PROPOSAL SKRIPSI : PENGARUH CONSTRUAL LEVEL TERHADAP KESOPANAN (POLITENESS)

September 30, 2017 | Autor: Gina Tryapriliyanti | Categoría: Psychology, Social Psychology, Emotions (Social Psychology), Skripsi, Skripsi Psikologi
Share Embed


Descripción



1



Judul Penelitian
Pengaruh Construal Level terhadap Kesopanan (Politeness)

Latar Belakang Penelitian
Ketika berkomunikasi dengan seseorang kita akan berusaha untuk menjadi orang yang sopan. Ketika berkomunikasi dengan seseorang kita akan berusaha untuk menjadi orang yang sopan. Tentunya akan berbeda mengirim pesan singkat kepada dosen daripada pada rekan sebaya. Menunjukan kesopanan bukan hanya menggambarkan seberapa dekat kita dengan seseorang, namun juga membantu untuk membuat dan memelihara perasaan kedekatan atau jarak dengan orang tersebut.
Dalam teori symbolic interactionism, Goffman (1959) menyatakan bahwa orang-orang memiliki banyak cara untuk berkomunikasi, menciptakan dan memelihara peran sosial. Dalam teori ini jarak sosial merupakan karakteristik utama, dan kesopanan bertujuan untuk mengatur jarak sosial tersebut.
Brown dan Levinson (1987) membuktikan bahwa kesopanan bertujuan untuk memberikan tanda dan menciptakan jarak sosial. Ketika seseorang bersikap sopan maka jarak sosial akan tercipta antara dirinya dengan orang tersebut, perbedaan jarak sosial akan nampak ketika orang tersebut cukup sopan ataukah tidak terhadap orang lain. Atas dasar pengertian ini dan pada teori construal level (Liberman & Trope, 2008; Liberman, Trope, & Stephan, 2007), diprediksi bahwa kesopanan akan ada hubungannya dengan constual abstract; jarak temporal; dan jarak spasial.
Secara spesifik penelitian yang menggunakan kerangka Construal Level Theory (CLT) (Liberman & Trope, 2008; Liberman, Trope & Stephan, 2007; Trope & Liberman, 2003), membuktikan bahwa jarak sosial merupakan bagian dari jarak psikologis yang dihubungkan dengan construal level. Oleh karena itu peneliti memprediksi bahwa peningkatan kesopanan akan berbanding lurus dengan construal level yang lebih tinggi, juga jarak temporal dan spasial yang lebih besar. Maka, jika construal level semakin tinggi, seseorang akan menjadi lebih sopan.
Brown dan Levinson (1987) menyimpulkan bahwa seseorang akan menggunakan bahasa yang lebih sopan ketika berada dalam tiga situasi, ketika menyapa seseorang yang status sosialnya lebih tinggi; ketika meminta hal yang besar; dan ketika menyapa orang yang baru kita kenal.
Holtgraves dan Yang (1992) mendukung penemuan Brown dan Levinson (1987) sebelumnya, mereka membuktikan bagaimana kesopanan dipengaruhi jarak sosial, kekuasaan dan imposition. Penelitian ini membuktikan tiga hal utama, yaitu kesopanan akan meningkat ketika kita tidak mengenal orang tersebut; jarak sosial yang jauh; dan kekuasaan yang lebih tinggi.
Berhubungan dengan teori dari kesopanan (Brown & Levinson, 1987), penguji menyimpulkan bahwa kesopanan merupakan tanda untuk jarak sosial, selain itu kesopanan juga berfungsi untuk menciptakan jarak sosial. kita dapat membedakan seperti apa jarak yang ada diantara orang-orang dilihat dari seberapa sopan orang tersebut terhadap lawan bicaranya.
Jarak sosial merupakan salah satu tipe dari jarak psikologis yang dijelaskan lebih detil dalam CLT. Hasil dari penelitian yang dilakukan Liberman dan Trope (2008), CLT menjelaskan bagaimana jarak psikologis mempengaruhi perkataan dan perbuatan seseorang yang melibatkan masa lalu dan masa depan, buka masa sekarang. Karena hal ini tidak dapat dialami secara langsung, maka seseorang mengkonstruksikannya dengan cara membayangkan, mengingat dan memprediksi.
CLT mengasumsikan bahwa sebuah stimulus akan dipresepsikan memiliki jarak psikologis ketika hal tersebut bukan menjadi bagian dari pengalaman langsung seseorang dengan orang lain (atau benda) dan berorientasi pada masa depan dan masa lalu, bukan masa sekarang. Sebagai ilustrasi, walaupun kita duduk bersebelahan dengan seseorang, belum tentu kita memiliki jarak psikologis yang dekat, walaupun secara geografis jarak kita dengan orang tersebut berdekatan.
Liberman dan Trope (1998) menemukan bahwa terminologi why (superordinate goal) untuk masa depan yang jauh, memiliki construal level yang lebih tinggi dibandingkan terminologi how (subordinate goal) pada jarak masa depan yang lebih dekat. Hal ini menunjukan bahwa Construal level akan meningkat ketika seseorang berada pada terminologi high level (why) dibandingkan terminologi low level (how).
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Aron, Tudor dan Nelson (1991) menunjukan bahwa seseorang memiliki construal level yang lebih abstrak terhadap orang lain dibandingkan kepada dirinya sendiri. dan kepada orang yang tidak mereka kenal dibandingkan dengan orang yang mereka kenal. Hal ini menunjukan bahwa hubungan dan jarak sosial yang semakin jauh akan meningkatkan construal level yang lebih tinggi.
Penelitian yang dilakukan Fiedler, Senim, Finkenauer dan Brekel (1995) membuktikan bahwa orang-orang cenderung menjelaskan perilaku orang lain secara dispositional abstrak sedangkan menjelaskan perilaku diri mereka sendiri dalam situasi yang kongkrit. Hal ini menunjukan seseorang memiliki construal level yang lebih tinggi ketika menjelaskan perilaku orang lain dibandingkan ketika menjelaskan tentang dirinya sendiri.
Jika kesopanan diasosiasikan dengan jarak sosial dan jika jarak sosial diasosiasikan dengan construal level yang tinggi, maka kesopanan juga mungkin dapat diasosiasikan dengan construal level yang tinggi.
Tujuan dari beberapa penelitian di atas adalah untuk menguji implikasi antara kesopanan dan jarak sosial. Jika teori kesopanan menyatakan bahwa kesopanan menggambarkan dan mengatur jarak sosial, dan CLT menyatakan jarak sosial adalah tipe dari jarak psikologi, maka kesopanan akan menunjukan regulasi yang sama yang diperlihatkan melalui jarak psikologis. Maka, dari beberapa penelitian tersebut, peneliti tertarik untuk mengembangkan penelitian yang dilakukan oleh Stephan dan Liberman (2010) dengan berfokus pada kesopanan dan jarak psikologis dipandang melalui construal level theory.


Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan di atas, maka penelitian ini memiliki rumusan masalah:
Apakah kesopanan akan meningkat ketika target memiliki konstruk yang abstrak?

Variable Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
Variabel bebas : Construal Level
Variabel terikat : Kesopanan

Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah yang sudah dikemukakan, penelitian ini bertujuan:
Menguji apakah kesopanan akan meningkat ketika target memiliki konstruk yang abstrak.

Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, penelitian ini diharapkan memiliki kebermanfaatan baik secara teoritis maupun secara praktis. Adapun manfaat yang diharapkan oleh peneliti yaitu:
Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah sebagai pelengkap penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga memperkaya kajian psikologi sosial, khususnya mengenai kesopanan. Selain itu, peneliti berharap, penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai acuan dari penelitian terkait yang akan dilakukan di kemudian hari.

Manfaat Praktis
Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan peneliti dan pembaca dalam bidang psikologi sosial, khususnya mengenai kesopanan sehingga mampu untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari dengan tepat.

Definisi Konseptual dan Definisi Operasional

Menurut Cozby dan Bates (2011), definisi konseptual merupakan definisi variabel yang dipakai dalam penelitian. Adapun definisi operasional yaitu bagaimana peneliti akan mendefinisikan variabel secara lebih spesifik untuk diukur atau dimanipulasi.
Pada penelitian ini, Construal Level yang merupakan variabel bebas dan kesopanan sebagai variabel terikat didefinisikan secara konseptual sebagai berikut:

Construal Level
Construal Level Theory adalah media bagaimana jarak psikologis mempengaruhi pikiran dan perilaku individu. Teori ini mengasumsikan bahwa orang-orang secara mental menafsirkan suatu objek sebagai hal yang detil dan keranga pemikiran yang terkonsep
Secara operasional, Construal level diartikan sebagai hal yang menjelaskan tentang hubungan antara jarak psikologis yang dimiliki oleh seseorang dengan orang lain dengan apa yang orang lain fikirkan, contohnya mengenai objek dan kejadian bentuknya dapat berupa abstrak maupun kongkrit.

