ASEAN Economic Community dan Indonesia

July 28, 2017 | Autor: Meyliana Utami | Categoría: International Economics, Asean Economic Community, Makalah Bahasa Indonesia
Share Embed


Descripción

Pendahuluan makalah ini diambil dari beberapa sumber Beberapa bagian ditambahkan dan di atur ulang oleh penulis.

ASEAN Economic Community dan Indonesia Oleh : Meiliana Prastia Utami

A. Latar belakang masalah Seluruh negara di dunia saat ini sudah memasuki era globalisasi yang mengharuskan tiap negara “terbuka” dengan negara lainnya. Sebenarnya globalisasi sendiri menurut Baker (2004) adalah koneksi global ekonomi, sosial, budaya, dan politik yang semakin mengarah ke berbagai arah ke seluruh dunia dan menciptakan interaksi antar masyarakat dunia secara luas yang akhirnya akan mempengaruhi satu dengan yang lainya. Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan hal yang sangat penting dicapai di era globalisasi seperti ini karena setiap negara menginginkan adanya proses perubahan perekonomian yang lebih baik dan ini akan menjadi indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara. Percepatan tersebut mulai dari melakukan pembenahan internal kondisi perekonomian di suatu negara bahkan sampai melakukan kerjasama internasional dalam segala bidang untuk dapat memberikan kontribusi positif demi percepatan pertumbuhan ekonomi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu faktor sumber daya manusia, faktor sumber daya alam, faktor ilmu pengetahuan dan teknologi, faktor budaya, dan faktor daya modal. Lalu, jika dilihat lebih jauh bagaimana Indonesia mengelola kelima faktor tersebut, beberapa faktor masih belum dapat dimaksimalkan. Untuk itu Indonesia dan sembilan negara lainnya membentuk ASEAN Community 2015 atau Komunitas ASEAN 2015 untuk tujuan yang baik. Bisa disimpulkan tujuan dibuatnya Komunitas Ekonomi ASEAN 2015 yaitu untuk meningkatkan stabilitas perekonomian dikawasan ASEAN, dengan dibentuknya kawasan ekonomi ASEAN 2015 ini diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah disegala bidang terutama bidang ekonomi antar negara ASEAN, dan untuk di Indonesia diharapkan tidak terjadi lagi krisis seperti tahun 1997.

Pasar bebas ini, atau bisa disebut juga dengan program AFTA (ASEAN Free Trade Area) yang pada akhirnya akan membentuk kawasan bebas perdagangan di ASEAN, akan dimulai pada akhir tahun 2015. Yang berfokus pada politik, keamanan, sosial, budaya, dan ekonomi, pembentukan pasar tunggal yang kemudian diistilahkan dengan AEC (ASEAN Economic Community) atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan MEA (masyarakat ekonomi ASEAN) ini nantinya akan memungkinkan tiap-tiap Negara ASEAN bisa dengan mudah menjual dan membeli barang dan jasa ke seluruh Negara ASEAN yang mana pada akhirnya akan menyebabkan kompetisi tiap negara akan semakin ketat. MEA pasati akan sangat berpengaruh terhadap setiap individu apalagi bagi sebuah negara. Karena tidak hanya membuka arus perdagangan barang dan jasa tetapi juga arus tenaga kerja professional atau tenaga ahli. Sehingga, MEA akan membuka lebar peluang tenaga kerja asing untuk berbagai profesi di Indonesia yang masih minim sekarang-sekarang ini karena keterbatasan-keterbatasan dan aturan-aturan yang menghalanginya, seperti berkewajiban berbahasa Indonesia dan sertifikasi lembaga profesi terkait dari dalam negeri. Beberapa syarat tersebut kemungkinan akan dihapus atau diperbaharui untuk mempermudah tenaga kerja Indonesia interchange dengan tenaga kerja dari negara lain . Pasar tunggal ini mengharuskan tenaga kerja di setiap negara berbenah diri. Peluang dan tantangan yang menghadang harus diterobos dengan peningkatan mutu dan profesionalisme tenaga kerja yang hanya dapat dicapai bila tiap tenaga kerja dalam melakukan pelayanannya sesuai dengan standar profesinya. Standar profesi sebagai acuan oleh tenaga kerja merupakan persyaratan yang mutlak yang harus dimiliki. Pengukuran kemampuan tenaga dapat diketahui dari standar profesi yang dipatuhi oleh tenaga kerja tersebut. Terlebih lagi apabila dalam penyusunan standar profesi tersebut disusun setelah mengadakan diskusi dengan profesi yang sama dari negara lain yang berstandar internasional. Sehingga standard mutu suatu profesi hampir sama antara suatu negara dengan negara lain.

