Comparison of Efficiency Level Four Region Branches of Bank XYZ in Indonesia Using Production Approach Data Envelopment Analysis Period 2009-2011

Share Embed


Descripción

PERBANDINGAN TINGKAT EFISIENSI EMPAT REGIONAL CABANG BANK XYZ DI INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PRODUKSI DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) PERIODE 2009 – 2011 R. Prastyo Legito Putera, Eko Rizkianto Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia ABSTRAK Pengukuran tingkat efisiensi suatu bank tidak akan pernah terlepas dari pengukuran efisiensi dari cabang-cabang bank yang dimilikinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat efisiensi cabang bank XYZ di Indonesia periode 2009-2011 dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) model Constant Return to Scale (CRS) dan model Variable Return to Scale (VRS) yang berorientasi terhadap input. Pendekatan pengukuran DEA yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi tersebut adalah pendekatan produksi. Hasil pengukuran dengan DEA akan dibandingkan dengan rasio keuangan Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO). Secara keseluruhan hasil efisiensi dari cabang-cabang bank XYZ yang didapat tidak mencapai 50% cabang bank yang beroperasi secara efisien dari 60 cabang bank yang di amati. Hasil penelitian pun menyimpulkan bahwa model yang cenderung lebih relevan untuk digunakan mengukur tingkat efisiensi bank adalah model VRS. Untuk memastikan hasil pengukuran dengan metode DEA cukup mewakili keadaan yang sebenarnya pada cabang bank, dilakukan perbandingan dengan nilai BOPO yang dimiliki cabang bank tersebut, hasil yang didapat menyimpulkan bahwa model DEA dapat mewakili keadaan yang sebenarnya cabang bank yang di amati. Kata kunci: Efisiensi, Cabang Bank XYZ, Data Envelopment Analysis (DEA), BOPO ABSTRACT Measuring the efficiency of a bank will never be separated from the measuring of the efficiency of bank’s branche. This study aimed to measure the efficiency of bank’s branches XYZ in Indonesia period 2009-2011 using the Data Envelopment Analysis (DEA) model Constant Return to Scale (CRS) and the model Variable Return to Scale (VRS), which is oriented towards input. DEA measurement approach used to measure the efficiency is the production. DEA measurement results will be compared with the financial ratios Operating Expenses Operating Income (ROA). Overall results of the efficiency of bank branches acquired XYZ does not reach 50% of the bank branch that operates efficiently than 60 branch banks in the observed. The results of the study also concluded that the models tend to be more relevant to use to measure the efficiency of a bank is modeled VRS. To ensure measurement results with the method of DEA adequately represent the real situation at a bank branch, to compare with the value BOPO owned bank branches, the results concluded that DEA model can represent the real situation in the bank branch observed. Keywords: Efficiency, Branches of Bank XYZ, Data Envelopment Analysis (DEA), BOPO

PENDAHULUAN Latar Belakang Sejak terjadinya krisis pada tahun 1997 dan awal tahun 1998, sejumlah bank telah dilikuidasi, dibekukan kegiatan operasionalnya, atau melakukan merger. Sebagaimana telah diketahui, krisis telah mengakibatkan industri perbankan tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik, merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, hal tersebut menyebabkan masyarakat melakukan penarikan uang secara besar-besaran sehingga hampir semua bank mengalami kesulitan likuiditas dan nyaris menyebabkan industri perbankan nasional kolaps (Ariwinadi, 2008:1). Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah telah melakukan rekapitalisasi terhadap sejumlah bank. Sebagai akibat dari program rekapitalisasi tersebut, pemerintah mendominasi kepemilikan perbankan nasional (Suseno & Piter, 2004: 191). Bank Indonesia kemudian meluncurkan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang pada dasarnya hendak menata perbankan secara kelembagaan pada tanggal 20 Januari 2004, sebagai langkah agar perbankan kembali menjadi satu industri yang handal, terpercaya, dan mampu menopang pertumbuhan ekonomi bangsa sehingga menjadi indusri yang sehat, kokoh, kuat dan efisien. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Baker (1999) dari USAID mengenai restrukturisasi perbankan Indonesia, pemerintah Indonesia pada tahun 1998 menghabiskan biaya sekitar Rp 650 triliun untuk menyelamatkan industri perbankan nasional. Pengorbanan yang tidak sedikit tersebut pada akhirnya secara bertahap berhasil menyehatkan kembali industri perbankan nasional. Kepercayaan terhadap industri perbankan nasional mulai pulih dan meningkat, ditandai dengan terus tumbuhnya jumlah dana pihak ketiga yang disimpan dalam institusi perbankan.

Miliar Rupiah

2000 1500 1000 500 0 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Grafik 1.1 Dana Pihak Ketiga Bank Umum Sumber :Indonesia Banking Statistic dari Bank Indonesia dan diolah penulis

Pentingnya peranan perbankan dalam perekonomian Indonesia serta dalam rangka mencegah terulangnya krisis perbankan seperti pada tahun 1997, mengharuskan manajemen bank,

pemerintah dan masyarakat melalui para analis perbankan untuk melakukan pengukuran kinerja yang memadai terhadap bank-bank yang ada (Ariwinadi, 2008:2-3). Mengingat bahwa bank merupakan lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi, membantu kelancaran sistem pembayaran, dan yang tidak kalah pentingnya adalah sebagai lembaga yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah, yaitu kebijakan moneter. Karena fungsi-fungsinya tersebut, maka keberadaan bank yang sehat, baik secara individu maupun secara keseluruhan sebagai suatu sistem, merupakan prasyarat bagi suatu perekonomian yang sehat. Pengukuran kinerja suatu bank tidak akan pernah terlepas dari pengukuran kinerja cabang-cabang bank dari bank tersebut. Pengukuran kinerja cabang-cabang bank bukan untuk memposisikan suatu cabang lebih baik dalam hal efisiensi terhadap cabang lainnya, akan tetapi pengukuran tersebut bertujuan untuk memperoleh gambaran yang lebih dalam mengenai dasar-dasar operasionalnya sehingga dapat dijadikan sebagai ukuran manajerial untuk melakukan perbaikan kinerja operasional bank tersebut (Feryzon, 2004:1). Pengukuran kinerja cabang-cabang bank biasanya menggunakan pendekatan finansial dan di ukur mengunakan rasio-rasio akuntansi keuangan seperti return of assets, return on investment dan lainya. Tentunya rasio-rasio tersebut menghasilkan informasi yang penting mengenai kinerja keuangan suatu bank jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Namun disamping itu, manajemen perlu mengidentifikasi dan mengembangkan metode perbaikan (improvement method) untuk meningkatkan produktifitas operasional