Kesopanan
Brown dan Levinson (1987) menyatakan bahwa kesopanan merupakan sebuah tindakan untuk mencegah dan menangani tindak tutur yang mengancam citra diri atau face orang lain maupun diri sendiri (Face Threatening Acts)
Secara operasional kesopanan diartikan sebagai, aplikasi praktis dari sikap yang baik atau etika. Meliputi cara bicara, gaya berbahasa, cara berkomunikasi dan sikap terhadap orang lain agar dirinya tidak dianggap buruk oleh orang lain maupun lingkungan disekitarnya.


Ringkasan Tinjauan Pustaka
Construal Level Theory
Construal Level Theory adalah media bagaimana jarak psikologis mempengaruhi pikiran dan perilaku individu. Teori ini mengasumsikan bahwa orang-orang secara mental menafsirkan suatu objek sebagai hal yang detil dan keranga pemikiran yang terkonsep (Trope & Liberman, 2010)
Secara operasional, Construal level diartikan sebagai hal yang menjelaskan tentang hubungan antara jarak psikologis yang dimiliki oleh seseorang dengan orang lain dengan apa yang orang lain fikirkan, contohnya mengenai objek dan kejadian bentuknya dapat berupa abstrak maupun kongkrit. (Trope & Liberman, 2010)
Dalam bukunya, Lange dan Kruganski (2012) menuliskan kembali penelitian Trope dan Liberman (2010) mengenai CLT, bahwa CLT memberikan sugesti, bahwa :
Perbedaan dimensi jarak diasosiasikan secara mental
Jarak dari dimensi ini mempengaruhi dan dipengaruhi oleh level yang tinggi dari mental construal
Ada bermacam-macam jarak. Dari suatu jarak yang luas, pengaruhnnya dapat ditukar dalam suatu prediksi, evaluasi dan pilihan

Psychology distance
Seperti yang telah diasumsikan sebelumnya, construal level yang tinggi menggambarkan bahwa kehadiran seseorang lebih penting dan menghasilkan perjalanan waktu ke masa depan. Konstrual ini memungkinkan untuk dikaji ulang, membayangkan seseorang di tempat yang jauh, mengambil pandangan dari orang lain, dan merenungkan alternatif kenyataan. Contrual level yang tinggi mungkin dapat memperluas bukan hanya spatial horizon seseorang tapi juga temporal horizon, social horizon, dan dunia yang memungkinkan. Dengan selalu berhubungan, construal level yang rendah memungkinkan seseorang menjadi bagian terdalam dari pengalaman seseorang, disini dan sekarang.
Perpindahan antar level dalam konstrual mungkin dapat menghasilkan perjalanan mental yang mundur maupun seterusnya antara proximal dan distal menguraikan berbagai macam jarak psikologis. Perjalanan waktu sangat menarik dan untuk beberapa lama sangat dikagumi oleh para pelajar yang menekuni bidang sosial, kognitif dan neural science.
Secara umum, hubungan antara construal level dan jarak psikologis adalah intrinsik. Kemampuan untuk melewati jarak psikologis memberi keuntungan evolusioner yang nyata, dan mental construal level telah berkembang dan mungkin akan dilanjutkan perkembangannya, agar mampu untuk melewati peningkatan jarak psikologis yang terus meningkat. Hal ini mungkin mengapa construal level dan perkembangan dari mental horizon tersambung pada keseluruhan evolusi manusia dan mengapa mereka nampak dihubungkan dalam pengembangan personal.

