Jadal Al Quran

August 16, 2017 | Autor: Hanief Monady | Categoría: Quranic Studies, Islamic Studies, Quran and Tafsir Studies
Share Embed


Descripción

JADAL DALAM AL-QUR’AN oleh: Hanief Monady A. Pendahuluan Jadal Al-Qur‟an ditempatkan dengan dua macam tema lainnya dalam Tafsir Al-Qur‟an, Kemukzitan Al-Qur‟an dan Kisah-kisah dalam Al-Qur‟an. Jadal merupakan macam ketiga berkaitan dengan tema Tafsir Al-Qur‟an. Al-Qur‟an merupakan kitab suci Umat Islam yang menjadi pedoman Umat Islam dalam mencapai kebenaran dan berjalan sesuai dengan norma dan syariat agama Islam. Di dalamnya berisi lebih dari 6000 ayat suci yang masingmasingnya memiliki makna, isi, dan keistimewaan yang tersendiri. Ayat-ayat tersebut selain dapat berdiri sendiri juga memiliki ikatan dan hubungan dengan ayat-ayat lainnya. Al-Qur‟an adalah mukjizat terbesar yang diberikan Allah swt kepada nabi Muhammad saw untuk dikaruniakan kepada umat Islam. Jadal merupakan sebuah salah satu tema dalam pembahasan dalam Ilmu Al-Qur‟an. Secara naluri memang setiap seseorang mempunyai akal dan pemikiran yang berbeda-beda, sehingga menjadikan antara mereka saling mengutarakan dan mengungkapkan pemahaman mereka tentang sesuatu. Maka jika apa yang disampaikannya berbeda dengan yang lain maka terjadilah perdebatan. Begitu juga pada zaman nabi saw yang mana beliau menghadapi orang-orang Arab yang mempunyai karakter yang keras, sehingga jika Nabi saw menyampaikan wahyunya, beliau sering ditentang oleh masyarakat Arab bahkan mendustakannya. Akan tetapi karena Nabi Muhammad saw memang seorang Rasul yang sabar yang diutus Allah swt untuk menyampaikan risalah-Nya, beliau sampaikan dengan cara yang lembut. Orang Arab terkenal dengan ahli bahasa dan syair yang bagus, tapi ketika menghadapi Al-Qur‟an yang lebih tinggi dan indah bahasanya sehingga mereka tidak dapat menandinginya sedikit pun. Berikut ini akan dibahas mengenai pengertian jadal, sejarah singkat jadal, metode jadal di dalam Al-Qur‟an, macam-macam jadal terhadap pihak lain, dan tujuan dari mempelajari jadal.

1

2 B. Pengertian Jadal Al-Qur’an Jadal atau Jidāl adalah bertukar pikiran dengan cara bersaing dan berlomba untuk saling mengalahkan lawan. Pengertian ini berasal dari kata-kata (‫احلبل‬

‫)جدلت‬, yaitu (‫( )أحكمت فتله‬aku kokohkan jalinan tali itu).1 Allah menyatakan dalam Al-Qur‟an bahwa berdebat merupakan salah satu

tabiat manusia, yakni paling banyak bermusuhan dan bersaing.Allah swt berfirman,

‫َك َكا ِإْلاا ِإْل َك ُنا أَك ِإْل َكَثَك َك ِإْل ٍء َكج َكد ًال‬ Artinya: “Tetapi manusia adalah memang yang paling banyak membantah”.2 Rasulullah saw juga diperintahkan agar berdebat dengan kaum Musyrik dengan cara yang baik yang dapat meredakan keberingasan mereka. 3 Sedangkan dalam literatur lain disebutkan bahwa jadal atau jidāl ialah bertukar pikiran untuk mengalahkan lawan, sehingga masing-masing orang yang berdebat itu bermaksud merubah pendirian lawan yang semula dipegangnya.4 Allah swt membolehkan juga berdiskusi dengan Ahli Kitab dengan cara yang baik.5 Diskusi yang demikian bertujuan untuk menampakkan kebenaran sejati dan menegakkan prioritas atas validitasnya. Itulah esensi metode jadal AlQur‟an dalam memberi petunjuk kepada orang kafir dan mengalahkan para penentang Al-Qur‟an. Ini berbeda dengan perdebatan orang yang memperturutkan emosi dan hawa nafsu, yang mana perdebatannya hanya merupakan persaingan yang salah.6