bank,

untuk

itu

diperlukan

suatu

alat

bantu

manajemen

dalam

mengevaluasi/mengukur kinerja operasional atau produktifitas suatu bank. PT Bank XYZmemiliki 60 kantor cabang pada awal tahun 2009 yang tersebar di seluruh Indonesia dengan 4 (empat) regional cabang. Kantor cabang merupakan pilar perkembangan suatu bank yang perlu mendapatkan perhatian dalam hal produktivitas dan atau tingkat efisiensi, sebab keberhasilan suatu bank tidak akan pernah terlepas dari kinerja kantor cabang yang dimilikinya, Dengan demikian, perlu dilakukan pengukuran kinerja/tingkat efisiensi di tiap kantor cabang dari PT Bank XYZ. Data Envelopment Analysis (DEA) adalah suatu teknik pemprograman linier/matematis yang digunakan menghitung rasio komperatif output per input dari setiap unit produksi yang kemudian disebut sebagai nilai efisiensi relatif. Nilai efisiensi relatif tersebut berupa nilai antara 0 sampai dengan 1 atau 0% sampai dengan 100%. Suatu unit produksi yang memiliki nilai efisiensi relatifnya kurang dari 1, bisa dikatakan bahwa unit produksi tersebut relatif inefisiensi dibanding

dengan unit produksi lainnya. Kemampuan DEA dalam mengukur efisiensi relatif ini kemudian dikembangkan untuk mengevaluasi/mengukur kinerja operasional atau produktifitas suatu unit produksi dalam satu lingkungan atau organisasi. Perumusan Masalah Selama ini, bank XYZ melakukan pengukuran kinerja hanya menggunakan rasio finansial dimana hasil yang diperoleh hanya akan menggambarkan posisi keuangan saja namun tidak mampu untuk menunjukkan seberapa besar sumber daya bank tersebut digunakan dalam upaya untuk mendapatkan hasil kerja yang bermanfaat. Untuk itu, diperlukan suatu alat bantu alternatif untuk mengukur tingkat efisiensi yang lebih baik. Penelitian ini akanmenerapkan pengukuran efisiensi cabang bank XYZ menggunakan metode non-parametrik DEA dengan pendekatan produksi menggunakan model Constant Return to Scale (CRS) dan Variable Return to Scale (VRS). Tujuan Penelitian Tujuan umum : Metode non-parametrik DEA dapat diterapkan dalam mengevaluasi kinerja cabang-cabang bank XYZ yang diharapakan kesesuaian hasil pengukuran yang didapat dengan kondisi yang sesungguhnya. Tujuan khusus :  Mendapatkan hasil pengukuran efisiensi berdasarkan klasifikasi regional cabang (4 regional), tingkatan kelas cabang dan secara keseluruhan tanpa klasifikasi dengan model CRS dan VRS. Sehingga diharapkan mampu memberikan masukan yang berarti dalam pengembangan dan perbaikan kinerja bank tersebut.  Mendapatkan hasil perbandingan dan menjelaskan ada tidaknya perbedaan tingkat efisiensi yang signifikan antara pengukuran dengan menggunakan model CRS dan VRS.  Dapat menarik kesimpulan, model pengukuran yang lebih relevan digunakan untuk dapat mewakili kondisi bank yang sebenarnya secara konsisten melalui perbandingan skor DEA yang didapat dengan rasio keuangan Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) yang dimiliki seluruh cabang bank XYZ.

TINJAUAN PUSTAKA Perbankan dan Bank Pengertiaan Perbankan dan Bank menurut Undang Undang No 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diperbaharui dengan Undang Undang No 10 tahun 1998, perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya, sementara bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Fungsi utama perbankan adalah sebagai penghimpun dana dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah taraf hidup rakyat banyak. Efisisensi Berger & Mester (1997) mengemukakan 3 (tiga) konsep efisiensi ekonomis (economic efficiency) yang dianggapnya paling penting, yaitu: (1) cost efficiency, (2) standard profit efficiency, dan (3) alternative profit efficiency. Cost efficiency mengukur tingkat kedekatan jumlah biaya yang dikeluarkan oleh suatu bank dengan jumlah biaya yang dikeluarkan oleh bank terbaik (best practice bank) untuk menghasilkan jumlah output yang sama dalam kondisi yang sama. Semakin dekat bank tersebut kepada bank terbaik yang menjadi acuan maka akan semakin tinggi tingkat efisiensinya. Sebaliknya, semakin jauh bank tersebut dari bank terbaik akan semakin rendah tingkat efisiensinya. Berbeda dengan cost efficiency, pendekatan standard profit efficiency menggunakan variabel laba (profit) sebagai pengganti variabel biaya (cost). Standard profit efficiency mengukur seberapa dekat sebuah bank kepada tingkat maksimum profit yang mungkin dihasilkan pada tingkat tertentu harga-harga input dan output. Pendekatan ketiga, alternative profit efficiency, merupakan pengembangan terbaru yang cukup menarik dalam analisa efisiensi. Pendekatan ini bisa membantu bila beberapa asumsi yang mendasari pendekatan cost efficiency dan standard profit efficiency tidak terpenuhi. Konsep efisiensi ini mengukur seberapa dekat suatu bank kepada perolehan profit maksimum dengan tingkat output tertentu, bukan tingkat harga dari output.

