Amien2

December 26, 2017 | Autor: Dony Oktaviansyah | Categoría: N/A
Share Embed


Descripción

PERLINDUNGAN KARYA CIPTA INTELEKTUAL
Noegroho Amien Soetiarto, S.H.,M.Si.*



Pendahuluan

Membahas Perlindungan Karya Cipta Intelektual sebagaimana yang
telah ditentukan oleh penyelenggara, menurut hemat penulis ada dua
hal yang kiranya perlu dicermati pada bahasan ini. Pertama, perlu
dicermati ada tidaknya peraturan perundangan yang mengaturnya, ada
tidaknya hukum yang diperuntukkan bagi karya-karya cipta yang
merupakan human creativity atau kreativitas manusia yang dengan daya
kemampuan intelektualnya menghasilkan suatu karya berupa milik yang
tidak lepas dari kegiatan seni, industri, ekonomi dan perdagangan.
Kedua, produk-produk apa dari hasil kreativitas manusia yang
termasuk dalam lingkup Hak atas Kekayaan Intelektual atau disingkat
dengan kata HaKI, khususnya yang berkaitan karya cipta .
Pada awalnya hasil kreativitas manusia atau dan juga yang
berupa usaha atau hasil yang kreatif atau human effort disebarkan
atau ditularkan begitu saja kepada orang lain – sebagai suatu ibadah
– sehingga setiap orang dapat mempergunakan/memakainya bahkan
memasarkan hasil produksi yang mempergunakan hasil penemuan tersebut
begitu saja. Namun di dalam perkembangannya, seandainya hasil karya
kreatif manusia yang juga merupakan hasil karya intelektual tersebut
dijadikan lahan atau obyek kegiatan bisnis, apalagi di era
perdagangan bebas misalnya, dilihat dari rasa keadilan dan
penghargaan terhadap jerih payah untuk menemukan hasil karya kreatif
manusia, dirasa kurang pada tempatnya (kurang sreg – pen).
Terlepas dari ada tidaknya perdagangan bebas, sebenarnya
menjadi kewajiban Pemerintah untuk mengatur HaKI, yang pada intinya
keberadaan peraturan perundangan tersebut dimaksudkan untuk
melindungi suatu hasil kreasi manusia. Seperti kita maklumi bersama
bahwa perlindungan hukum baru ada apabila kepentingan yang dilanggar
telah ada peraturannya terlebih dahulu. Adanya perlindungan hukum
yang diberikan Pemerintah di satu sisi memberi kejelasan hukum
mengenai hubungan hukum antara ciptaan yang merupakan hasil karya
intelektual manusia dengan si pencipta atau pemegang hak cipta atau
pemakai hasil ciptaan tersebut. Adanya kejelasan hukum atas
kepemilikan HaKI umumnya dan khususnya karya cipta intelektual
adalah merupakan pengakuan hukum serta pemberian imbalan yang
diberikan kepada seseorang atas usaha dan hasil karya kreatif
manusia yang telah diciptakannya. Selanjutnya mengingat usaha untuk
mendapatkan hasil karya intelektual tersebut memerlukan dukungan
modal yang berupa biaya, waktu, tenaga dan pikiran, maka HaKI dalam
hal ini hak cipta merupakan hak kebendaan yang bersifat immateriil
atau intangible atau merupakan bagian hak milik yang bersifat
abstrak atau incoporeal property. Di sisi lain adanya perlindungan
hukum dan pemberian imbalan terhadap karya-karya cipta sebagai hasil
daya kemampuan intelektual yang diwujudkan dalam ciptaan-ciptaan
akan mendorong dan meningkatkan usaha mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi, serta akan memperkaya literatur dan seni sastra
bahkan adanya perlindungan hukum tersebut diharap dapat ikut
menciptakan lingkungan yang stabil bagi pemasaran produk-produk HaKI
sebagaimana yang dimaksud dalam judul makalah ini.
Keberadaan HaKI itu sendiri memang tidak dapat terlepas dari
kegiatan-kegiatan usaha di bidang perekonomian, perdagangan dan
perindustrian. Apalagi bila hal ini dikaitkan dengan perkembangan
teknologi informasi, telekomunikasi dan transportasi telah ikut
mendorong globalisasi usaha untuk memasarkan barang-barang produk
HaKI termasuk karya cipta.
Usaha untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
sebagaimana yang diuraikan di atas, tidak terlepas dari kegiatan
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu
sendiri. Penelitian dan pengembangan itu dapat dilakukan oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan institusi yang terkait atau dapat juga
dilakukan oleh Lembaga Penelitian Perguruan Tinggi yang ada.
Pengembangan penelitian di lingkup Perguruan Tinggi, yang perlu
ditumbuh-kembangkan di antara para tenaga pengajar di Perguruan
Tinggi adalah budaya, antara lain :
Budaya sain (berfikir ilmiah)
Budaya menulis/mencatatat yang berkesinambungan
Budaya ingin tahu dan ingin maju
Budaya bekerja keras
Budaya kewirausahaan[1]
Kiranya dari budaya-budaya yang ditumbuh-kembangkan diantara
tenaga pengajar di Perguruan Tinggi melalui penelitian, selain
menambah khasanah ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan sastra
juga dapat meningkatkan hasil karya intelektual termasuk karya cipta
intelektual.