1

Mannā‟ Al-Qaththān, Mabāḥits fī `Ulūm Al-Qur‟ān (2000, Al-Madinah: Maktabah AlMa`arif), jil. 1, hlm. 309. Maktabah Al-Syamilah. 2 Q.S. Al-Kahfi (18): 54. 3 Q.S. Al-Naḥl (16): 125. 4 Teuku Muhammad Hasbi Al-Shiddiqiey, Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an (Edisi Baru) (2010, Semarang: Pustaka Rizqi Putra), hlm. 183. 5 Q.S. Al-Ankabut (29): 46. 6 Mannā‟ Al-Qaththān, Mabāḥits fī `Ulūm Al-Qur‟ān, hlm. 310. Lihat Q.S. Al-Kahfi (18): 56.

3 C. Sekilas Tentang Sejarah dan Perkembangan Jadal Al-Qur’an Secara umum Jadal dalam arti pertentangan atau perselisihan atau perbedaan pendapat muncul bersamaan dengan adanya manusia di muka bumi ini, bahkan menurut perspektif Al-Qur‟an, jadal sudah ada jauh sebelum manusia pertama, nabi Adam as diciptakan dan dilempar ke dunia yaitu jadal yang dilakukan oleh malaikat ketika Allah swt menyatakan untuk menciptakan “khalifah” di muka bumi, dan jadal yang dilakukan Iblis ketika diperintah Allah swt untuk bersujud kepada nabi Adam as. Ini berarti bahwa jadal merupakan sifat dasar dan sekaligus sebagai dinamika dalam kehidupan umat manusia. Sedangkan jadal sebagai sebuah ilmu yang dipelajari dan diterapkan, bersumber pada filsafat Yunani. Menurut Al-Syarqānī, jadal sebagai sebuah ilmu (ilmu Jadal) diawali oleh paham dialektika yang dicetuskan oleh Heraklitos, kemudian dikembangkan oleh Sokrates, Plato, dan Aristoteles dengan nama ilmu logika. Pemikiran para filosof Yunani ini kemudian mempengaruhi pemikiran serta memberikan inspirasi bagi umat Islam untuk menyusun ilmu Jadal yang lebih sesuai dengan ajaran Islam.7 Adapun hal-hal yang menyebabkan berkembangnya masalah jadal di kalangan umat Islam adalah sebagai berikut: 1.

Meluasnya wilayah Islam dan masuknya para pemeluk agama lain ke dalam negara Islam yang kemudian terjadi percampuran hukum-hukum mereka kepada umat Islam dan ini tentu saja menimbulkan perdebatan.

2.

Adanya pemeluk agama lain yang memeluk agama Islam. Di antara mereka ini ada yang mencampur ajaran-ajaran sebelumnya dengan ajaran-ajaran Islam karena ketidaktahuan mereka. Di samping itu ada pula yang memang sengaja menyusup ke dalam Islam hanya untuk menyebarkan fitnah dan kekacauan. Ini tentu saja memaksa umat Islam untuk membantahnya. Adanya sebagian teks-teks Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi saw yang

3.

nampak berbeda dengan apa yang telah dikenal dan disepakati di 7

Amin, “Jadal al-Qur‟an”, dalam Aminchoank.blogspot.com, ditulis pada tanggal 27 Mei 2012, diakses pada tanggal 21 Desember 2014.

4 kalangan para sahabat sehingga perlu ditakwilkan dan ditafsir. Keadaan ini sering menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan umat Islam, sehingga disalahgunakan oleh orang-orang yang berniat tidak baik untuk memecah belah umat. Hal ini mengharuskan umat Islam untuk mendiskusikannya agar umat Islam terhindar dari permusuhan dan perpecahan. 4.

Munculnya kecenderungan penggunaan akal-pikiran sebagai trend dalam pembahasan berbagai masalah, karena dorongan kondisi sosial politik yang sudah aman dan tenteram.

5.