Efisiensi merupakan faktor penting bagi suatu perusahaan termasuk bank, efisiensi suatu bank dapat dikatakan suatu hasil relatif dari faktor input dan output yang tetap dari suatu bank terhadap hasil bank lain dalam kondisi yang sama. Pemikiran dasar mengenai efisiensi adalah melakukan pengukuran tingkat output yang tetap dari suatu bank terhadap input dengan sumber daya yang tetap. Bank yang efisien akan memiliki skor 1 atau setara dengan 100% (Lewis dan Hassan, 2007). Pada akhir-akhir ini, penelitian mengenai efisiensi lembaga perbankan banyak memberikan perhatian pada masalah X-efficiency yang didefinisikan sebagai rasio perbandingan antara biaya minimum yang seharusnya dikeluarkan dengan realisasi biaya yang sesungguhnya dikeluarkan untuk memproduksi tingkat output tertentu. Karena biaya minimum yang seharusnya dikeluarkan merupakan titik efficient frontier maka X-inefficiency dapat diartikan sebagai deviasi dari efficient frontier. Deviasi tersebut dapat disebabkan oleh penggunaan input yang berlebihan (technical inefficiency) dan kesalahan dalam pemilihan kombinasi input (allocative inefficiency). Konsep Xinefficiency ini diperkenalkan oleh Leibenstein (1966) yang menyatakan bahwa, karena berbagai alasan, orang dan organisasi biasanya tidak bekerja sekeras dan se-efektif kemampuan maksimalnya. Menurut penelitian terhadap lembaga-lembaga perbankan di Amerika Serikat ternyata bahwa X-inefficiencies lebih besar dan cenderung mendominir scale dan scope inefficiencies. Berdasarkan pendapat para peneliti di atas, batasan dan pengembangan konsep efisiensi dapat dirumuskan sebagai berikut. Tahap awal dari konsep efisiensi adalah technical efficiency yang memusatkan perhatian pada kemampuan perusahaan menggunakan input dalam menghasilkan output dibandingkan dengan best practice. Selanjutnya perhatian juga diarahkan pada kemampuan perusahaan untuk memilih kombinasi yang optimal dari input pada tingkat output dan harga input tertentu sehingga muncul konsep allocative efficiency. Kombinasi dari kedua pengukuran ini menghasilkan cost efficiency atau X-efficiency. Bahkan beberapa peneliti, seperti Barr, et al. dan Berger & Mester sudah memasukkan kombinasi ini kedalam kategori economic efficiency meskipun ruang lingkup pengertian economic efficiency ternyata berkembang lebih luas lagi. Tahap terakhir adalah pengembangan konsep economic efficiency dengan mempertimbangkan aspek-aspek lainnya seperti profit, ruang lingkup usaha (scope), dan skala usaha (scale).

METODE Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini merupakan penelitian deskriptif–korelasi. Penelitian deskriptif (descriptive research) adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya (Sukmadinata, 2006:72). Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnyakondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung.Furchan (2004:447) menjelaskan bahwa penelitian korelasi adalah penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran hubungan keterikatan antar variabel yang diteliti. Metode Pengolahan Data Validasi data penelitian dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 untuk mengelompokan data berdasarkan definisi yang telah ditetapkan, untuk mengetahui ada tidaknya hubungan keterikatan antar variabel yang diteliti menggunakan SPSS ver.18 dan untuk perhitungan efficiency score DEA penulis menggunakan Efficiency Measurement System (EMS) ver. 1.3. Variabel Penelitian Pengukuran efisiensi yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan produksi, penulis adopsi dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai Analisa Efisiensi Perbankan Syariah di Indonesia dengan Data Envelopment Analysis oleh Ascarya & Yumanita (2006) dan Mediadianto (2007) yang melakukan penelitian mengenai Efisiensi Bank Syariah dan Bank Konvensional Dengan Metode Data Envelopment Analysis. Pendekatan produksi melihat aktivitas bank sebagai sebuah produksi jasa bagi pada debitor dan peminjam kredit. Untuk mencapai tujuan, yaitu memproduksi output-output yang di inginkan. Berikut variabel-variabel input dan output pendekatan produksi yang digunakan dalam penelitian ini:

Tabel 1 Variabel Input dan Output Pendekatan Produksi Simbol Variabel Input Input 1 (X1) Input 2 (X2) Input 3 (X3) Variabel Output Output 1 (Y1) Output 2 (Y2)

Definisi

Sumber

Biaya Bunga Biaya Personalia Biaya Operasional Lainnya

Lap. Laba Rugi Lap. Laba Rugi Lap. Laba Rugi

Pendapatan Bunga Pendapatan Operasional Lainnya

Lap. Laba Rugi Lap. Laba Rugi

Sumber : Hasil olahan penulis

Metode Penelitian DEA adalah sebuah teknik pemprograman matematis yang digunakan untuk mengevaluasi efisiensi relatif dari sebuah unit pengambil keputusan atau Decision Making Units (DMUs) dalam mengelola sumber daya (input) dengan jenis yang sama sehingga menghasilkan keluaran (output) dengan jenis yang sama pula, yang dapat di intepretasikan dengan persamaan sebagai berikut : Efisiensi =

Jumlah tertimbang output

(1)

Jumlah tertimbang input s

∑ Efficiency ofDMU =

ur𝑦rj

r=1 m



(2)

vi𝑥ij

i=1

dimana : 𝑦rj 𝑥ij ur

: Nilai outputr dari cabang j : Nilai input i dari cabang j : Bobot untuk output r

vi s m

: Bobot untuk input i : Jumlah output : Jumlah input

Pengukuran tingkat efisiensi dengan metode Data Envelopment Analysis (DEA) pendekatan produksi pada penelitian ini menggunakan model Constant Return to Scale (CRS) dan Variable Return to Scale (VRS). Model CRS berasumsi bahwa semua DMU beroperasi pada skala optimal, yang berarti bahwa penambahan input sebesar x kali akan menyebabkan output meningkat pula sebesar x kali, sedangkan model VRS berasumsi bahwa tidak semua DMU beroperasi pada skala optimal dan memiliki arti bahwa penambahan input sebesar x kali tidak akan menyebabkan output meningkat sebesar x kali, bisa lebih kecil atau lebih besar. Model DEA yang digunakan dalam penelitian ini dalah model CRS yang dapat dituliskan sebagai berikut :