Jarak psikologis dan mental construal
Dalam penelitian ini, peneliti menguji pengaruh jarak temporal dalam tingkat kategorisasi tindakan. Bagaimanapun juga, untuk menyusun keseluruhan CLT, halyang penting adalah menemukan apakah apek lain dari konstrual, tidak hanya kategorisasi tindakan, dihubungkan ke jarak psikologis lainnya dan apakah gabungan ini bidirectional. Hal ini mengarahkan kita untuk menyelidiki contrual level dalam perception, kategorisasi dan menarikkesimpulan.
Perception
Dalam studi ini partisipan melengkapi apa yang mereka percaya untuk menjadi item sampel dari tugas yang diharuskan secara abstrak dari gambar yang saling berkaitan (Gestalt Competion Test). Participants' performanced meningkat ketika mereka mengantisipasi pekerjaan nyata yang ada di masa depan (Foster, 2004), ketika mereka memikirkan pekerjaan nyata yang mungkin kurang di masa lalu (Wakslak, 2006) dan ketika jarak sosial ditingkatkan oleh dasar dari status sosial (Smith & Trope, 2006). Pandangan dari jarak psikologis nampak memungkinkan seseorang untuk menjadi lebih baik melihat "big picture".
Kategorisasi
Dari penelitian temporal construal, ada asusmsi dasar yang menyebutkan bahwa tindakan mungkin dikonstruksikan dalam terminologi high-level, yang menghubungkan mereka dengan subordinate. Berkaitan dengan asumsi ini, ditemukan bahwa partisipan cenderung mendeskripsikan aktifitas di masa depan dalam terminologi hig level dibandingkan low level (Liberman & Trope, 1998). Pengaruh serupa muncul ketika tindakan tersebut hadir dalam tampat yang jauh secara spasial, ketika suatu tindakana disusun sebagai kehadiran yang bukan sebenarnya.

Politeness
Brown dan Levinson (1987) berpendapat membuktikan bahwa terdapat tiga aspek dalam situasi interpesonal yang secara universal terhubung dengan kesopanan :
Kekuasaan relatif dari target melebihi pembicara
Derajat imposition dalam melakukan perbuatan yang dibuat-buat
Jarak sosial antara lawan bicara
Menurut Brown dan Levinson, seseorang menggunakan bahasa yang lebih sopan ketika target adalah orang yang statusnya lebih tinggi dibandingkan ketika berbicara kepada orang yang statusnya sama atau statusnya lebih rendah. Kita juga akan lebih sopan ketika meminta hal besar daripadahal kecil dan kita juga akan lebih sopan ketika berbicara dengan seseorang yang baru kita kenal dibandingkan dengan orang yang sudah kita kenal sejak lama.
Beberapa penelitian lainnya mendukung hubungan antara kesopanan dengan kekuasaan, imposition dan jarak sosial. Sebagai contoh, Ambady dkk (1996) menguji bagaimana kesopanan dihubungkan dnegan kekuasaan dan imposition. Partisipan membayangkan target dalam kehidupan nyatadari tingkat kekuasaan yang berbeda, lalu menyampaikan suatu berita kepada mereka. Berita mengesankan atau berita yang kurang mengesankan. Komunikasi ini di rekam ulang dan dikodekan dengan ditentukan oleh kesopanan, dengan menggunakan tipologi yang telah diuji oleh Brown dan levinson (1987) mengenai strategi kesopanan. Berkaitan dengan prediksi ini, partisipan baik di Amerika maupun Korea menggunakan strategi yang lebih sopan untuk target yang memiliki kekuasaan yang lebih besar dan ketika menyampaikan pesan yang mengesankan.
Watts (2003) mengungkapkan bahwa kata 'polite' sopan' berasal dari leksem 'polite' (bahasa Inggris), ekuivalen dengan bahasa Latin /'politus'/(bentuk pastparticiple) yang bermakna halus (polish). Dalam bahasa Prancis kata polite sama dengan istilah poli (bentuk past-participle dari kata kerja to polish 'memperhalus') (France 2005) kesopanan merupakan kontrol diri dan kontrol sosial.
Karakteristik perilaku sopan seseorang ekuivalen dengan ketepatan sosial (socially correct), atau keberterimaan perilaku dalam konteks interaksi sosial (Cummings, 2005). Lakoff (1977) merumuskan formula kesopanan berbahasa dengan mendasarkan diri pada pragmatic competance melalui dua unsur, yaitu unsur be clear dan be polite. Unsur be clear dilandasi prinsip kerja sama Grice, yang meliputi:
maxim quantity: memberi informasi yang secukupnya sesuai dengan kebutuhan,
maxim quality: mengatakan apa yang diyakini benar,
maxim relevan: informasi disampaikan relevan,
maxim manner: tidak mengandung ketaksaan informasi.
Unsur be polite meliputi
tidak menekan mitra tutur (don't be impose)
memberi pilihan (give option)
menunjukkan keramahtamahan
dan akrab.
Leech (1983) lebih fokus merumuskan kesopanan berbahasa ke arah pragmatik. Dia mengusulkan dua sistem pragmatik yaitu retorika teks dan retorika interpersonal. Retorika teks mengacu pada prinsip kejelasan (clearity principle), prinsip ekonomi (economy principle), dan prinsip ekspresif (expressivity principle). Retorika interpersonal mengacu pada hubungan interpersonal antaranggota peserta tutur. Dalam kaitan ini, Leech merumuskan maksim yang tertuju pada mitra tutur, yakni maksim kearifan, kedermawanan, pene rimaan, kerendahan hati, maksim kemufakatan, dan simpati.
Teori Lakoff dan Leech di atas disempurnakan Brown dan Levinson (1987) dengan teori konsep wajah (face want). Konsep ini ditekankan pada strategi kesopanan berbahasa dengan memanfaatkan teori sosial dari Goffman. Inti teori ini menyelamatkan muka (face threthening act) mitra tutur, yakni penutur meyeleksi tuturan berdasarkan tiga faktor sosial, yaitu hubungan sosial, kekuatan hubungan simetris, skala penilaian tingkat penekanan, sebagaimana digariskan face threathening act (FTA). Berdasarkan faktor sosial tersebut, Brown dan Levinson telah mengategorikan korpus tuturan kesopanan berbahasa dalam empat strategi, yaitu strategi bald on record, strategi kesopanan positif, startegi kesopanan negatif, dan startegi kesopanan off record. Strategi bald on record terjadi ketika penutur mengujarkan sesuatu yang sifatnya langsung, terang-terangan apa adanya diakibatkan oleh suatu situasi, misalnya dalam keadaan darurat. Strategi kesopanan positif indikasinya yaitu ujaran menghargai positif lawan tutur, yaitu ujaran kesetiakawanan. Strategi kesopanan negatif yaitu ujaran yang menunjukkan rasa hormat, tidak melakukan penekanan pada mitra tutur. Strategi kesopanan off record, yaitu suatu bentuk ujaran yang sifatnya menyelamatkan muka mitra tutur, melalui ilokusi yang dinyatakan secara tidak langsung.