Berkembangnya lembaga-lembaga hukum di kota-kota Islam dalam menyelesaikan berbagai perkara yang menimpa masyarakat, ditambah lagi adanya keinginan yang besar dari masyarakat untuk mengetahui hikmah agama, kemudian mereka mendatangi lembaga-lembaga tersebut dan mendengarkan serta menanggapi apa yang dikatakan para hakim. Sehingga muncul kebiasaan untuk berdiskusi atau berdialog.

6.

Adanya serangan dan tuduhan dari orang-orang Yahudi, Nasrani, Atheis dan lain-lain terhadap Islam sebagai agama yang penuh dengan keraguan dan ketidakjelasan, sehingga dianggap tidak layak sebagai sebuah agama. Lalu mereka menyebarkan tipu daya dan menentang umat Islam di segala tempat. Ini memaksa para tokoh Islam melakukan pembelaan untuk melemahkan dan menghancurkan pendapat dan keyakinan mereka.

7.

Pembahasan tentang tema-tema yang sulit dipahami. Seperti tentang halhal gaib, senantiasa menjadi medan bagi para pembahas yang masingmasing merasa paling benar. Metode taklīd tidak akan mampu sampai pada hakikat persoalan, lalu dikembangkan metode diskusi yang dirasa akan lebih baik dampaknya.8

D. Metode Jadal dalam Al-Qur’an Mannā` Al-Qaththān mengatakan bahwa Al-Qur‟an tidak menempuh metode yang dipegang teguh para ahli Kalam yang memerlukan adanya 8

Amin, “Jadal al-Qur‟an”, dalam Aminchoank.blogspot.com.

5 muqaddimah (premis) dan nātijah (konklusi) seperti dengan cara ber-istidlāl dengan sesuatu yang bersifat kullīy (universal) atas yang juz‟ī (partial) atau sebaliknya. Akan tetapi Al-Qur‟an banyak mengemukakan dalil dan bukti yang kuat serta jelas yang dapat dimengerti kalangan awam dan ahli sehingga mampu mematahkan setiap kerancuan dengan perlawanan dalam tata bahasa yang konkrit, indah, dan tidak memerlukan pemerasan akal. Orang yang cenderung memakai argumentasi yang pelik dan rumit justru sebenarnya ia tdak mampu menegakkan hujjah dengan kalam yang agung. Karena ia mengungkapkan sesuatu dengan cara yang kabur dan penuh teka-teki bahkan tidak jelas untuk dipahami banyak orang.9 Namun daripada itu Allah swt juga memaparkan seruan-Nya kepada makhluk-Nya dalam bentuk argumentasi meliputi juga bentuk yang paling pelik dengan tujuan agar orang awam memahami dari yang tersebut sehingga memuaskan mereka menerima hujjah-hujjah dan dari celahnya kalangan ahli pun mampu memahami sesuai dengan tingkat pemahaman sastrawan. Dari sisi ini maka setiap orang yang mempunyai ilmu pengetahuan lebih banyak tentu lebih banyak pula pengetahuan tentang ilmu Al-Qur‟an. Dengan itu Allah swt selalu menyebutkan hujjah ayat-ayat-Nya dengan hubungan kalimat “mereka yang berakal” dan “mereka yang berpikir”, dengan tujuan mengingatkan bahwa setiap potensi-potensi tersebut dapat digunakan untuk memahami hakikat hujjah-Nya.10 Dan perlu diketahui, bahwa terkadang nampak dari ayat-ayat al-Qur‟an memerlukan ketajaman pemikiran dan penggunaan bukti-bukti rasional.11 Adapun secara khusus, metode Jadal Al-Qur‟an antara lain: 1.

Membungkam lawan bicara dengan mengajukan pertanyaan tentang halhal yang telah diakui dan diterima akal, agar ia mengakui apa yang

9

Jalaluddin Al-Suyuthi, Samudera „Ulūmu al-Qur‟ān (2008, Surabaya: Bina Ilmu Offset), hlm. 80. 10 Mannā‟ Al-Qaththān, Mabāḥits fī `Ulūm Al-Qur‟ān, hlm. 311. Seperti dalam Q.S. AlRa‟ad (13): 4. 11 Q.S. Al-Anbiya‟(21): 22.