I. Peraturan Perundangan HaKI Dan Ruang Lingkup HaKI
A. Peraturan Perundangan HaKI
Tujuan perlindungan HaKI seperti telah diuraikan di atas
adalah untuk memberi kejelasan hukum antara hak atas kekayaan
intelektual yang merupakan hak kebendaan dengan si pencipta/penemu
atau pemegang hak atau dengan pemakai yang mempergunakan hasil
ciptaan/temuan tersebut. Selanjutnya mengingat HaKI merupakan asset
bisnis yang merupakan bagian integral dari suatu strategi bisnis yang
tengah mendunia dewasa ini, maka membahas HaKI tidak dapat dipisahkan
dengan persetujuan pembentukan WTO (Organisasi Perdagangan Dunia) di
mana TRIPs atau Trade Related aspects of Intellectual Property
including Trade in counterfeit goods merupakan salah satu hasil
perjanjian Putaran Uruguay atau Uruguay Round yang diadakan pada tahun
1994 di Marakesh, Maroko.
Dewasa ini Pemerintah Indonesia telah meratifikasi hasil
Putaran Uruguay tersebut ke dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994
Tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization
atau Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan, di mana pada
lampiran I C Persetujuan Pembentukan Organisasi tersebut memuat
ketentuan-ketentuan tentang HaKI.
Salah satu tujuan dari TRIPs seperti yang dikemukakan dalam
pasal 7 Persetujuan TRIPs adalah :
perlindungan dan penegakan hukum HaKI bertujuan untuk mendorong
timbulnya inovasi, pengalihan dan penyebaran teknologi dengan cara
menciptakan kesejahteraan sosial ekonomi serta keseimbangan antara
hak dan kewajiban.
Guna memberi perlindungan hukum atas hasil karya intelektual
di Indonesia serta untuk menyesuaikan dengan UU Nomor 7 Tahun 1994,
Pemerintah Indonesia telah mengundangkan beberapa peraturan
perundangan yang berkaitan dengan HaKI, yaitu :
1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 Tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang Hak Cipta.
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997 Tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1997 Tentang Paten.
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 Tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 1987 Tentang Merek.
Bersamaan dengan dengan diterbitkannya undang-undang yang mengatur
tentang HaKI agar sejalan dengan TRIPs, Pemerintah juga telah
meratifikasi persetujuan-persetujuan internasional yang berkaitan
dengan HaKI, yaitu :
1. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Pengesahan the Paris
Convention for the Protection of Industrial Property and Convention
Establishing the World Intellectual Property Organization.
2. Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1997 Tentang Pengesahan The
Patent Cooperation Treaty and Regulation under PCT.
3. Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1997 Tentang Pengesahan The Trade
Marks Law Treaty.
4. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pengesahan Berne
Convention for the Protection of Literary and Artistic Works.
5. Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Pengesahan The WIPO
Copyrights Treaty.
B. Ruang Lingkup dan Obyek HaKI.
Hak atas kekayaan intelektual pada dasarnya merupakan hak milik
lahir atau diperoleh dari hasil karya, karsa dan cipta manusia dengan
memakai kemampuan intelektualnya, maka wajar dan sudah pada tempatnya
bila mereka ini diakui sebagai pihak yang berhak menguasai hasil
temuan atau ciptaannya. Demikian juga karya-karya yang dihasilkan