Min 𝜃 dengan kendala : n



xij𝜆ij ≤ 0xio

i = 1,2,….,m

yrj𝜆j ≥ yro

i = 1,2,….,s

𝜆 j≥

i = 1,2,….,n

j=1 n

∑ ∑

j=1 n j=1

0

(3)

dimana : n m s

: Jumlah DMU : Jumlah input : Jumlah output

xij yrj 𝜆j

: Nilai input ke-i DMU j : Nilai output ke-i DMU j : Bobot DMU j untuk DMU yang dihitung

Pada model matematis di atas dapat dijelaskan bahwa setiap DMU akan dibandingkan dengan seluruh DMU yang ada pada sampel dengan adanya asumsi bahwa kondisi internal dan eksternal adalah konstan/sama, dimana seluruh DMU di asumsikan beroperasi dalam skala optimal. Model DEA yang memungkinkan adanya kondisi Variable Return to Scale (VRS) dengan orientasi input untuk DMU0 dapat di interpretasikan dengan persamaan sebagai berikut : min zo = 0o 𝜆

dengan kendala :

n



𝜆j yrj≥ yro,

r = 1,2,….,s

j=1 n

0oxio -



𝜆j xij≥ 0, i = 1,2,….,m

(4)

j=1 n

∑ 𝜆j=0,

j=1

𝜆j=1

j = 1,2,….,n

dimana, 0 adalah efisiensi teknikal (VRS), xij adalah banyaknya input tipe ke-i dari DMU ke-j dan yrj adalah jumlah output tipe ke-r dari DMU ke-j. Nilai dari 0 selalu kurang atau sama dengan 1 (satu), DMU yang memiliki nilai 0< 1 berari inefisiensi dan DMU yang memiliki nilai 0 = 1 berarti efisien.

Pemilihan pengukuran tingkat efisiensi DEA dengan berorientasikan input pada penelitian ini, dikarenakan pihak menajemen bank dapat melakukan pengawasan terhadap input dalam hal mengurangi beban, biaya maupun karyawan, pada penelitian ini kaitannya adalah manajemen kantor cabang bank. Pengawasan yang lebih mudah dari input akan meminimalisasi biaya sehingga akan meningkatkan profit yang lebih tinggi. Penentuan efficiency score cukup sulit dilakukan dengan cara manual, untuk itu digunakan software Efficiency Measurement System (EMS) untuk menentukan nilai efisiensi dari masingmasing cabang bank XYZ. EMS adalah software pengukuran efisiensi yang dapat secara bebas di unggah melalui fasilitas internet. Output EMS menghasilkan skor efisiensi untuk masing-masing cabang bank XYZ, yang pada penelitian ini digunakan sampel sebanyak 60 cabang bank XYZ, suatu cabang dikatakan efisien apabila score efisiensinya adalah 100% dan semakin tidak efisien apabila score efisiensinya semakin lebih kecil dari 100%. Selain itu EMS menghasilkan output bagi cabang yang belum efisien, cabang-cabang bank yang kurang efisien harus mengoptimalkan input atau outputnya sesuai dengan cabang yang telah efisien. Score efisiensi DEA dihasilkan dengan menggunakan alat bantusoftware Efficiency Measurement System (EMS), dengan software tersebut penulis menggunakan kedua model pengukuran DEA yaitu model Constant Return to Scale (CRS) dan Variable Return to Scale (VRS), perhitungan tersebut tentunya tersedia dalam software Efficiency Measurement System (EMS). Berdasarkan pendekatan DEA, suatu DMU yang berorientasikan input maupun output dikatakan efisien jika memperoleh score sama dengan 100% atau 1. Suatu bank dikatakan efisien dilihat dari orientasi input apabila memiliki score efisiensi sama dengan 100% dan belum efisien jika score yang diperoleh kurang dari 100%. Jika score yang dihasilkan kurang dari 100%, maka dapat dikatakan DMU tersebut masih melakukan tindakan pemborosan dalam pengunaan input-inputnya. Dari hasil perhitungan efisiensi dengan EMS, penulis dapat mengetahui cabang bank XYZ yang relatif efisien dan yang relatif belum efisien. Cabang bank yang telah efisien menjadi benchmark bagi cabang lainnya yang belum efisien untuk mengoptimalkan penggunaan input maupun outputnya. Setelah mendapatkan skor DEA baik model CRS maupun VRS penulis melanjutkan untuk mengetahui skala efisien cabang bank tersebut dengan membandingkan antara skor CRS dan VRS. Perbandingan antara nilai efisiensi model CRS dengan VRS akan menghasilkan Skala Efisiensi (SE), dengan rumus :

θ* CRS Skala Efisiensi (SE) =

(5) θ* VRS

Nilai skala efisiensi ini menunjukan bahwa cabang bank berada pada skala efisien (ekonomis) atau inefisiensi (non ekonomis), kemudian dapat digambarkan pula kondisi operasi cabang bank berada pada kondisi IRS (increasing return to scale) atau DRS (decreasing return to scale). Jika skala efisiensinya = 1 (100%), maka perusahaan beroperasi dengan asumsi CRS, sedangkan jika

sebaliknya

perusahaan

tersebut

terkarakterisasi

dengan

asumsi

VRS.

