulosa sebagai golongan kompleks polisakarida menghasilkan fraksi lebih kecil membuat terputusnya rantai polimer kompleks AHG dalam pati menghasilkan monomer sehingga menghambat substitusi gugus karbonil pati ester.(Demirbas,2010) Aplikasi katalis K2CO3 yang banyak dipakai sebagai depolimerisasi struktur kompleks pati mengarah pada terbentuknya reaksi samping yang menyulitkan akses gugus hidroksil terhadap gugus karbonil FAME dalam kondisi alkali.(Russel et al, 1983). Sehingga berdasarkan gambar 4, diperoleh konsentrasi optimal K2CO3 berdasarkan sifat pati yang paling hidrofobik dan paling sulit terlarut (insoluble) dalam media organik DMSO. Penentuan jenis gugus fungsi produk

Karakterisasi jenis gugus fungsi pati ester dilakukan pada pati ester dengan mol metil ester terbesar (13,199 dengan perbedaan variasi konsentrasi katalis. Pada pembacaan spektrum FTIR pada produk, terdapat perubahan puncak spektra seperti O-H stretching pada 3000-3600 cm-1, C-H stretching pada 2850-2920 cm-1, gugus karbonil yang muncul pada 1700-1750 cm-1serta seri puncak rantai polisakarida pati untuk daerah 970-1200 cm-1. Perubahan puncak spektra O-H juga dapat terlihat pada bending 1380 cm-1. Pembacaan spektroskopi FTIR produk dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Pembacaan spektrum FTIR berbagai sampel

Pati Laurat DS 1,34 Gambar 5 Perbandingan morfologi granula pati

Karakteristik produk pati ester cenderung mengalami pengurangan gugus O-H yang ditunjukkan menurunnya absorbansi sampel. Berdasarkan pengamatan Aburto et al, diperoleh terjadinya kemunculan puncak rantai karbonil yang mensubstitusi pati dari metil laurat yang kemunculannya nyata pada DS 1,13 dan 1741,72 cm1 .Gugus C-H stretching yang muncul pada daerah ± 2850 cm-1 juga semakin terlihat puncaknya pada pati ester dengan nilai DS tinggi. Puncak spektra tersebut muncul dari rantai kompleks gugus laurat sebagai struktur hidrokarbon panjang yang menempel pada produk. Penurunan jumlah puncak spektra pada rentang 970-1200 cm-1 pada pati ester juga menjelaskan bahwa senyawa AHG pati telah tersubstitusi oleh gugus karbonil metil ester. Pengurangan tinggi puncak bending O-H pada 1380 cm-1 menunjukkan reaksi transesterifikasi mampu terjadi.

Berdasarkan gambar 5, perlakuan aksi transesterifikasi mampu mengubah struktur granula pati. Hal tersebut semakin nyata pada pati laurat dengan DS 1,34 yang semakin teragloromerasi satu dan lainnya,berdempetan dan pecah jika dibandingkan struktur granula pati sagu alami yang oval. Adanya rantai ikatan hidrogen antar molekul pati dari reaksi substitusi gugus karbonil FAME mencirikan penyatuan tiap granula yang semakin nyata seiring kenaikan nilai derajat substitusi. (Hermawan,2015). Hasil foto mikrograf tersebut mampu menunjukkan bahwa reaksi tranesterifikasi dapat berlangsung. Penentuan kestabilan termal produk Analisis TGA dilakukan untuk mempelajari sifat degradasi termal dari pati laurat melalui penentuan temperatur degradasi sampel. Kurva hasil pengujian TGA dinyatakan dalam termogram perubahan massa sampel tiap suhu yang disimpulkan dalam Gambar 6.

Morfologi garnula pati ester dengan SEM Karakterisasi pembuatan fotograf granula pati dengan SEM dipakai untuk membandingkan perubahan struktur granula pati sebelum dan setelah modifikasi. Pengujian hasil fotograf sampel dilakukan pada perbesaran 500X dan 2500X berdasarkan mikroskop elektron untuk melihat perubahannya. Perbandingan bentuk foto mikrograf lebih lanjut pada perbesaran 500X dapat dilihat pada Gambar 5. a

ikatan kovalen dipol terimbas lebih lemah.(Morta, 1956)

b

c

Pati ester dengan nilai DS yang lebih tinggi menunjukkan kemampuan degradasi yang paling sulit dibandingkan pati sagu. Kemiringan garis pati ester (slope) yang lebih landai didasarkan pada rendahnya orde reaksi dekomposisi sampel. Orde reaksi dekomposisi karena banyaknya komponen pati ester yang perlu didekomposisi pada rentang dekomposisi sampel bervariasi yang menjadi rendah mengarah pada menurunnya laju mekanisme reaksi. Berdasarkan penelitian Seferis dan Salin (1992), diperlukan waktu dekomposisi komponen yang lebih panjang pada pati ester untuk mendegradasi seluruh massa dalam sampel. Karakteristik transesterifikasi pati laurat ternyata dipengaruhi oleh peningkatan kestabilan termal produk. Proses dekomposisi produk sesuai Gambar 6 juga terlihat secara 2 tahap. Tahap dekomposisi pertama berupa dekomposisi monomer anhidroglukosa pada rantai amilosa pati sekitar 5075% massa sampel. Tahap dekomposisi kedua yang terjadi pada suhu ±300°C merupakan temperatur dekomposisi gugus metilene (-CH2) yang terdapat pada pati ester dengan rantai lebih panjang sehingga menciptakan dua tahap dekomposisi. (Aburto et al, 1999). Pengembangan aplikasi pembuatan lapisan film plastik biodegradabel