manusia termaksud dalam cakupan ilmu pengetahuan, teknologi, seni
dan sastra juga dimungkinkan dilindungi berdasarkan hukum HaKI.
Mengingat jenis dan lingkup penemuan dapat termasuk dalam cakupan
yang berlainan, maka perangkat peraturan perlindungan hukum HaKI juga
dibeda-bedakan mengingat cakupan obyek yang diaturnya serta untuk
mempermudah menemukan di mana jenis hasil penemuan itu diaturnya.
Pembagian jenis atau kelompok tersebut adalah :
1. Pembagian berdasarkan Konvensi Pembentukan WIPO ( Convention
Establishing the World Intellectual Property Organization).
2. Pembagian berdasarkan Lampiran Kesepakatan Pembentukan WTO
atau Agreement Establishing the World Trade Organization.
Ad. 1. Pembagian berdasarkan WIPO ada dua kelompok, yaitu ;
a. Hak Cipta atau Copyrights.
b. Hak milik industri atau industrial property, yang terdiri dari ;
1). Paten.
2). Merek.
3). Desain produk industri.
4). Penanggulangan persaingan curang.
Ad. 2. Pembagian berdasarkan WTO, hak atas kekayaan intelektual
Dapat rinci menjadi beberapa jenis, yaitu ;
a. Hak cipta dan hak-hak yang terkait lainnya.
b. Merek.
c. Paten.
d. Indikasi geografi.
e. Lay out dari integrated circuit.
f. Perlindungan terhadap indisclossed information.
g. Pengendalian terhadap praktek-praktek yang tidak
sehat
dalam perjanjian kreasi.
Selanjutnya menurut Dicky R.Munaf cakupan HaKI meliputi :
1. Hukum Milik Perindustrian yang meliputi :
a. Paten.
b. Informasi Rahasia.
c. Hak Pemulia Tanaman.
d. Rancangan Industri.
e. Denah Rangkaian.
f. Merek.
2. Hak cipta[2]
Perlindungan hukum HaKI memiliki obyek yang berbeda
satu
dengan yang lain sesuai dengan jenis hasil karya yang dilindunginya,
obyek perlindungan hukum tersebut ialah :
a. Obyek hak cipta.
Obyek hak cipta adalah karya seseorang di bidang ilmu pengetahuan,
seni dan sastra.
b. Obyek paten.
Obyek paten adalah suatu penemuan baru di bidang teknologi yang
dapat dterapkan dalam industri atau penyempurnaan dan pengembangan
proses atau hasil produksi yang sudah ada.
c. Obyek merek.
Obyek merek adalah karya-karya yang berupa tanda atau gambar yang
memiliki daya pembeda dan digunakan untuk membedakan barang yang
sejenis atau jasa yang lazim dipergunakan dalam pergaulan
perniagaan.
d. Obyek indikasi geografi.
Obyek indikasi geografi adalah tanda yang digunakan untuk asal
suatu barang yang karena faktor-faktor geografis (termasuk faktor
alam dan faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut)
telah memberikan ciri kualitas tertentu terhadap barang yang
dihasilkannya. Di Indonesia peraturan yang mengatur indikasi
geografi diatur bersamaan atau menjadi satu dengan peraturan
tentang merek.
e. Obyek desain produk industri.
Obyek desain industri adalah karya-karya yang pada dasarnya berupa
pola atau patron alat cetak yang dipergunakan untuk memproduksi
atau membuat, menggandakan barang secara berulang-ulang.
f. Obyek desain industri.
Obyek desain industri adalah suatu hasil kreasi tentang bentuk,
konfigurasi atau komposisi garis atau warna yang berbentuk tiga
dimensi atau dua dimensi yang mengandung nilai estetika dan dapat
diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat
dipakai untuk menghasilkan produk barang atau komoditi industri dan
kerajinan tangan.
g. Obyek Pemuliaan tanaman.
Obyek pemuliaan tanaman adalah suatu rangkaian kegiatan penelitian
dan pengujian sesuai dengan metoda baku untuk menghasilkan varietas
baru atau mempertahankan kemurnian benih varietas yang dihasilkan.