Dengan

memperbandingkan antara asumsi CRS dengan VRS maka apabila ukuran operasional dari suatu unit kerja semakin dikurangi atau diperbesar, nilai efisiensinya tetap akan turun. Unit kerja yang berada pada Skala Efisien adalah unit kerja yang beroperasi pada return to scale yang optimal. Skala Efisiensi ini akan menentukan apakah unit kerja tersebut berada pada skala ekonomis atau disekonomis,

yaitu

mampu

menggambarkan

kemampuan

optimal

unit

kerja

dalam

memberdayakan sumberdayanya dalam menghasilkan keluaran. Kemudian penulis menentukan model mana yang cukup relevan digunakan pada pengukuran efisiensi cabang bank XYZ tersebut, langkah terakhir membandingkan skor DEA yang didapat dengan nilai BOPO yang dimiliki untuk mengetahui kesesuaian perhitungan DEA dengan keadaan sebenarnya cabang bank tersebut. HASIL dan PEMBAHASAN Statistik Deskriptif Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan 3 (tiga) variabel input, antara lain; beban bunga, beban personalia, dan beban operasional lainnya. Sedangkan untuk variabel output yang digunakan adalah pendapatan bunga dan pendapatan operasional lainnya. Data penulis dapatkan dari laporan keuangan laba rugi 60 kantor cabang dari bank XYZ selama periode 2009 sampai dengan 2011, sehingga didapatkan 180 titik data.

Tabel 2 Statistik Deskriptif dalam jutaan rupiah N

Minimum

Maximum

Mean

Std. Deviation

Beban Bunga

180

1023.42

883527.25

42628.24

1.19

Beban Personalia

180

1292.61

27871.28

7219.56

5824.57

Beban Operasional Lainnya

180

2366.74

243317.37

20443.20

2.44

Pendapatan Bunga

180

3286.52

672772.23

86288.64

1.01

Pendapatan Operasional Lainnya

180

231.54

135742.89

8694.86

1.46

Valid N (listwise)

180

Sumber : Hasil olahan penulis

Input – Output Pearson’s Correlation Hasil yang didapatkan dari uji Pearson’s correlation pada variabel input dan output penelitian ini seluruhnya menunjukan hasil yang signifikan, yaitu hasil uji < 0.01, yang berarti tolak Ho dan terdapat hubungan yang positif dan kuat antara variabel input dan output. Hal ini mengindikasikan bahwa telah terpenuhinya hipotesis isotonic, sehingga metode DEA dapat digunakan untuk mengukur efisiensi cabang bank XYZ. Output Efficiency Measurement System (EMS) ModelCRS dan VRS Output pengolahan data dengan EMS secara total/keseluruhan cabang bank XYZ dari perhitungan dengan pendekatan produksi berorientasi input menggunakan model CRS dapat dilihat pada tabel lampiran 4. Dari hasil penghitungan untuk periode penelitian 2009 hingga 2011 dengan menggunakan EMS model CRS didapatkan hasil 11.66% cabang bank yang telah beroperasi dengan efisien yaitu 7 cabang bank dari 60 cabang bank XYZ, di antaranya adalah cabang JKH pada periode 2011, Cabang BKS pada periode 2011, Cabang TGR periode 2009 dan 2010, Cabang CLG periode 2009 dan 2011, Cabang KRG 2009, Cabang BTM pada seluruh periode penelitian yaitu 2009-2011, dan Cabang BKL periode 2011. Jika dilihat dari segi periode operasi cabang pada penelitian ini maka jumlah periode cabang yang beroperasi secara efisien dengan pengukuran model CRS berdasarkan pendekatan produksi berorientasi input sebanyak 11 periode cabang bank dari 180 periode cabang bank yang diteliti dengan kata lain 6.1% periode cabang bank yang mencapai titik efisiensi dari seluruh periode cabang yang di amati. Tabel 3 merupakan ringkasan dari cabang bank dan periode cabang bank yang memiliki skor efisiensi 100% atau dengan kata lain telah beroperasi secara efisien.

Tabel 3Cabang Bank dan Periode Cabang Bank Beroperasi Efisien Dengan Model CRS No

Nama Cabang Cabang JKH Cabang BKS Cabang TGR

1 2 3

No

DMU

Score

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

100.00% JKH 2011 100.00% BKS 2011 100.00% TGR 2009 100.00% TGR 2010 Cabang CLG 4 100.00% CLG 2009 100.00% CLG 2011 Cabang KRG 5 100.00% KRG 2009 Cabang BTM 6 100.00% BTM 2009 100.00% BTM 2010 100.00% BTM 2011 7 Cabang BKL 100.00% BKL 2011 Sumber :Efficiency Measurement System (EMS), hasil olahan penulis

Skor efisiensi DEA yang didapatkan oleh cabang bank dalam tabel 3 di atas menggambarkan bahwa cabang bank telah mencatat efisiensi secara produksi, hal tersebut berarti periode cabang bank telah menggunakan input secara efisien untuk menghasilkan output. Tabel 4Score dan Benchmarks Model CRS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

DMU

Score

JKH 2009 JKH 2010 JKH 2011 JKK 2009 JKK 2010 JKK 2011 BKS 2009 BKS 2010 BKS 2011 TGR 2009 TGR 2010 TGR 2011

50.37% 69.33% 100.00% 24.55% 36.31% 57.55% 99.44% 78.17% 100.00% 100.00% 100.00% 95.23%

Benchmarks 9 (0.04) 11 (0.62) 9 (0.19) 11 (0.41) 72 9 (0.02) 9 (0.03) 3 (0.25) 3 (0.01) 9 (0.11)

11 (0.01) 109 (0.38) 11 (0.29) 9 (0.03) 34 (0.53) 109 (0.21) 34 (3.52) 109 (1.13) 11 (1.21) 123 0 32

3 (0.02) 9 (0.22) 34 (0.83) 109 (0.92)

Sumber :Efficiency Measurement System (EMS), hasil olahan penulis

Berdasarkan skor perhitungan efisiensi DEA, JKH2009 memiliki skor perhitungan sebesar 50.37%, angka tersebut menunjukkan pada periode 2009 telah terjadi pemborosan penggunaan input rata-rata sebesar 49.63% (100%-50.37%). Idealnya, JKH pada tahun 2009 melakukan benchmark dengan memiliki komposisi input yang merujuk pada rata-rata tertimbang pemakaian input dari DMU nomor 9, dan 11 yaitu BKS2011 dan TGR2010 yang merupakan benchmark terdekatnya, dengan acuan bobot 4% input BKS2011, dan 62% input TGR2010.