6 tadinya diingkari. Seperti penggunaan dalil dengan makhluk untuk menetapkan adanya Khāliq.12 Mengambil dalil dengan mabda‟ (asal mula kejadian) untuk menetapkan

2.

ma‟ād (hari kebangkitan).13 3.

Membatalkan

pendapat

lawan

dengan

membuktikan

kebenaran

kebalikannya, seperti bantahan terhadap pendirian orang Yahudi.14 4.

Menghimpun dan memerinci yakni menghimpun beberapa sifat dan menerangkan bahwa sifat-sifat tersebut bukanlah „illah (alasan hukum).15

5.

Membungkam lawan dan mematahkan hujjah-nya dengan menjelaskan bahwa pendapat yang mereka kemukakan adalah tidak masuk akal dan tidak dapat diakui.16 Masih banyak lagi macam-macam metode Jadal dalam Qur‟an, misalnya

dalam argumentasi para nabi dan umatnya, argumentasi orang mukmin dan lain sebagainya.

E. Macam-macam Jadal Al-Qur’an Terhadap Pihak Lain Berkaitan dengan pemahaman mengenai respon Al-Qur‟an terhadap pihak lain atau pemeluk agama/kepercayaan selain Islam ini, menurut Farid Esack dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, pemahaman yang dilakukan oleh sarjanasarjana Muslim tradisional-konservatif. Mereka mengambil apa yang hanya dapat digambarkan dengan kekuatan bahasa dan berusaha memahami semua teks AlQur‟an menjadi makna yang eksklusif. Kedua, pemahaman yang dilakukan oleh sarjana-sarjana Muslim modernis-liberalis, mereka berpendapat bahwa tidak ada teks Al-Qur‟an yang mencela pihak lain.17 Bila dicermati lebih jauh, respon atau tanggapan Al-Qur‟an terhadap pihak lain atau pemeluk agama lain (selain Islam) dapat dibedakan ke dalam dua sikap, yaitu eksklusivisme dan inklusivisme. Yang dimaksud dengan eksklusivisme 12

Q.S. Al-Thur (52): 35-36. QS, al-Thariq (86): 5-8. 14 Q.S. Al-An`am (6): 91. 15 Q.S. Al-An`am (6): 143. 16 Q.S Al-An`am (6): 101. 17 Farid Esack, Qur‟an, Liberation and Pluralism (Oxford: Oneword, 1997), hlm. 147. 13

7 adalah sikap yang menyatakan bahwa harga dirinya sajalah yang benar, sedang pihak lain salah. Sedangkan inklusivisme adalah sikap open-minded terhadap kebenaran yang dimiliki pihak lain sepanjang mempunyai keterkaitan dengan kebenarannya sendiri. Sikap eksklusif Al-Qur‟an terhadap pihak lain terjadi pada saat Al-Qur‟an melakukan tanggapan atau sanggahan terhadap orang kafir, musyrik, bahkan juga terhadap agama selain Islam. Di antara sikap ekslusivisme Al-Qur‟an terhadap pihak lain dapat berupa celaan, ancaman siksa dan sikap tidak bersahabat. Contoh kongkritnya antara lain, Al-Qur‟an mencela orang musyrik dan para penyembah berhala sebagai orang yang sesat dan lemah.18 Contoh lain, berupa ancaman AlQur‟an terhadap orang-orang kafir dengan siksa yang pedih baik di dunia ataupun di akhirat.19 Sedangkan sikap inklusif Al-Qur‟an terhadap pihak lain, terutama sekali ditujukan kepada agama atau pemeluk agama selain Islam. Dalam hal ini AlQur‟an tanpa ragu-ragu membenarkan keimanan agama lain, bahkan melarang umat Islam mengganggu, apalagi memusuhi mereka.20 Al-Qur‟an juga melarang umat Islam memaksakan agama Islam kepada pemeluk agama lain.21 Umat Islam diperintahkan

untuk

menjaga

keharmonisan

hubungan

dan

melakukan

dialog/diskusi dengan orang yang beragama lain dengan cara yang baik. 22 Untuk itu, kapan Al-Qur‟an bersikap eksklusif dan kapan bersikap inklusif merupakan persoalan yang sangat penting dan harus dipahami secara mendalam dan komprehensif. Sebab bersikap eksklusif dan inklusif dalam beragama dalam konteks yang salah akan menjadi preseden buruk bagi kelangsungan dan keharmonisan kehidupan beragama. Padahal agama pada prinsipnya bertujuan untuk membawa manusia pada kebahagiaan yang hakiki.