II. Perlindungan Karya Cipta.
Obyek hak cipta adalah karya-karya cipta di bidang ilmu
pengetahuan,
seni serta sastra dan karya-karya tersebut pada dasarnya adalah
karya intelektual manusia yang dilakukan sebagai perwujudan kualitas
rasa, cipta dan karsanya, dengan demikian suatu gagasan yang belum
terwujud tidak termasuk obyek yang dibahas di sini sebab gagasan yang
belum terwujud sehigga belum dapat dikatakan ciptaan. Taylor
mengatakan bahwa yang dilindungi oleh hak cipta adalah ekspresi dari
suatu ide atau gagasan, dan bukannya melindungi gagasan itu
sendiri.[3] Karena suatu ide belum memiliki wujud yang memungkinkan
untuk dapat dilihat, dibaca , atau didengar.
Selanjutnya yang dimaksud ciptaan adalah setiap hasil
karya pencipta dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya
sebagai ciptaan seseorang atas dasar kemampuan dan kreativitasnya yang
bersifat pribadi. Maksud dalam bentuk yang khas ialah karya tersebut
harus telah selesai diwujudkan sehingga dapat dilihat, dibaca atau
didengar. Untuk dapat mewujudkan suatu gagasan atau ide menjadi bentuk
yang nyata (ciptaan), maksudnya dapat dilihat, dibaca atau didengar,
umumnya yang bersangkutan (pencipta) mengerahkan daya kemampuan
intelektualnya yang pada lajimnya memerlukan dukungan tenaga, pikiran,
waktu dan biaya. Sehingga terhadap hasil karya intelektual yang berupa
ciptaan tersebut si pencipta merasa memiliki kepentingan atas hasil
kreasinya itu. Menurut Sudikno, kepentingan pada hakekatnya mengandung
kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam
melaksanakannya.[4] Agar supaya kepentingan tersebut mendapat
perlindungan hukum, maka jauh sebelumnya kepentingan tersebut telah
diatur dalam peraturan perundangan terlebih dahulu. Peraturan
perundangan yang mengatur tentang hak cipta di Indonesia diatur dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997.
Tujuan diadakannya peraturan perundangan tersebut selain
untuk memberi kejelasan hubungan hukum mengenai hubungan antara
ciptaan yang merupakan hasil karya intelektual manusia dengan si
pencipta atau pemegang hak cipta atau pemakai yang mempergunakan hasil
karya intelektual tersebut juga merupakan pengakuan hukum serta
pemberian imbalan yang diberikan kepada pencipta atas usaha dan hasil
karya kreatif
yang telah diciptakannya. Bentuk imbalan yang diberikan kepada
pencipta ini berupa hak khusus (exclusive rights) yang berupa hak
untuk melarang orang lain tanpa seijinnya memperbanyak, mengumumkan
atau memberi ijin untuk itu. Memberi ijin ini dapat diasumsikan
pemberian ijin dengan diikuti pembayaran royalty, sehingga berdasarkan
pengertian ini pencipta memilik hak ekonomi. Menurut Priharniwati,
karena sifatnya yang seperti itu, maka hak cipta dikatakan sebagai hak
istimewa yang eksklusif.[5] Menurut Emawati hak ekonomi inilah yang
dapat dialihkan kepada orang atau badan lain.[6] Selanjutnya di
samping memiliki hak khusus sebagaimana tersebut di atas, pencipta
juga memiliki hak moral di mana hak ini tidak dapat dialihkan kepada
orang atau badan lain karena pencipta tetap melekat pada ciptaannya,