B. Identifikasi masalah Dengan adanya masyarakat ekonomi ASEAN 2015 bisa menjadi tantangan, peluang atau bahkan ancaman tiap negara anggota, tergantung pada kesiapan tiap negara tersebut. Tarko sunaryo, ketua Institusi Akuntan Publik Indonesia mengakui adanya kekhawatiran akan banyaknya masyarakat dan tenaga kerja terutama, yang tidak menyadari adanya kompetisi yang semakin ketat. Untuk itu agar tidak menjadi ancaman di kemudian hari, Indonesia harus segera mempersiapkan diri dengan cara meningkatkan daya saingnya untuk menghadapi negara lain. Sehingga diharapkan Indonesia mampu menjadi Negara “pemain” bukan negara penonton”. Dengan seluruh kekayaan yang dimiliki Indonesia, baik dari sisi sumber daya alam, sumber daya manusia dengan etos kerja yang tinggi, sarana dan prasana negara yang cukup baik, serta kondisi social dan keamanan yang cukup baik, Indonesia seharusnya bisa menjadi bangsa yang besar, bangsa yang harus ditakuti oleh bangsa lain, bangsa yang cukup memegang kendali di mata masyarakat dunia. Namun saat ini Indonesia malah menjadi negara yang konsumtif, negara yang menjadi sasaran empuk perdagangan barang konsumsi negara lain. Indonesia menjadi negara yang bisa dikatakan konsumtif ketergantungan karena terdesak oleh banyaknya kebutuhan dalam negeri yang mana tidak bisa dipenuhi jika hanya mengandalkan barang konsumsi hasil dari dalam negeri sendiri. Seperti yang dikutip dari penyataan HIPMI (himpunan pengusaha muda Indonesia), dari acara diskusi Indonesia Young Leaders Forum di Jakarta pada tanggal 20 Maret 2013, sebaiknya Indonesia memainkan strategi menyerang (offensive) bukan memainkan strategi bertahan (defensive) seperti yang sudah dilakukan sekarang ini. Misalnya Indonesia hanya mengeluarkan kebijakan untuk pengenakan label SNI kepada produk-produk import dan label harus berbahasa Indonesia, jika tidak barang tersebut tidak masuk dan dijual di Indonesia. Hal seperti hanya bersifat defensive atau bertahan, bertahan dari serangan barang masuk luar negeri dengan cara menyortirnya. Barang-barang import yang sesuai persyaratan bisa masuk Indonesia sedang yang tidak memenuhi syarat terpaksa ditahan atau di tolak. Namum Indonesia tidak melakukan hal lain selain bertahan. Maka lama kelamaan akan banyak juga barang import masuk ke Indonesia walaupun Indonesia sudah mencoba untuk menguranginya.