18

Q.S. Al-Nisā‟ (4): 116 dan Q.S. Al-Ḥajj (22): 73. Q.S. Al-Taubah (9): 74. 20 Q.S. Al-An`ām (6): 52. 21 Q.S. Al-Baqarah (2): 156 dan Q.S. Yūnus (10): 99. 22 Q.S. Al-„Ankabut (29): 46 dan Q.S. Al-Mumtaḥanah (60): 8-9. 19

8 Ditinjau dari segi subyeknya (pihak yang melakukan tanggapan atau sanggahan) Jadal Al-Qur‟an dapat dibedakan menjadi dua yaitu jadal langsung dan jadal tidak langsung. Jadal langsung adalah Jadal yang dilakukan oleh Al-Qur‟an sendiri, seperti tanggapan Al-Qur‟an terhadap Muhammad saw yang telah mengharamkan apa yang sebenarnya dihalalkan oleh Allah swt. Bantahan Al-Qur‟an tersebut langsung oleh Al-Qur‟an dengan menegur Muhammad saw agar jangan melakukan hal seperti itu lagi.23 Oleh karena itulah Jadal Al-Qur‟an ini disebut dengan jadal langsung. Sedangkan Jadal tidak langsung adalah Jadal Al-Qur‟an

yang

menggunakan subyek-subyek tertentu dalam melakukan tanggapan atau sanggahan terhadap pihak-pihak yang berbeda pendapatnya dengan apa yang diajarkan Al-Qur‟an, seperti perselisihan antara Ibrahim as dengan penguasa di masa itu (raja Namrud) tentang Tuhan. Dalam pembicaraan di antara mereka berdua ini, Al-Qur‟an secara tidak langsung hendak menjelaskan tentang Tuhan. Yaitu dengan menggunakan cerita tentang perdebatan antara Ibrahim as dengan penguasa yang zalim ketika itu.24 Oleh karena itulah perdebatan antara Ibrahim as dengan penguasa yang lalim ketika itu disebut jadal tidak langsung. Adapun jika ditinjau dari segi obyeknya (pihak-pihak yang dijadikan sasaran), Jadal Al-Qur‟an dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu Jadal internal dan Jadal eksternal. Jadal internal adalah Jadal Al-Qur‟an yang ditujukan kepada umat Islam sendiri. Jadal ini terjadi karena umat Islam sendiri sering menyalahi apa yang diajarkan oleh Al-Qur‟an. Oleh karena itu Al-Qur‟an melakukan tanggapan untuk meluruskan kesalahan umat Islam tersebut seperti tanggapan Al-Qur‟an yang ditujukan kepada umat Islam yang mempersoalkan tentang harta rampasan perang, sehingga menimbulkan perpecahan di kalangan mereka. Kemudian memerintahkan kepada Nabi saw untuk menjelaskan bahwa harta rampasan

23 24

Q.S. Al-Taḥrīm (66): 1. Q.S. Al-Baqarah (2): 258.

9 perang adalah milik Allah swt dan Rasulnya. Oleh karena itu mereka tidak perlu memperebutkannya, apalagi sampai menimbulkan perpecahan.25 Sedangkan Jadal eksternal adalah Jadal Al-Qur‟an yang ditujukan kepada pihak lain atau pemeluk agama/kepercayaan selain Islam. Seperti tanggapan atau sanggahan Al-Qur‟an yang ditujukan kepada orang Yahudi dan Nasrani yang mengklaim diri mereka sebagai orang yang paling dikasihi oleh Tuhan. Kemudian Al-Qur‟an membantah klaim tersebut dengan mengatakan bahwa semua manusia sama di hadapan Tuhan. Tuhan akan mengampuni atau menyiksa siapa saja yang dikehendakinya dan segala yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaannya dan akan kembali kepadanya.26