Skala Kesopanan
Skala kesopanan Menurut Brown and Levinson (1987) terdapat tiga skala penentu tinggi rendahnya peringkat kesopanan sebuah tuturan. Ketiga skala tersebut ditentukan secara kontekstual, sosial, dan kultural. Berikut uraian dari setiap skala tersebut satu demi satu.
Skala peringkat jarak sosial antara penutur dan mitra tutur (social distance between speaker and hearer) banyak ditentukan oleh parameter perbedaan umur, jenis kelamin, dan latar belakang sosiokultural. Berkenaan dengan perbedaan umur antara penutur dan mitra tutur, lazimnya didapatkan bahwa semakin tua umur seseorang, peringkat kesopanan dalam bertuturnya akan menjadi semakin tinggi. Sebaliknya, orang yang masih berusia muda lazimnya cenderung memiliki peringkat kesopanan yang rendah di dalam kegiatan bertutur. Orang yang berjenis kelamin wanita, lazimnya memiliki peringkat kesopanan lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang berjenis kelamin pria. Hal demikian disebabkan oleh kenyataan bahwa kaum wanita cenderung lebih banyak berkenaan dengan sesuatu yang bernilai estetika dalam keseharian hidupnya. Sebaliknya, pria cenderung jauh dari hal-hal itu karena ia banyak berkenaan dengan kerja pemakaian logika dalam kegiatan keseharian hidupnya. Latar belakang sosio kultural seseorang memiliki peran sangat besar dalam menentukan peringkat kesopanan bertutur yang dimilikinya.Orang yang memiliki jabatan tertentu di dalam masyarakat, cenderung memiliki peringkat kesopanan lebih tinggi dibandingkan dengan kebanyakan orang, seperti misalnya petani, pedagang, kuli perusahaan, buruh bangunan, dan pembantu rumah tangga. Demikian pula orang-orang kota cenderung memiliki peringkat kesopanan lebih tinggi dibanding masyarakat desa.