d Gambar 6. Kurva termogram dari berbagai sampel a) pati laurat DS 1,13, b) pati laurat DS 1,34, c) pati laurat DS 0,24, d) pati sagu alami Kurva TGA pada gambar 6 diatas sangat menjelaskan bahwa esterifikasi pati dengan metil laurat mampu menghasilkan produk dengan temperatur dekomposisi yang lebih rendah. Pati sagu terdegradasi pada suhu onset temperature (265°C) lebih tinggi dibandingkan pati ester (195-215°C). Rendahnya temperatur dekomposisi pati ester karena berkurangnya jumlah gugus hidroksil yang telah teresterifikasi dengan metil ester. (Aburto,1999) Ikatan hidrogen pada gugus hidroksil AHG memiliki ikatan kovalen terkuat sehingga sulit terdekomposisi dibandingkan ikatan karbonil terhadap AHG sebagai

Selain pengujian sampel dengan TGA, diperlukan juga analisis dengan DSC untuk menentukan Tg (glass transition temperature) produk. Penentuan nilai Tg dipakai untuk menentukan suhu optimal untuk mengubah sifat bahan dari brittle (rapuh) menjadi elastik. Pati ester hasil transesterifikasi metil laurat diharapkan mampu memiliki nilai Tg dibawah 68°C sehingga mampu ditambahkan gliserol sebagai plasticizer dan dapat diaplikasikan sebagai bahan baku plastik biodegradabel. (Thiebaud, 1997) Menurut Tessler et al (1996), pati laurat (Gambar 7) dengan nilai DS sekitar 1,1 keatas telah memiliki karakteristik biodegradasi optimal karena sifatnya yang termoplastik. Aburto et al (1999) juga menyatakan pati ester dengan DS antara 1,8 hingga 2,5 dapat diaplikasikan dalam pembuatan plastik biodegradabel. Sehingga perlu dilakukan uji mekanis berdasarkan metode ASTM untuk menetukan kualitas bahan baku biopolimer yang dihasilkan .

Gambar 7. Struktur pati laurat (C-12)

Demirbas, A., Biorefineries - For Biomass Upgrading

KESIMPULAN dan SARAN

Facilities, ed. Springer. 2010, Heidleberg,

Kesimpulan 1.

2.

3.

Pati laurat dengan rasio mol metil laurat:mol DMSO = 1:2 dan konsentrasi katalis 0,3 mol/mol AHG mempunyai nilai DS yang paling besar yaitu 1,347012 dan pati laurat dengan nilai DS terendah pada variasi 1:8 dan 0,3 mol/mol AHG yaitu 0,057203. Variasi perlakuan konsentrasi metil ester (FAME) terhadap media organik, konsentrasi katalis K2CO3 dan interaksinya berpengaruh secara signifikan terhadap perolehan nilai DS. Reaksi transesterifikasi dengan media batch DMSO mampu menghasilkan produk pati ester dengan temperatur dekomposisi produk lebih rendah, pengubahan struktur morfologi, serta mengubah bentuk kualitatif pati bersifat termoplastik (TSE/Thermoplastic Starch Esters)

Saran 1.

2.

Hermawan, E., et al., Transesterification of Sago Starch Using Various Fatty Acid Methyl Esters

in

Journal

Densified

of

Chemical

CO2.

International

Engineering

and

Applications, 2015. 6(3): p. 152-155. Morita, H., Analytical Chemistry. 1956. p. 64. Seferis, J. and Salin, Journal Applied Polymer Science, 1992. Thiebaud, S., et al., Properties of Fatty-Acid esters of starch and their blends with LDPE. . Journal of Applied Polymer Science, 1997. 65: p. 705-721.

Perlu dicari media organik lain yang mampu menghasilkan pati ester dengan nilai DS tinggi dan lebih ramah lingkungan serta murah untuk diaplikasikan dalam skala komersil. Sebaiknya dilakukan penelitian tentang pengaruh variasi lain seperti kecepatan pengadukan, waktu reaksi gelatinisasi, variasi pelarut, waktu reaksi transesterifikasi dan pengembangan teknologi lainnya yang mengarah pada peningkatan aspek kualitas fisikokimia dan profit dalam pembuatan plastik biodegradabel.

DAFTAR PUSTAKA Junistia, L., et al., Syntesis of Higher Fatty Acid Starch Esters using Vinyl Laurate and Stearate as Reactants. Starch/Staerke, 2008. 60: p. 667-675. Aburto, J., et al., Synthesis, Characterization and Biodegradability of Fatty Acid Esters of Amylose and Starch. Journal of Applied Polymer Science 1999. 74: p. 1440-1451. Junistia, L., et al., Experimental and Modelling Studies of the Synthesis and Properties of Higher Fatty Esters of Corn Starch. Starch/Staerke, 2009. 61: p. 69-80. Aburto, J., et al., Free-solvent

Germany.

Synthesis and

Properties of Higher Fatty Acid Esters of StarchPart 2. Starch/Starke, 1999. 8-9: p. 302-307.

Tessler, M. Martin, and R.L. Billmers, Preparation of starch Esters. Journal of Environmental Polymer Degradation 1996. 4: p. 85-89. de Graaf, R.A., A.P. Karman, and J. L., Material properties and glass transition temperatures of different thermoplastic starches after extrusion processing. Starch-Starke, 2003. 55: p. 80-86.

Lihat lebih banyak...

Comentarios

Copyright © 2017 DATOSPDF Inc.