F. Hikmah dalam mempelajari Jadal Al-Qur’an Al-Qur‟an diturunkan oleh Allah swt melalui penyampaian dari Nabi saw sebagai rahmat dan petunjuk bagi manusia. Sebelum Nabi Muhammad saw diutus menyampaikan risalah-Nya, keadaan orang Arab pada waktu itu sangat terpuruk moralnya dan masih menyembah berhala. Sehingga Nabi Muhammad saw butuh waktu yang panjang untuk mengembalikan pada akidah yang benar. Di samping itu, orang Arab sangat keras wataknya tapi masalah bahasa sangat dikuasai dan pakar dalam hal itu. Sehingga ketika mereka menerima ajaran Rasulullah saw mereka sering menentang bahkan mendustakannya. Di antara hikmahnya adalah: 1.

Ketinggian

bahasa

Al-Qur‟an

membuat

mereka

tidak

mampu

menandinginya. 2.

Bahasa Al Qur‟an sangat halus dalam mendebat.

3.

Betapapun orang arab sangat mahir dalam bahasa, mereka tidak mampu menjawab Al Qur‟an.

4.

Menunjukkan bahwa manusia itu sangat terbatas pengetahuannya yang tidak patut untuk menyombongkan dirinya.

25 26

Q.S. Al-Anfāl (8): 1. Q.S. Al-Mā‟idah (5): 18. Amin, “Jadal al-Qur‟an”, dalam Aminchoank.blogspot.com.

10 5.

Al-Qur‟an menerangkan bahwa dalam menyampaikan ajaran atau mengajak kepada kebaikan diharuskan dengan cara yang sopan santun sehingga orang menjadi tertarik untuk mengikutinya.

6.

Apabila orang yang diajak kebaikan malah menentang dan mengajak berdebat, maka debatlah dengan yang lebih baik. Dan sampaikan dalil yang bisa diterima olehnya.

G. Penutup Demikian pembahasan mengenai Jadal Al-Qur‟an. Setelah membaca dan memahami berbagai uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa Jadal merupakan suatu bentuk sanggahan dan bantahan yang ada dalam Al-Qur‟an bagi mereka yang tidak sependapat dan berbeda keyakinan dengan apa yang ada di dalamnya, baik dari kalangan muslim sendiri, maupun non-muslim. Dalam melakukan jadal ini Al-Qur‟an memberikan tuntunan agar dilakukan dengan cara yang baik. Dengan memperhatikan subyek dan obyeknya serta mempertimbangkan bagaimana sikap yang harus diambil ketika dihadapkan pada obyek dan konteks yang berbeda. Apakah bersikap eksklusif ataukah inklusif. Sebab dua sikap inilah nampaknya yang sering dipraktekkan dalam Jadal Al-Qur‟an. Terutama ketika berhadapan dengan pihak lain yang menjadi sasaran utamanya, Al-Qur‟an adakalanya memberi tanggapan positif dan adakalanya memberi tanggapan negatif. Jadal Al-Qur‟an menampakkan aspek-aspek dialogis, yang selanjutnya dibangun beberapa paradigma dialog antar agama.

11 DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur‟ān Al-Karīm Farid Esack. 1997. Qur‟an, Liberation and Pluralism. Oxford. Oneword. Jalaluddin Al-Suyuthi. 2008. Samudera „Ulūmu al-Qur‟ān. Surabaya. Bina Ilmu Offset. Mannā‟ Al-Qaththān. 2000. Mabāḥits fī `Ulūm Al-Qur‟ān. Al-Madinah. Maktabah Al-Ma`arif. Maktabah Al-Syamilah. Teuku Muhammad Hasbi Al-Shiddiqiey. 2010. Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an (Edisi Baru). Semarang. Pustaka Rizqi Putra.

Situs Internet Aminchoank.blogspot.com.

12 LAMPIRAN

JADAL ALQUR'AN Sikap AlQur'an

Eksklusif

Inklusif

Subjek

Langsung

Tidak Langsung

Objek

Internal Islam

Eksternal Islam

Lihat lebih banyak...

Comentarios

Copyright © 2017 DATOSPDF Inc.