Skala peringkat status sosial antara penutur dan mitra tutur (the speaker and hearer relative power) atau seringkali disebut dengan peringkat kekuasaan (power rating) didasarkan pada kedudukan asimetrik antara penutur dan mitra tutur. Sebagai contoh seorang dosen memiliki peringkat kekuasaan lebih tinggi dibangingkan dengan seorang mahasiswa.

Skala peringkat tindak tutur atau sering pula disebut dengan rank rating atau selengkapnya the degree of imposition associated with the required expenditure of goods or services didasarkan pada kedudukan relative tindak tutur yang satu dengan tindak tutur lainnya. Sebagai contoh, dalam situasi yang sangat khusus, bertamu di rumah seorang wanita dengan melewati batas waktu bertamu yang wajar akan dikatakan sebagai tidak tahu sopan santun dan bahkan melanggar norma kesopanan yang berlaku pada masyarakat tutur itu. Namun demikian hal yang sama akan dianggap sangat wajar dalam situasi yang berbeda.

Asumsi dan Hipotesis
Penelitian ini merupakan upaya untuk melengkapi penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Stephen dan Liberman (2010), dalam studi 1 yang diteliti mengasumsikan bahwa kesopanan akan meningkat ketika target memiliki konstrual yang abstrak.





Metode Penelitian

Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif eksperimen, dengan within subject design. Yaitu satu kelompok partisipan mendapatkan satu perlakuan yang sama.
X1 O1
X2 O1

Karakteristik Partisipan
Penelitian ini mengambil partisipan secara random dengan rentang usia 17-25 tahun.

Prosedur Penelitian
Partisipan dipilih secara insidental random sampling hal ini berarti bahwa setiap orang memiliki peluang yang sama untuk menjadi partisipan dalam penelitian ini. Sebelum penelitian dilaksanakan, partisipan diminta untuk mengisi inform concent sebagai tanda kesediaan bahwa mereka bersedia untuk menjadi partisipan dalam penelitian yang dilakukan.
Selanjutnya, Partisipan akan ada dalam 2 kategori, kategori 1 : low level group (how) dan kategori 2 : high level group (why). Setiap partisipan yang akan mendapatkan perlakuan pada kategori 1 atau 2 ditentukan secara insidental. Partisipan di kedua kategori ini sama-sama diminta untuk membaca tentang profil seorang siswa X terlebih dahulu. Dalam profil tersebut, dihadirkan 6 kondisi tambahan yang dialami oleh siswa X.
Profil siswa X : maya sedang mencari buku ABC di perpustakaan, buku ABC itu adalah satu-satunya buku disana, dan partisipan juga sedang sangat membutuhkan buku itu. Additional condition yang sedang dialami maya saat partisipan akan meminta buku tersebut kepada maya : Sedang terburu-buru ke kelas, mencari buku di perpustakaan, membeli makan siang di kantin, membeli bahan makanan, memesan buku, membuat jadwal kursus.
Kemudian partisipan diminta untuk membayangkan suatu kondisi, jika partisipan mendapat kesempatan pada kategori 1, ia diminta untuk membayangkan tentang 'bagaimana' cara mereka meminta buku itu kepada maya. Sedangkan jika kategori 2, partisipan diminta untuk membayangkan tentang 'kenapa' maya meminjam buku itu. Setelah diminta untuk membayangkan, kedua kelompok ini dihadapkan dengan enam additional condition. Additional condition pertama diberikan kepada seluruh partisipan, lalu partisipan diminta untuk menuliskan kalimat pada selembar kertas, apa yang akan mereka katakan kepada maya ketika meminta buku tersebut. Additional action diberikan satu persatu, dilanjutkan dengan kedua dan seterusnya sampai Additional action ke enam dengan proses yang sama dengan yang pertama. Setelah itu, partisipan mengindikasikan diri mereka sendiri, seberapa sopan mereka kepada maya, dan memberikan rating 1 (kurang sopan) sampai 7 (sangat sopan).
Selanjutnya partisipan diberikan pertanyaan, apakah mereka mengetahui maksud dan tujuan dari penelitian ini atau tidak sebagai tahap manipulation check. Lalu dilakukan debriefing dan diberi tanda terimakasih berupa reward dalam keikutsertaan penelitian ini.