Untuk cabang JKH2010 merujuk pada rata-rata tertimbang pemakaian 19% input cabang BKS2011, dan 41% input cabang TGR2010. Untuk melihat secara lengkap cabang bank yang memiliki skor minimum efisiensi dan benchmark yang harus dilakukan untuk mengatasi ketidakefisienan untuk perhitungan tanpa klasifikasi/keseluruhan dengan model VRS, klasifikasi masing-msing regional cabang dan klasifikasi tingkatan kelas cabang bank XYZ dapat dilihat pada full teks skripsi penulis. Uji Signifikansi Perbedaan Hasil Perhitungan (Uji – T) Untuk lebih memastikan kembali adanya perbedaan yang signifikan atau tidaknya dari hasil perhitungan kedua model tersebut penulis melakukan uji-T, untuk mengetahui lebih pasti signifikansi perbedaan perhitungan tersebut dari tiga langkah perhitungan skor efisiensi berdasarkan total keseluruhan cabang, regional cabang dan tingkatan kelas cabang. Tabel 5Rata-rata Skor DEA Model CRS dan VRS No

Perhitungan

1

Total Seluruh Cabang

2

Regional Cabang

3

CRS

VRS

UJI-T

50.86%

66.14%

0.0000

a.

Regional 1

54.74%

70.90%

0.0000

b.

Regional 2

65.55%

82.02%

0.0000

c.

Regional 3

59.77%

79.73%

0.0000

d.

Reginal 4

69.53%

88.37%

0.0000

Tingkatan Kelas Cabang a.

Kelas Utama

62.71%

89.47%

0.0000

b.

Kelas I

64.07%

84.83%

0.0000

c.

Kelas II

60.24%

72.76%

0.0000

d.

Kelas III

58.23%

74.45%

0.0000

Sumber :Microsoft Excel 2010& SPSS ver. 18, hasil olahan penulis

Hasil Uji-T untuk 2 model di atas menunjukan adanya signifikasi perbedaan perhitungan antara model CRS dan model VRS dengan dihasilkannya tingkat signifikansi dari seluruh langkahlangkah perhitungan lebih kecil dari 0.05 (uji T MDU < 0.05), yang berarti hipotesis H0 ditolak dan H1 diterima. Dimana hipotesis untuk perhitungan tersebut adalah : H0 : Hasil skor efisiensi model CRS sama dengan hasil skor efisiensi model VRS H1 : Hasil skor efisiensi model CRS berbeda dengan hasil skor efisiensi model VRS Dapat disimpulkan bahwa hasil skor DEA dengan model pengukuran CRS dan model VRS memiliki skor yang signifikan berbeda, model VRS memiliki skor efiseinsi yang lebih tinggi dari

CRS, hal ini dikarenakan pada model CRS, ukuran dari variabel yang mempengaruhi kemampuan DMU untuk menghasilkan outputdianggap tidak relevan dalam menilai efisiensi relatif pada cabang bank XYZ yang memiliki perbedaan yang signifikan diantara variabel yang dihitungnya. Sebagai contoh pada perhitungan total keseluruhan cabang, JKH2011 memiliki beban bunga 883 miliar sedangkan untuk TJP2011 hanya memiliki beban bunga sebesar 2.82 miliar, beban bunga yang sedemikian besar tentunya merefeksikan perbedaan dalam cara beroperasi antara kedua cabang tersebut, sehingga dapat disimpulkan asumsi/model yang lebih relevan digunakan adalah VRS. Skala Efisiensi Tabel 6Skala Efisiensi Cabang Bank XYZ Skala Efisiensi

RC

Skala Efisiensi

RC

DMU

Skala Efisiensi

RC

JKH 2009

97.86%

DRS

SRB 2009

98.93%

DRS

PDG 2009

76.85%

DRS

JKH 2010

97.37%

DRS

SRB 2010

99.29%

DRS

PDG 2010

75.70%

DRS

JKH 2011

100.00%

CRS

SRB 2011

96.72%

DRS

PDG 2011

99.94%

DRS

JKK 2009

87.96%

DRS

MLG 2009

90.51%

DRS

JMB 2009

76.13%

IRS

JKK 2010

89.79%

DRS

MLG 2010

90.30%

DRS

JMB 2010

82.01%

DRS

JKK 2011

99.98%

DRS

MLG 2011

99.92%

DRS

JMB 2011

99.13%

DRS

BKS 2009

99.44%

IRS

SMR 2009

96.27%

DRS

BLP 2009

76.04%

DRS

BKS 2010

78.17%

IRS

SMR 2010

97.52%

DRS

BLP 2010

73.02%

DRS

BKS 2011

100.00%

CRS

SMR 2011

96.33%

DRS

BLP 2011

98.41%

DRS

TGR 2009

100.00%

CRS

SDJ 2009

77.60%

DRS

BKL 2009

72.61%

IRS

TGR 2010

100.00%

CRS

SDJ 2010

82.10%

DRS

BKL 2010

76.90%

IRS

TGR 2011

97.71%

IRS

SDJ 2011

93.02%

DRS

BKL 2011

100.00%

CRS

KLG 2009

47.47%

DRS

DPS 2009

87.01%

DRS

TJP 2009

57.39%

IRS

KLG 2010

72.22%

DRS

DPS 2010

83.03%

DRS

TJP 2010

55.02%

IRS

KLG 2011

91.96%

DRS

DPS 2011

97.26%

DRS

TJP 2011

70.99%

IRS

CPT 2009

80.59%

DRS

JGY 2009

74.86%

DRS

PPG 2009

18.54%

IRS

DMU

DMU

Sumber :Microsoft Excel 2010, hasil olahan penulis

Dari Tabel 6 yang selengkapnya dapat dilihat pada full teks skripsi penulis, berdasarkan skala efisiensi didapatkan 11 periode operasi cabang (6.1%) berada pada skala efisiensi dengan skor skala efisiensi relatif sebesar 100%, sementara 169 periode cabang (93.9%) memiliki skor skala efisiensi kurang dari 100% sehingga DMU tersebut berada pada skala inefisiensi. Dari tabel 4.24 pada kolom Return to Scale dapat diketahui pula bahwa ke-11 periode cabang yang berada pada skala efisien tersebut menampilkan skala hasil konstan (CRS = Constant Return to Scale), yang menyimpulkan bahwa DMU telah beroperasi pada skala ukuran yang paling produktif. Sementara