sehingga tetap terdapat hubungan yang erat antara pencipta dengan
hasil ciptaannya. Hak moral atau (moral rights) ini adalah haknya
pencipta atau ahli warisnya. Hak moral tersebut berupa hak :
1. Untuk menuntut kepada pemegang hak cipta supaya nama pencipta
tetap dicantumkan pada ciptaannya.
2. Memberi persetujuan dalam perubahan pada ciptaannya.
3. Memberi persetujuan terhadap perubahan atau nama samaran pencipta.
4. Untuk menuntut seseorang yang tanpa persetujuannya meniadakan nama
pencipta yang tercantum pada ciptaannya.
Hak cipta ada atau lahir bersamaan dengan lahirnya suatu
karya cipta dan bagi hak cipta tidak ada keharusan untuk mendaftarkan
hak tersebut. Dengan perkataan lain pendaftaran hak cipta tidaklah
merupakan keharusan, maksudnya hak ini tidak wajib didaftar.
Berdasarkan kenyataan ini suatu ciptaan didaftar atau tidak didaftar
tetap diakui dan perlindungan hukum, sebab peraturan perundangan yang
berlaku bagi hak cipta menganut sistem deklaratif. Seandainya pencipta
mendaftarkan ciptaannya dimaksudkan untuk memperoleh sertifaikat
pendaftaran yang merupakan bukti awal di Pengadilan, manakala terjadi
sengketa di kemudian hari. Meskipun ada permintaan pendaftaran hak
cipta dilakukan tidaklah berarti bahwa permintaan itu akan diberi
setifikat pendaftaran, sebab ada beberapa ciptaan yang tidak dapat
dilindungi secara umum. Ciptaan-ciptaan yang secara umum tidak
dilindungi adalah
a. Ciptaan di luar bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
b. Ciptaan tersebut tidak orisinal.
c. Ciptaan tersebut sudah menjadi milik umum.
d. Ciptaan yang tidak dinyatakan dalam bentuk yang nyata.
Secara garis besar jangka waktu perlindungan atas hak cipta
dapat dikelompokkan :
1. Kelompok pertama :
Jangka waktu perlindungan atas hak cipta apabila dimiliki lebih
dari dua orang jangka waktunya seumur hidup ditambah 50 dihitung
dari pencipta yang terlama hidupnya meninggal. Apabila kelompok
pertama dan kelompok kedua dimiliki oleh suatu badan hukum, jangka
waktu perlindungan hukumnya berlaku selam 50 tahun sejak pertama
kali ciptaan diumumkan. Termasuk dalam kelompok ini adalah ;
a. Buku, panflet dan semua hasil karya tulis lainnya.
b. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lainnya yang diwujudkan dengan
cara diucapkan.
c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
d. Ciptaan lagu atau musik dengan atau tidak dengan teks, termasuk
kerawitan.
e. Drama, tari (koreografi), pewayangan, pantomim.
f. Senirupa dalam segala bentuk, seperti seni lukis, gambar, seni
ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase seni terapan
yang merupakan sei kerajinan tangan.
g. Arsitektur.
h. Peta.
i. Seni batik.
2. Kelompok kedua :
Termasukdalam kelompok kedua ini adalah :
a. Program komputer.
b. Sinematografi.
c. Rekaman suara.
d. Karya pertujukkan.
e. Karya siaran.
3. Kelompok ketiga :
Jangka waktu perlindungan hak cipta 25 tahun sejak pertama kali
ciptaan itu diumumkan. Termasuk dalam kelompok ini adalah :
a. Fotografi.
b. Saduran, bunga rampai dan karya lainnya dar hasil pengalihwujudan.
c. Susunan perwajahan karya tulis yang diterbitkan sejak pertama kali
diterbitkan.