Dengan strategi defensive memang bisa membantu pengusaha kecil Indonesia untuk tetap bertahan dalam menjalankan usahanya sehingga mengurangi UKM yang gulung tikar, namun hal ini tidak bisa selamanya dilakukan. Apalagi Indonesia juga ikut bergabung dalam program AFTA akhir tahun 2015 besok. Indonesia harus bisa bersaing atau melakukan hal yang sama dengan apa yang negara lain sudah bisa lakukan. Indonesia harus bisa mengekspor barang keluar negeri juga, membuat negara lain ketergantungan terhadap barang-barang dari Indonesia. Maka dari itu Indonesia harus menggunakan strategi offensive atau menyerang. Indonesia harus bisa menghasilkan barang-barang yang dibutuhkan masyarakat negara lain yang mereka tidak bisa memenuhinya sendiri. Sehingga lama kelamaan negara lain mau tidak mau ketergantungan terhadap barang-barang dari Indonesia dan akan terus melakukan import untuk mendapatkanya. Indonesia harus bisa menjadi Chinanya ASEAN, mengingat Indonesia memiliki kekayaan yang sangat melimpah. Seperti sudah kita semua sudah ketahui, banyak sekali produk China yang masuk ke seluruh negara-negara di dunia. Walaupun qualitasnya tidak bisa disandingkan dengan produk buatan Jepang atau Negara-negara di Eropa, namun produk China memiliki harga yang sangat kompetitif. Malahan bisa dibilang sangat rendah bila dibandingkan dengan harga produk buatan dalam negeri sendiri. Hal ini yang bisa membuat produk China bisa memegang kendali di pasar dunia. Begitu juga dengan sumber daya manusianya. Misalnya saja saat ini tenaga kerja Indonesia hanya berusaha bersaing dengan tenaga kerja Indonesia lainya. Namun saat kita memasuki MEA, tenaga kerja Indonesia juga dituntut untuk bersaing dengan tenaga kerja dari negara lain yang tidak bisa dianggap remeh. Setiap individu akan berusaha sebaik mungkin untuk mencapai apa yang dia harapkan. Dengan adanya AFTA berarti peluang tenaga kerja Indonesia akan semakin kecil untuk mendapat pekerjaan di dalam negeri karena banyak tenaga kerja luar negeri yang mencoba peruntungan untuk mendapat pekerjaan di Indonesia. Untuk menutupi hal ini mau tidak mau tenaga kerja Indonesia juga mencoba mencari peruntungan kerja di negara lain. Hal ini harus diimbangi dengan mutu tenaga kerja Indonesia yang lebih baik. Tidak hanya kemampuan bekerja yang harus ditingkatkan, namun juga kemampuan berbahasa asing terutama bahasa Inggris yang menjadi bahasa international yang akan menjadi persyaratan wajib bagi seluruh tenaga kerja indonsia yang akan bekerja diluar negeri.

Sejumlah pimpinan asosiasi profesi mengaku cukup optimis bahwa tenaga kerja Indonesia cukup mampu bersaing dengan tenaga kerja dari luar negeri. Contohnya saja misalnya yang terjadi akhir-akhir ini tren penggunaan pengacara asing di Indonesia semakin menurun. Yang dalam artian kepercayaan masyarakat Indonesia akan tenaga pengacara professional Indonesia semakin meningkat. Namun hal ini belum berlaku untuk tenaga ahli dalam bidang medis. Saat ini masyarakat Indonesia masih banyak sekali yang mempercayai tenaga medis dari luar negeri. Terbukti banyak masyarakat yang berangkat ke luar negeri untuk mencari pengobatan professional yang mereka anggap tidak bisa dilakukan di Indonesia oleh tenaga ahli medis Indonesia. Jika hal ini tidak diantisipasi secara cepat dan tepat, lama kelamaan negara lain akan dengan mudahnya masuk dan memegang kendali terhadap kebutuhan tenaga ahli medis di Indonesia yang akan semakin meningkat pula dengan adanya AFTA ini. ILO merinci bahwa permintaan tenaga kerja professional akan naik 41% atau sekitar 14 juta tenaga ahli. Sementara permintaan akan tenaga kerja kelas menengah akan naik 22% atau sekitar 38 juta orang, dan tenaga kerja level rendah meningkat 24% atau sekitar 12 juta orang. Dengan data tersebut bisa dilihat bahwa permintaan tenaga kerja kelas menengah dan kelas atas lebih banyak disbanding dengan permintaan tenaga kerja kelas rendah. Bisa dibayangkan jika Indonesia tidak segera bersiap diri untuk membenahi mutu tenaga kerja. Indonesia lama kelamaan hanya akan menjadi negera “penonton” dalam program ini. Banyak contoh yang bisa dilakukan untuk Indonesia dalam persiapan menghadapi MEA 2015. Salah satu diantaranya adalah Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Kementrian Luar Negeri bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sudah pernah melaksanakan kegiatan sosialisasi “Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015” yang bertempat di gedung Grahadika Bhakti Praja, kantor Gubernur Jawa Tengah, Semarang. Kegiatan tersebut dihadiri oleh Gubernur Jawa Tengah yang diwakili oleh Asisten Pemerintahan, Dirjen Kerjasama ASEAN, bupati/walikota se-Jawa Tengah, SKPD Provinsi Jawa Tengah, institusi penanaman modal dan perekonomian kabupaten/kota se-Jawa Tengah, dan para pelaku usaha di Jawa Tengah. Dalam forum tersebut dipaparkan peningkatan daya saing industry dan perekonomian oleh Profesor F.X.Sugiyanto (pengamat bisnis dari Universitas Diponegoro Semarang), Kadin Indonesia tentang peluang dan tantangan ASEAN economic community,