55 periode cabang yang berada pada skala inefisiensi berada pada kondisi IRS (Increasing Return to Scale) dan 114 periode cabang berada pada kondisi DRS (Decreasing Return to Scale). Dari 23 periode cabang yang efisien berdasarkan model VRS, hanya 11 yang berada pada skala efisien, sementara 12 periode lainnya berada pada skala inefisiensi dengan kondisi IRS. Cabang-cabang bank dengan kondisi IRS diharuskan untuk lebih meningkatkan inputnya agar dapat memberikan kinerja yang efisien dan mencapai ukuran operasional yang optimal, sementara cabang-cabang bank dengan kondisi DRS sebaiknya menurunkan inputnya agar dapat beroperasi pada skala ukuran yang lebih produktif. Perbandingan Pergerakan Skor Efisiensi DEA dengan Rasio Keuangan BOPO Bank XYZ Tabel 7Skor Efisiensi DEA Seluruh Cabang dan BOPO Bank XYZ No 1 2

Perhitungan DEA VRS BOPO

Score 2009

Score 2010

Score 2011

65.57% 61.67%

60.71% 60.45%

72.14% 55.72%

Rata-rata 66.14% 59.28%

Sumber :Microsoft Excel 2010, hasil olahan penulis

Pada tabel 7 terlihat bahwa skor efisiensi DEA pendekatan produksi dengan model VRS menunjukan skor yang berbeda dari tahun ke tahun, hal ini mengindikasikan skor efisiensi 180 DMU selama tiga tahun cukup fluktuatif dan menunjukan adanya pergerakan skor efisiensi. Walaupun pada tahun 2010 skor efisiensi bank XYZ menurun dari tahun 2009, namun seiring berjalannya waktu pada tahun 2011 skor efisiensi bank XYZ pun meningkat drastis sebesar 11.43% dari tahun 2010. Hal tersebut dapat di interpretasikan sebagai kemampuan bank untuk menjaga tanggungan beban operasional dan penerimaan laba operasionalnya cukup baik dengan dicapainya skor efisiensi untuk ke arah mendekati 100% atau efisien, dengan kata lain biaya beban operasional yang ditanggung oleh bank akan semakin kecil tanpa mengurangi keluaran (output) yang dihasilkan. Pergerakan skor DEA dan BOPO yang konsisten tersebut menyimpulkan bahwa hasil skor DEA dapat mewakili keadaan yang sebenarnya pada bank XYZ dari segi operasional bank. Dikarenakan variabel yang digunakan DEA merupakan rincian dari variabel perhitungan BOPO. Sebagai contoh biaya personalia dan biaya operasional lainnya dalam perhitungan DEA merupakan rincian dari total biaya operasional yang digunakan dalam perhitungan BOPO. Sedangakan, pendapatan bunga dan pendapatan operasional lainnya merupakan rincian dari

pendapatan operasional yang dipakai dalam menghitung BOPO. Grafik 2 memperlihatkan kekonsistenan hasil antara DEA dan BOPO cabang bank XYZ. KESIMPULAN Hasil yang didapatkan dari pengukuran dengan metode DEA pada penelitian ini, sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil pengukuran DEA pada seluruh cabang bank XYZ tanpa klasifikasi dengan menggunakan model CRS dan VRS, untuk model CRS didapatkan hasil 11.06% cabang bank yang telah beroperasi secara efisien yaitu 7 dari 60 cabang yang di amati dengan periode operasi cabang bank yang efisien sebanyak 11 periode operasi cabang dari 180 periode operasi cabang. Sementara untuk model VRS didapatkan hasil cabang bank yang telah beroperasi secara efisien lebih tinggi dibandingkan hasil CRS, yaitu 12 cabang bank yang telah efisien dengan periode operasi cabang efisien sebanyak 23 periode. Perbedaan hasil perhitungan tersebut disebabkan karena model VRS yang berasumsi bahwa faktor kondisi internal dan eksternal yang mungkin berbeda sehingga menyebabkan DMU tidak beroperasi pada skala optimal, sehingga menghasilkan perhitungan yang berbeda dengan model CRS yang berasumsi bahwa semua DMU beroperasi pada skala optimal. 2. Berdasarkan pengukuran efisiensi masing-masing regional cabang dan masing-masing tingkatan kelas cabang dengan model CRS dan VRS, hasil yang didapatkan oleh model VRS selalu lebih tinggi dibandingkan dengan model CRS baik dari segi cabang yang beroperasi secara efisien berdasarkan perhitungan skor rata-rata efisien selama periode penelitian maupun dari segi periode operasi cabang yang telah beroperasi secara efisien. hal ini dikarenakan pada model CRS, ukuran dari variabel yang mempengaruhi kemampuan DMU untuk menghasilkan output dianggap tidak relevan dalam menilai efisiensi relatif pada cabang bank XYZ yang memiliki perbedaan yang signifikan diantara variabel yang dihitungnya. Untuk lebih memastikan adanya perbedaan yang signifkan antara perhitungan dengan yang dihasilkan oleh model CRS dan VRS penulis kemudian melakukan uji-t untuk mengetahui perbedaan tersebut, hasil yang didapatkan dengan uji-t tersebut menyimpulkan bahwa terjadinya perbedaan yang signifikan dari kedua perhitungan model tersebut. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa model VRS lebih tepat digunakan untuk mengukur efisiensi cabang bank XYZ pada penelitian ini.