III. Penutup.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa ;
1. Hak Cipta yang merupakan perwujudan dari suatu ide atau gagasan


harus sudah berbentuk nyata, karena yang dilindungi oleh hak cipta
adalah perwujudan dari gagasan yang dapat dilihat, dibaca atau
didengar dan bukannya gagasan itu sendiri.
2. Tujuan perlindungan hukum atas hak cipta dimaksudkan untuk
memberikan kejelasan hubungan hukum antara ciptaan dengan si
pencipta atau pemakai yang mempergunakan ciptaan tersebut di
samping imbalan kepada pencipta yang berupa hak khusus dan hak
moral.
3. Perlindungan hukum atas hak cipta hanya diberikan dalam lingkup
ilmu pengetahuan,seni dan sastra dan peraturan perundangan yang
memberikan perlindungan tersebut harus ada terlebih dahulu.
4. Untuk mendapatkan perlindungan hak cipta tidak ada keharusan untuk
mendaftarkannya, namun demi kepentingan pembuktian awal di
Pengadilan bila dikelak kemudian hari, sertifikat pendaftaran
merupakan bukti awal yang menguntungkan bagi pendaftarannya.






DAFTAR PUSTAKA




Mertokusumo, Sudikno, 1996, Mengenal Hukum, Suatu
Pengantar,
Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Munaf, Dicky. R, 2000, Kebijakan Strategi Pembangunan
Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (Fokus Sentra
Paten - Oleh
Paten), Dept. Diknas, Dirjen DIKTI,
Dir. Binlitabmas,
Jakarta.

Sastrohamidjojo, Hardjono, 2000, Pengembangan Penelitian,
Lembaga
Penelitian UGM, Yogyakarta.

Taylor. L.J., 1980, Copyrights for Librarians, Tamarisk Books
Hasting,
East Sussex.

Priharniwati, 1997, UU Hak Cipta di Indonesia, Jurnal Hukum
Bisnis,
Volume 2, 1997, Jakarta, hal. 48 – 51.

Yusuf, Emawati, 1999, Undang - Undang Dan Informasi
Umum
Perlindungan Hak Atas Kekayaan
Intelektual (HaKI),
Jurnal P & PT, Vol I, Nomor 9, Tahun
1999, hal. 368-379

lemlit.ugm.ac.id/makalahhki/Amien2.doc


-----------------------
Sentra HaKI – Lembaga Penelitian UGM, Makalah Seminar Nasional Arah Depan
Batik-Canting Emas V, Gempita 2000, Kerjasama Taman Budaya Yogyakarta –
Universitas Negeri Yogyakarta-
Dewan Kesenian Yogyakarta, 28 Oktober 2000.

[1] Sastrohamidjojo, Hardjono, 2000, Pengembangan Penelitian,
Lembaga Penelitian Universitas
Gadjah Mada – Yogyakarta, hal 1.
[2] Munaf, Dicky R, 2000, Kebijakan Strategis Pembangunan Ilmu
Pengetahuan dan Teknolodi Nasional
2000-2004 (fokus Sentra Paten-Oleh Paten), Dept. Diknas, Dirjen DIKTI-
Dirlitabmas, Jakarta.
[3] Taylor, L.J. 1980, Copyright For Librarians, Tamarisk Books Hasting,
East Sussex, 1 st. Edition.
[4] Mertokusumo, Sudikno, 1996, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Penerbit
Liberty, Yogyakarta, hal.41
[5] Priharniwati, 1997, UU Hak Cipta Di Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis,
Volume 2, 1997, 48 - 51
[6] Yunus, Emawati, 1999, Undang-Undang Dan Informasi Umum Perlindungan Hak
Atas Kekayaan
Intelektual (HaKI), Jurnal P & PT, Vol. I No. 9, Hal.368 – 379.
Lihat lebih banyak...

Comentarios

Copyright © 2017 DATOSPDF Inc.