prosedur penggunaan Surat Keterangan Asal (SKA) dalam free trade area oleh Farid Amir dari Direktorat Fasititasi Ekspor dan Impor Perdagangan Luar Negeri Kementrian Perdagangan, potensi kerjasama ekonomi Indonesia-Singapura oleh Arianto Surojo dari perwakilan KBRI Singapura, potensi kerjasama Indonesia-Brunei Darussalam oleh perwakilan KBRI Bandar Seri Begawan, dan peluang kerjasamaekonomi Indonesia-Filipina oleh Vivianto Tampubolon dari atase perdagangan Manila. Beberapa hal yang disampaikan, dibahas, dan didiskusikan dalam forum tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kegiatan sosialisasi menuju masyarakat ekonomi ASEAN 2015 bertujuan untuk memberikan informasi dan pemahaman kepada seluruh stake holder di Provinsi Jawa Tengah berkaitan dengan kesepakatan/perjanjian AFTA agar mampu bersaing secara sehat di berbagai bidang, dengan area ASEAN sebagai pasar tunggal, pembebasan bea tarif masuk antar Negara, dengan kerjasama yang saling menguntungkan; 2. Masyarakat ekonomi ASEAN 2015 tersebut mulai dirintis oleh para pemimpin Negara ASEAN (yang beranggotakan 10 negara) sejak tahun 2013; 3. Permberlakuan action dari masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 bertujuan untuk memenuhi target MDG’s (millennium development goals); 4. Semakin disadari oleh dunia bahwa negara-negara ASEAN merupakan engine of grow bagi ekonomi dunia; 5. Pemberlakuan masyarakat ekonomi ASEAN 2015 tersebut bisa menjadi tantangan, peluang dan ancaman, bergantung kesiapan seluruh stake holder suatu negara, sehingga Indonesia harus mampu memanfaatkan momentum tersebut sebagai tantangan dan peluang dengan meningkatkan daya saing, dengan menjadi “pemain” bukan “penonton” 6. Beberapa hal yang menjadi kendala bagi Indonesia adalah lemahnya daya saing, infrastruktur dan konektivitas antar daerah; 7. Beberapa hambatan Indonesia ekspansi ke negara ASEAN yang lain adalah kuragnya upaya promosi, sejumlah produk Indonesia identik dengan produk negara lain, kurangnya kompetensi tenaga kerja dan fluktuasi nilai tukar mata uang;