3. Skala efisiensi dilakukan penulis untuk mengetahui kondisi operasi cabang apakah beroperasi secara optimal atau tidak. Berdasarkan perhitungan efisiensi cabang bank XYZ dengan model CRS dan VRS didapatkan 11 periode operasi cabang yang berada pada skala efisiensi atau sebesar 6.1% dari keseluruhan cabang, sementara lainnya berada pada skala inefisiensi, ke-11 cabang itu pun menampilkan skala hasil konstan (CRS), yang menyimpulkan bahwa ke-11 cabang bank tersebut telah beroperasi pada skala ukuran yang produktif. Sementara 55 periode cabang yang berada pada skala inefisiensi berada pada kondisi IRS (Increasing Return to Scale) dan 114 periode cabang berada pada kondisi DRS (Decreasing Return to Scale). Dari 23 periode cabang yang efisien berdasarkan model VRS, hanya 11 yang berada pada skala efisien, sementara 12 periode lainnya berada pada skala inefisiensi dengan kondisi IRS. 4. Penyesuaian hasil pengukuran yang didapatkan oleh DEA model VRS penulis bandingkan dengan keadaan yang sesungguhnya pada bank XYZ dengan menggunakan rasio keuangan BOPO. Pergerakan skor rata-rata DEA per tahun dari bank XYZ selama periode tahun penelitian ternyata konsisten dengan nilai BOPO yang terjadi di bank XYZ tersbut. Dengan kata lain penggunaan metode DEA dengan model VRS dapat mewakili keadaan yang sebenarnya pada bank XYZ dan dapat digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi bank XYZ sebagai alternatif pengukuran efisiensi dengan menggunakan rasio keuangan. SARAN Beberapa saran yang dapat penulis berikan kepada pihak-pihak terkait, seperti manajemen bank dan untuk penelitian-penelitian selanjutnya, sebagai berikut : 1. Bagi manajemen bank Bagi manajemen bank dapat menggunakan pengukuran efisiensi bank yang telah dikembangkan sebelumnya dengan metode penelitian yang objektif dan teritegrasi seperti analisis pendekatan parametrik dan non-parametrik seperti Data Envelopment Analysis (DEA) sebagai pelengkap analisis rasio keuangan dalam melakukan penilaian kinerja bank. Dengan perhitungan DEA ini, pihak manajemen dapat berfokus pada input maupun output yang harus dihemat atau ditambahkan sehingga target input dan output dapat terpenuhi untuk mencapai efisiensi bank. Dari penelitian ini diketahui terdapat beberapa

factor yang menyebabkan inefisiensi yang dapat dijadikan masukan bagi manajemen bank yang bersangkutan untuk dapat melakukan benchmark. 2. Bagi penelitian-penelitian selanjutnya 

Penelitian ini menggunakan periode penelitian 2009-2011, sehingga hanya menggambarkan keadaan pada periode penelitian tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemutakiran data yang digunakan dan analisis untuk inferensi pada periodeperiode penelitian selanjutnya.



Bagi penelitian-penelitian selanjutnya, disarankan dapat menggunakan data time series dengan interval bulanan dengan tahun penelitian yang lebih panjang agar dapat terlihat lebih rinci pada bulan apa bank/cabang bank yang telah mencapai titik yang efisien dan dapat dilihat pergerakan hasil efisiensi yang lebih konsisten.



Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan produksi dengan orientasi input, untuk penelitian selanjutnya memungkinkan dengan menggunakan pendekatan aset atau intermediasi dengan orientasi input maupun output, untuk melihat efisiensi dari sisi fungsi sebagai intermedisi dan dari sisi profitabilitas

DAFTAR PUSTAKA Ascarya, dan Diana Yumanita, D. 2006. Analisis Efisiensi Perbankan Syariah di Indonesia dengan Data Envelopment Anaysis, Tazkia Islamic Finance and Business Review Vol. 1 No. 2 Agustus – Desember 2006 Ariwinadi, Fajar. 2008. Pengukuran Kinerja Bank-Bank di Indonesia Dengan Menggunakan Metode Data Envelopment Analysis, Jakarta: Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Baker, Susan L. 1999. Banks Restructuring in Indonesia, Agency for International Development, project number 497-0357 Bank Indonesia. 2011. Statistik Perbankan Indonesia bulan Desember tahun 2011. Jakarta. Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan. Barr, R. S., Killgo, K. A., Siems, T. F., Zimel, Sheri. 2002. Evaluating the Productive Efficiency and Performance of U.S Commercial Bank. Managerial Finance, 28, ABI/INFORM Global, page 3. Berger, A. N, L.J.Mester, (1997), Inside the Black Box: What Explains Differences in the Efficiencies of Financial Institution, Journal of Banking and Finance,21 : 895 -947

Charnes, A., Cooper, W.W., & Rhodes, E. 1978. Measuring the efficiency of decision making units. European Jurnal of Operational Research, 2, 429-444. Feryzon, Darwis. 2004. Evaluasi Cabang-Cabang Bank Dengan Menggunakan Metode Data Envelopment Analysis (DEA), Jakarta: Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Furchan, A. 2004. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Laporan Keuangan PT Bank XYZ Tahun 2009 – Tahun 2011, Jakarta: Laporan Keuangan Laba Rugi dan Neraca Leibenstein, Harvey. 1966. Incremental Capital-Output Rations and Growth Rates in The Short Run, The Review of Economy, Vol.65(2), pp. 91-103. Lewis, M. K., dan Kabir Hassan. 2007. Hanbook of Islamic Banking. Massachusetts, USA: Edward Elgar Publishing, Inc. Mediadianto, A. 2007. Efisiensi Bank Syariah dan Bank Konvensional Dengan Metode Data Envelopment Analysis, Jakarta: Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Sukmadinata. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya Suseno, dan Abdullah Piter. 2004. Bank Indonesia, Sebuah Pengantar: Kebijakan Perbankan, hal. 191. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas undangundang nomor 7 taun 1992 tantang perbankan.

Lihat lebih banyak...

Comentarios

Copyright © 2017 DATOSPDF Inc.