Instrumen Penelitian
Performing student profile text :
"Pada suatu hari di perpustakaan, seorang siswi bernama Maya sedang meminjam buku yang berjudul Indtroduction of Psychology, buku ini adalah satu-satunya yang ada di perpustakaan sekolah, sangat sulit menemukan buku ini ditempat lain. Pada waktu yang bersamaan, kalian juga sangat membutuhkan buku tersebut, untuk saat itu dan tidak bisa ditunda lagi."

Additinal actions:
Terburu-buru ke kelas
Mencari buku di perpustakaan
Membeli makan siang di kantin
Membeli bahan makanan
Memesan buku di perpustakaan
Menyusun jadwal kursus

Skala kesopanan
Seberapa sopankah anda terhadap maya?

Sangat Sangat
Tidak sopan Sopan

Keterangan :
1 : sangat tidak sopan
2 : tidak sopan
3 : biasa saja
4 : hampir sopan
5 : sopan
6 : sangat sopan
7 : sangat sopan sekali

Teknik Analisis Data
Setelah diperoleh hasil, data akan dianalisis dengan menggunakan metode Analysis of Variance (ANOVA), dengan tujuan untuk melihat perbandingan di antara kedua kelompok yang diteliti.


DAFTAR PUSTAKA

Aron, A., Aron, E. N., Tudor, M., & Nelson, G. (1991). Close relationships as including other in the self. Journal of Personality and Social Psychology, 60, 241–253.
Brown, P., & Levinson, S. (1987). Politeness: some universals in language usage. Cambridge, England: Cambridge University Press.
Cummings, L. 2005. Pragmatics: A Multidisciplinary Perspective. Edinburgh University Press Ltd.
Fiedler, K., Semin, G. R., Finkenauer, C., & Berkel, I. (1995). Actor– observer bias in close relationships: The role of self–knowledge and self–related language. Personality and Social Psychology Bulletin, 21, 525–538.
France, P. 1992. Politeness and its Discontent: Problems in French Classical Culture. Cambridge: Cambridge University Press.
Fujita, K., Henderson, M. D., Eng, J., Trope, Y., & Liberman, N. (2006). Spatial distance and mental construal of social events. Psychological Science, 17, 278 282.
Goffman, E. (1959). The presentation of self in everyday life. Garden City, NY: Anchor Books.
Henderson, M. D., Fujita, K., Trope, Y., & Liberman, N. (2006). Transcending the "here": The effect of spatial distance on social judgment. Journal of Personality and Social Psychology, 91, 845–856.
Holtgraves, T., & Yang, J. (1992). Interpersonal underpinnings of request strategies: General principles and differences due to culture and gender. Journal of Personality and Social Psychology, 62, 246–256.
Lakoff, R. (1977). What you can do with words: Politeness, Pragmatics and per formatives: in Rogers, P. (ed). Proceedings of Texas Conferences and Performatives, Airlinton. VA: Center of Applied of Linguistics.PP. 79-105.
Lange, V. (2012). Handbook of theories of social psychology. London, SAGE publications Ltd

Leech, Geoffery N. 1983. Principle of Pragmatic. N.Y. : Longman.
Liberman, N., Sagristano, M., & Trope, Y. (2002). The effect of temporal distance on level of construal. Journal of Experimental Social Psychology, 38, 523–535.
Liberman, N., & Trope, Y. (1998). The role of feasibility and desirability considerations in near and distant future decisions: A test of temporal construal theory. Journal of Personality and Social Psychology, 75, 5–18.
Liberman, N., Trope, Y., & Stephan, E. (2007). Psychological distance. In A. W. Kruglanski & E. T. Higgins (Eds.), Social psychology: Handbook of basic principles. New York, NY: Guilford Press.
Liberman, N., & Trope, Y. (2008, November 21). The psychology of transcending here and now. Science, 322, 1201–1205.
Liviatan, I., Trope, Y., & Liberman, N. (2008). Interpersonal similarity as social distance dimension: Implication for perception of other's action. Journal of Experimental Social Psychology, 44, 1256–1269.
Trope, Y., & Liberman, N. (2003). Temporal construal. Psychological Review, 110, 403–421.
Watts, Richard J. 2003. Politeness. United Kingdom: Cambridge University Press.




Lihat lebih banyak...

Comentarios

Copyright © 2017 DATOSPDF Inc.