8. Beberapa peluang Indonesia ekspansi ke negara ASEAN yang lain adalah sumber daya yang melimpah, kejenuhan terhadap barang impor murah dari China, dan upah tenaga yang masih relative murah. Peluang tersebut antara lalin industry perikanan dan pengolahan hasil laut, pengolahan hasil hutan, makanan dan minuman, otomotif, industri kreatif, industri militer, sektor pertanian dan energi; 9. Beberapa komoditi ekspor Indonesia ke Singapura: minyak dan gas, bahan perhiasan dari logam mulia, suku cadang pesawat terbang, kertas, minyak kelapa sawit mentah, sayur dan buah, produk pertanian lainya, produk perkebunan (kopi, coklat), kerajinan, dan furniture; 10. Beberapa komoditi ekspor Indonesia ke Filipina: pupuk urea, komponen dan suku cadang kendaraan bermotor termasuk helm, produk olahan plastic, makanan dan minuman, batu bara, nikel, pasir kwarsa, dan furniture; 11. Beberapa komoditi ekspor Indonesia ke Brunei Darussalam: beras, sayur mayor dan buah, pupuk, produk olahan laut dan air tawar, bahan konstruksi bangunan.

Mau tidak mau suka tidak suka Indonesia harus segera mempersiapkan diri untuk menghadapai MEA 2015 yang sudah semakin dekat. Jika tidak maka benarlah negara Indonesia hanya akan menjadi negara “penonton” dalam ajang ini. Beberapa hambatan yang masih harus diperhatikan diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Lemahnya daya saing produk Indonesia jika dibandingkan dengan produk luar negeri. Sebagai contoh misalnya industry garment. Produk yang dihasilkan Indonesia bisa dikatakan mempunyai harga dasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk yang dihasilkan oleh Filipina. Sehingga hal ini menyebabkan harga jual yang diberikan oleh industri ini rata-rata lebih tinggi juga, yang pada akhirnya akan menyebabkan buyer dari Eropa lebih memilih placing order ke negara Filipina, Banglades atau negara lain seperti Thailand, Hongkong, dan India yang bisa memberikan harga jual yang lebih murah. Dari segi kualitas, produk garment di Indonesia masih kalah dengan produk buatan Bangladesh dan Filipina. Dengan lead

time yang sama mereka bisa mengerjakan pesanan dengan kualitas yang sesuai dengan permintaan buyer dari pada Indonesia; 2. Kurangnya tenaga ahli orang Indonesia yang bisa menangani/meng-handle industri di Indonesia. Contohnya masih di industri garment, hampir seluruh perusahaan garment di Indonesia dimiliki oleh orang asing terutama Korea dan India. Bahkan jajaran management elite hampir 100% dipegang oleh orang asing. Dan alasan utama mereka adalah anggapan bahwa orang Indonesia tidak mampu untuk meng-handle pekerjaan dengan tingkat seperti itu. Kebanyakan orang Indonesia yang bekerja di industri garment hanyalah sebagai manager sebagai tingkat atau jabatan yang paling tinggi. Jika dilihat dari bidang kesehatan, masyarakat lebih baik pergi ke Singapura untuk mencari pengobatan yang dianggap lebih baik dan bisa mengatasi masalah kesehatan mereka. Sudah banyak orang Indonesia yang mencoba mencari pengobatan dari beberapa dokter Indonesia yang pada akhirnya tidak mendapati kondisi yang lebih baik, dan akhirnya memutuskan untuk terbang ke luar negeri untuk mencari apa yang mereka inginkan yaitu pengobatan oleh dokter professional. Hal ini membuktikan bahwa belum mampunya tenaga Indonesia dalam menangani dan memberikan pelayanan sesuai permintaan masyarakat; 3. Infrastruktur kurang merata untuk setiap daerah. Infrastruktur di Indonesia dinilai kurang merata. Ada kota yang baik infrastrukturnya seperti di Jakarta, Bali, Surabaya, Yogyakarta, Bandung

dan lain-lain. Namun beberapa kota masih sangat sedikit

infrastruktur kota yang mendukung kegiatan industri seperti di kota-kota pesisir pulau Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Tidak akan sebuah industri berkembang dengan baik jika tidak diawali atau diimbangi dengan infrastruktur yang baik pula. Karena infrastruktur yang baik akan memudahkan kegiatan industri tersebut contohnya seperti: tersedianya jalan dan jembatan yang bisa dilewati oleh mobil besar pengangkut barang, tersedianya bandara atau dermaga, tersedianya lahan, listrik dan air yang bisa di dapat dengan mudah oleh industry, dan masih banyak lagi; 4. Konektivitas antar daerah yang belum intens. Terutama konektivitas dengan daerah pesisir dan terpencil atau yang berbeda pulau. Konektivitas sangat penting untuk pembangunan bersama suatu negara.

5. Kurangnya perhatian pemerintah terhadap usaha pertanian, perkebunan dan hutan, dan perikanan. Padahal tiga usaha ini adalah sektor utama yang sangat menjanjikan di Indonesia. Dilihat dari letak geografisnya, kita semua tahu bahwa Indonesia sangat baik jika menjalankan 3 usaha ini. Namum pemerintah sekarang ini lebih berfokus pada sektor minyak bumi dan gas. Padahal jika ditilik lebih dalam, sektor minyak dan gas bumi lama kelamaan akan habis sedang pertanian, perikanan, dan hutan akan bisa terus diperbaharui. Pemerintah harusnya lebih memikirkan bagaiman cara untuk Indonesia agar menjadi negara pengekspor beras, bukan seperti sekarang ini menjadi negara pengimpor beras. Bukan hanya beras yang menjadi bahan makanan pokok saja, tetapi juga bahan kebutuhan lain seperti: kedelai, gula, garam, dan lain sebagainya.

C. Pembatasan masalah Penelitian ini dibatasi hanya untuk penjabaran AFTA, menganalisa secara garis besar pengaruh AFTA untuk Indonesia dan cara atau persiapan yang bisa dilakukan untuk mengahadapinya. Penelitian ini tidak menyebutkan secara spesifik salah satu bidang, pekerjaan atau produk. Penelitian ini juga tidak mencakup seluruh permasalah yang sedang dihadapi Indonesia maupun yang akan dihadapi Indonesia saat memasuki era MEA 2015. D. Rumusan masalah 1. Apa yang dimaksud dengan AFTA ? 2. Siapa saja yang bergabung dalam program AFTA ? 3. Kapan AFTA akan di resmikan ? 4. Dimana AFTA akan di jalankan ? 5. Bagaimana AFTA akan mempengaruhi negara anggota ASEAN ?

E. Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. memberikan penjelasan mengenai MEA dan kerjasama dengan negara lain di kawasan Asia Tenggara 2. memahami lebih jauh pengaruh AFTA untuk Indonesia dan untuk setiap individu di Indonesia; 3. memaparkan masalah-masalah yang masih dan akan dihadapi Indonesia secara garis besar untuk memasuki MEA 2015; 4. memahami cara-cara dan persiapan yang bisa dilakukan untuk mengahadapi AFTA; 5. memenuhi tugas bahasa Indonesia pada periode pembelajaran semester pendek tahun ajaran 2014/2015 untuk program study Akuntasi.

F. Manfaat penelitian 1. pembaca dan masyarakat lebih memahami apa itu AFTA dan apa dampaknya untuk Indonesia secara umum dan untuk dirinya sendiri secara khusus, baik itu dampak positif maupun dampak negatif; 2. Menjadi panduan untuk mempersiapkan hal-hal yang bisa dilakukan untuk menghadapi MEA 2105; 3. Sebagai panduan untuk melakukan hal-hal yang dapat mengantisipasi dampak buruk bergabungnya Indonesia menjadi salah satu negara ASEAN yang akan menghadapi MEA 2015.

Lihat lebih banyak...

Comentarios

Copyright © 2017 DATOSPDF Inc.